Audy dan Revan

84 35 11
                                    

Suasana di kelas Audy pagi ini terbilang cukup heboh. Pasalnya, mereka satu kelas kompak tidak mengerjakan PR Fisika yang diberikan oleh Pak Son tiga hari yang lalu. Parahnya lagi, PR itu dikumpul saat jam pelajaran pertama, setelah apel pagi dan tadarus Qur'an bersama. Sementara yang Audy tahu, Pak Son itu tipikal orang yang tidak pernah lupa dengan tugas maupun PR yang diberikannya.

"Kok bisa, sih, satu pun nggak ada yang ingat kalau pagi ini ada PR?" celetuk Sinta, teman sebangku Audy minggu ini. "Kan kelabakan banget jadinya."

"Kalau dipikirin mulu, emang tambah ribet, mbak. Kerjain makanya, biar cepat kelar. Mudah, kan?" Audy tak ambil pusing soal itu. disaat yang lain sibuk mengerjakan PR, gadis itu malah melangkah keluar kelas dengan anggunnya, menemui kedua sahabatnya untuk membicarakan suatu hal. Nggak peduli sama PR Fisika, paling-paling Audy bakal menyalin jawaban Sinta nantinya.

Baru saja Audy ingin pergi ke kelas sebelah, Fina dan Sila sudah lebih dulu menyapanya.

"Dy! Audy!"

Audy menoleh, lalu segera menghampiri sang pemilik suara. "Baru aja gue mau ke kelas kalian, ternyata kalian di sini."

"Planning kita waktu itu, jadi, kan? Itu loh ... yang kemah di belakang rumahnya Sila," tanya Fina

"Ohh, ya jadilah, harus jadi!" Audy berkata yakin. "Kita udah lama ngerencanain ini, tapi selalu failed."

"Habisnya kalian sibuk terus, sih," Sila membela diri, "pokoknya malam minggu nanti jangan sampai nggak datang. Ingat! Jam tujuh harus udah ada di rumah gue, deal?"

"Beres deh."

"Siap, nenek sihir."

"Yaudah, yuk. Bentar lagi apel pagi tuh."

Sila menggaet lengan kedua sahabatnya. Mereka bertiga berjalan beriringan di sepanjang koridor kelas menuju lapangan upacara untuk melaksanakan apel pagi.

*** *** ***

Kalau pagi tadi ada keterkejutan di kelas Audy, maka siang ini keterkejutan tersebut bersumber dari kelas sebelah, kelas Fina dan Sila. Pasalnya, ada yang mengatakan bahwa siang ini, sesudah jam istirahat Revan akan menyatakan perasaannya kepada Audy. Iya, Audy Marissa sahabatnya Fina dan Sila.

Dan tebak, siapa yang paling terkejut di antara semua orang? Tentu saja, itu Sila. Disaat sahabat karibnya bersanding dengan seseorang yang sudah sejak lama dikaguminya, siapa sih, yang tidak merasa kecewa?

"Yuk, Sil, ke kelas sebelah." Fina menggaet tangan Sila dan menyeretnya keluar kelas, tapi ajakan bersahabat itu Sila tolak sembari sebelah tangannya berusaha melepas tangan Fina yang masih memegangnya.

"Kenapa?" Dahi Fina berkerut, menyadari ada perubahan emosi pada Sila. "Lo lagi badmood atau kenapa?"

"Nggak papa," Sila menampakkan senyumnya kembali. "Katanya mau liat Audy, yaudah, yuk."

Kali ini, Sila yang menggaet tangan Fina. Untuk kesekian kalinya, Sila memilih mengalah dan menyembunyikan semuanya. Dan untuk kesekian kalinya pula, Sila menjadi orang paling bodoh yang menyia-nyiakan kesempatannya.

Mereka lalu berjalan menuju kelas Audy yang letaknya bersebelahan dengan kelas mereka. Kelas tersebut berada di ruang matematika dan dalam kondisi jam kosong. Kalau tidak salah, sih, Pak Hadi, guru matematika yang harusnya bertugas mengajar jam tersebut sedang ada pelatihan di luar kota.

Fina dan Sila mencari sosok Audy di setiap penjuru kelas, dan menemukan gadis itu sedang berada di sudut ruangan. Namun, Audy tidak sendiri di sana, ada Revan yang berdiri tepat di hadapannya dan segerombolan siswa laki-laki yang diyakini teman-teman Revan.

"Aud— "

Fina yang tadinya hendak memanggil Audy segera dihentikan oleh Sila. "Jangan dipanggil dulu, Audy lagi serius ngomong sama Revan."

"Audy ...," Itu bukan suara Fina yang memanggil Audy barusan, tapi suara itu milik Revan yang sekarang sedang mengambil tangan Audy dan menggenggamnya. "Kamu ... mau nggak jadi pacar aku?"

Semua yang ada di kelas saat itu seketika menghentikan kegiatannya. Mereka mengalihkan pandangan ke wajah Audy yang penuh dengan raut keterkejutan, dan rasa bahagia tentunya. Sebagian dari mereka ada yang merasa sama terkejutnya dengan Audy, dan ada pula yang menanggapinya biasa-biasa saja.

Audy sendiri pun bisa dikatakan sangat terkejut. Matanya membulat dan mulutnya terbuka saat Revan selesai melontarkan pernyataan cintanya barusan. Namun, tidak menutupi fakta bahwa raut bahagia juga jelas terukir di wajah manis Audy. Ia senang karena cinta yang diharapkannya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Terima ... terima ... terima!"

"Audy pokoknya lo wajib terima dia."

"Audy, terima cepetan."

Suasana kelas semakin ramai. Masing-masing anak saling mengompori dan mengolok-olok Audy yang dirasa sangat beruntung bisa ditembak cowok seperti Revan. Maka dengan memberanikan diri, Audy menguatkan genggaman di tangannya dan menatap Revan dengan intens. "Oke, aku terima," Audy menarik napas sejenak. "Kita coba jalanin aja dulu dan lihat seberapa besar kamu sayang sama aku."

"Huuuu ...," anak-anak yang lain tampak puas setelah mendengar jawaban dari Audy, seakan-akan seperti mereka saja yang baru diterima oleh Audy.

"Eh, pulang nanti kita bakal ditraktir sama Audy," celetuk Dian, salah satu teman sekelas Audy. "Dia udah booking tempat di basecamp buat kita-kita."

Audy membulatkan matanya tak percaya. Uang jajan saja dikasih Mama pas-pasan, mana bisa dia ntraktir teman-temannya, yang ada Audy bangkrut dan nggak jajan satu bulan penuh. "Harusnya lo tuh yang ntraktir, bentar lagi kan lo ulang tahun." Balas Audy tak kalah hebohnya.

Sementara di sudut lain, Sila masih berdiri mematung dengan tatapan mata yang hampir kosong, membuat Fina yang juga berdiri di sampingnya merasa khawatir akan sikap Sila yang seperti ini.

"Kamu sakit, Sil?" Fina membalikkan badan mungil Sila ke arahnya.

"Iya, kayaknya. Gue ke UKS dulu, ya, sendirian aja nggak usah diantar."

Sila membalikkan badannya kembali dan berjalan keluar kelas menuju UKS. Fina membiarkannya pergi sendiri karena ia rasa Sila dalam kondisi tidak enak badan dan tidak ingin diganggu. Entahlah, mungkin lagi datang bulan atau efek bergadang semalaman karena nonton drama Korea. Namun, ada sesuatu yang membuat Fina lebih khawatir, yaitu ketika mereka bertatapan sebelum Sila pergi. Fina tahu betul tatapan jenis apa yang tergambar di bola mata gadis itu, tatapan terluka.

---

p.s: sebagian cerita diambil dr pengalaman pribadi. may u can enjoy it 'till the end, xoxo

L O V O R E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang