TIGA ALIEN (2)

74 21 14
                                    

Kebun kecil di belakang rumah Sila menjadi bumi perkemahan bagi tiga orang alien yang tersesat. Dengan setelan piyama dan kaus kaki berkarakter, mereka duduk di bawah pohon Seri yang dibawahnya sudah dibentang tikar.

Di waktu yang bersamaan, salah satu bintang yang menjadi penghias malam itu menjatuhkan diri entah ke belahan bumi bagian mana. Fina yang melihat peristiwa itu tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak.

"Ada bintang jatuh, woii!"

"Hah? Mana mana?"

"Itu!"

Sila medongak ke atas dan mendapati bintang yang sedang meluncur ke bumi. Kalau dalam ilmunya, sih, itu bukan bintang sungguhan, melainkan komet yang memiliki ekor. Namun, siapa peduli dengan itu sekarang. Mau itu komet atau bukan, yang jelas ini kali pertama ketiga alien itu melihat bintang jatuh.

"Ayo buat permohonan, buruan."

Audy meletakkan snack yang sedang dimakannya, begitu pun dengan Fina dan Sila yang seketika diam.

Mereka mengaitkan jari-jari tangan dan memejamkan mata seraya membuat permohonan.

"Aamiin."

Tidak sampai tiga detik Fina membuka matanya kembali. Selang beberapa detik kemudian Audy dan Sila juga melakukan itu di waktu yang bersamaan.

"Kenapa, sih?" Sila bertanya risih saat mengetahui Fina tengah menatapnya dengan tatapan lugu.

Yang ditanya justru hanya cengar-cengir.

"Kamu, mah."

Sila mencubit lengan Fina gemas. "Eh ... eh, bener nggak nih, katanya pohon Seri itu angker?" kali ini Fina mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

Sila memutar bola matanya jengah. Kalau Fina udah ngomong di luar topik begini, pasti ujung-ujungnya apa yang mereka omongin jadi nggak jelas.

"Kata siapa? Enggak, tuh," jawab Sila.

"Ih beneran loh, Sil. Pohon Seri tuh ya, walaupun masih kecil, tapi udah ada penunggunya," Fina memberi penjelasan seolah hanya dia sendiri yang tahu. "Makanya harus dikasih paku payung biar penunggunya nggak keliaran kemana-mana."

"Alay banget sih cerita lo, nggak bermutu."

Kali ini jelas bukan Sila yang mengatakan itu. Audy yang daritadi hanya diam dan ngemil Pocky-Pocky juga ikut merespon apa yang kedua sahabatnya bicarakan.

"Kenapa, sih, Dy, sensi amat. Kayak baru putus aja," Fina sewot.

"Emang."

"Gue tadi siang putus sama Revan," Audy menambahi.

Sontak kedua pasang mata Fina dan Sila membulat diwaktu yang bersamaan. "Serius lo?"

"Hm."

"Kok bisa? Kalian ada masalah apa bisa sampe putus?"

Sila bertanya dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Namun, Audy tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi Sila saat itu karena pencahayaan yang kurang terang.

"Ya bisalah, Sil. Orang nikah aja bisa cerai, apalagi pacaran," ini bukan jawaban Audy, melainkan kata-kata yang keluar dari bibir Fina secara spontan. "Lo aja yang nggak tau karena belum pernah ngerasain yang namanya pacaran."

Lagi-lagi Sila memutar kedua bola matanya. "Plis deh, Fin. Lo juga masih single sama kayak gue."

Fina mendelik sebal ke arah Sila.

"Sil," panggil Audy. Sila dengan sigap menoleh ke arah sumber suara.

"Apa?"

Audy menarik napas dengan berat. "Kamu kenapa nggak bilang dari awal kalau kamu sayang sama Revan?"

L O V O R E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang