Di sebuah masa, ketika hal yang asing dianggap sebagai sebuah keajaiban, saat segala hal diawali dengan satu tanda koma dan berakhir dengan satu tanda titik. Di satu sudut waktu yang telah tertinggal jauh di palung zaman, di sanalah segala hal bermula. Di sanalah langkah awal sebuah babad terkisah dari satu napas kehidupan ke generasi selanjutnya.
Tersebutlah dia yang menguasai segala perkara, baik yang bijak maupun yang buruk, memandang takjub pada kilatan cahaya yang menggantung di ruang waktu. Luma namanya, ialah pemimpin tertinggi dari sosok-sosok agung yang nantinya oleh para fana dikenal sebagai dewa dan dewi. Atas segala ilmu yang dimiliki Luma, maka ia mendapatkan tempat tertinggi dalam penciptaan.
Luma menatap satu pendar cahaya kehidupan, lalu ia berkata dalam bahasa agung, "Aku ingin menghidupkan pendar-pendar indah ini ke dalam sebuah dunia." Lalu, Luma pun memasukkan jemarinya ke dalam sungai waktu; membiarkan pendar-pendar cahaya mengelilingi ujung jemari Luma. Atas kuasa Luma, sebuah dunia pun terbentuk. Hanya saja dunia itu hanya berupa cangkang kosong-tiada apa pun selain debu dan langit pekam.
"Lihatlah," ujar Illina, dewi keindahan dan kecantikan. Dialah yang melahirkan kasih. Segala ikatan pernikahan dinubuatkan dalam sumpah suci atas restu Illina. "Tidakkah dataran akan tampak indah jika kita menuang sedikit warna di dalam sana?"
"Benar," aku Luma. "Aku pun merasakan kekosongan di dalam sana."
"Maka," usul Illina, "isilah dataran itu dengan mahluk-mahluk yang nantinya akan menjadi pelayan setiamu."
Menggeleng, Luma menolak. "Tidakkah sebaiknya kalian ikut serta bersamaku? Memberikan napas kehidupan pada setiap mahluk yang akan singgah di dalam sana? Wahai saudara dan saudariku yang luhur, bantulah aku menorehkan kebaikan bagi kita semua."
Para dewa dan dewi saling memandang, menanti salah satu di antara mereka mengambil langkah pertama.
"Maka," kata Dewi Agnis, "biarkan apiku yang membuka kitab pertama penciptaan. Akulah yang akan menjadi penerangan di dataran yang gelap itu."
Dewi Agnis, dari setiap nyala api yang ada, ia pun menciptakan kaum yang nantinya ditakdirkan menguasai daratan barat Benua Lumios. Kaum dengan hati baja dan kehendak sekeras karang, merekalah yang kelak dikenal akan kemampuan bertarung dan kaum yang paling beringas di antara kaum terpilih yang menghuni Benua Lumios.
"Jika Agnis telah memberikan pelita yang akan mengusir sulur-sulur gelap yang ada di sana," ucap Dewa Ise, "maka tibalah saat bagiku untuk menurunkan mereka yang akan merawat dan melindungi dataran utama dari kehancuran."
Dewa Ise, penguasa malam, dari tiap percik air matanya, ia menciptakan kaum yang memiliki kendali atas air. Dari setiap helaan napas Ise, kaum ini diberkati sebuah kekuatan; dikisahkan bahwa anak-anak Ise mampu membekukan setiap mahluk yang melawan kehendak Ise, maka kaum inilah yang nantinya ditakdirkan memberikan kehidupan maupun kehancuran pada mereka yang berhati dengki.
Namun, di antara para dewa dan dewi, ada sesosok dewa yang memiliki perangai buruk. Ia tak senang dengan perbuatan Luma dan saudara-saudarinya. Maka, diam-diam dewa tersebut meniupkan bibit kejahatan di dataran baru. Pepohonan yang diciptakan Luma pun mulai menguning dan layu, sementara bunga-bunga karang yang disayangi Ise mulai terserabut dan koyak sebelum mekar.
Sadar bahwa ada tangan tak kasatmata yang telah menyentuh ciptaanya, Illina pun menangis. "Lihatlah," katanya. "Percik-percik cahaya yang indah itu mulai pudar."
Geram, Agnis pun berpesan, "Luma, saudara kita yang harusnya ikut ambil dalam penciptaan memilih untuk merusak apa yang telah kita bangun. Haruskah aku menghanguskan dunia yang belum lagi mengenal hidup?"
"Saudara-saudariku," tutur Luma. "Sekarang dataran itu telah menjadi tempat bernaung bagi kaum yang ditakdirkan berselisih jalan. Jujur, aku tak terlalu menyukai perbuatan dia yang tak boleh kita sebut namanya. Namun, aku pun tak ingin anak-anak itu tersesat menuju rimba kejahatan."
"Luma," timpal Agnis. "Jika memang mereka nantinya ditakdirkan untuk saling menghancurkan, maka biarkan ... itu bukan wewenang kita. Luma, darimu segala yang baik berasal dan dari yang tak boleh disebut namanya, segala keburukan bermula. Itu sudah digariskan, tak satu pun dari kita yang bisa menghentikan akhir dari penciptaan. Maka, dengan segala kerendahan hati, ciptakanlah kaum yang akan menerangi Lumios."
Mengangguk, Luma pun berkata, "Maka aku akan menurunkan anak-anak yang akan menjadi penunjuk arah ketika kegelapan mendekat."
Dewa Luma, penguasa cahaya dan pemberi kebijaksanaan; ia memberkati setiap mahluk yang tercipta di Benua Lumios. Dewa yang paling tua sekaligus disegani di antara kaumnya, Dewa Luma. Ia menerangi daratan dengan sinar kasih, maka dari setiap percik terang yang ada, mahluk-mahluk beparas rupawan pun terlahir di Benua Lumios.
Maka dimulailah penciptaan atas ras-ras penghuni Benua Lumios. Setiap mahluk yang terlahir dari jemari dewa dan dewi itu memiliki nyawa; mereka bernapas, mampu mencerna fenomena yang ada, bahkan di antara mereka ada yang memiliki niatan buruk. Jika ada terang yang mengesakan segala mahluk yang bernapas, maka di sisi lain sang terang pun akan diikuti oleh kegelapan yang senantiasa meredupkan tiap harapan yang ditanam oleh mereka yang memiliki cahaya. Sudah disuratkan dalam setiap bab penciptaan, maka tak satu pun dari para pemilik kuasa yang mampu membendung alur kehidupan semesta.
Bibit-bibit kejahatan itu ada, tersembunyi di antara hati para mahluk ciptaan, dan menunggu datangnya waktu untuk bertunas dan menebar benih pertikaian. Segala yang indah akan kehilangan daya pikatnya, begitupula dengan kedamaian ... dengki hanya tengah tertidur di dasar palung kegelapan. Ia ada dan tinggal menunggu waktu saja bunga kejahatan pertama mekar di tanah Lumios.
Namun apalah yang para dewa dan dewi itu lakukan, mereka yang meniupkan roh pada mahluk-mahluk rupawan itu sama sekali tidak peduli pada bocah-bocah yang mulai memenuhi Benua Lumios. Para dewa dan dewi membiarkan karya mereka memulai langkah tanpa bimbingan dari entitas yang menyebabkan mereka menjadi ada. Ciptaan-ciptaan dewa dan dewi, mereka yang diberkati dengan sentuhan dewa dan dewi, beberapa mulai membangun istana; memotong pepohonan yang disayangi Luma, menebang tiap batang yang ada, lalu mereka merubah tanah hijau menjadi bangunan megah. Padang bunga pun disulap menjadi perkampungan dan hilanglah sudah ciptaan awal milik Luma.
Miris. Luma menyayangkan akibat buruk dari penciptaan, namun yang paling Luma takutkan adalah kegelapan yang tertidur jauh di palung Lumios. Sebentuk kehidupan purba yang telah lama berdiam di Lumios, sebentuk entitas yang bahkan karena kekuatannya menyebabkan keberadaannya bersifat terlarang. Luma tahu, sangat paham sebab ialah yang mengurung entitas itu ke dalam kedalaman Lumios. Luma mengurung ia yang paling gelap di dasar Lumios agar ia yang paling gelap itu tak akan mencemari Lumios dan alam milik dewa dan dewi.
Tapi kini, dengan segala keesaan yang mulai memudar, Luma pun cemas apabila dia yang tak pernah diharapkan itu bangkit dari alam mimpi dan mulai menelan segala ciptaan dan keindahan yang ada.
Memejamkan mata, Luma mulai menyentuh sisi kelam Benua Lumios yang terpantul di permukaan danau kehidupan. Ia berharap, segala seni yang terlahir di dunia tak akan menciptakan kehancuran.
Maka kukatakan padamu.
Dengarkan, walau ini tak akan menjadi bagian dari lagumu.
Segala yang dilukis oleh saudara dan saudariku.
Segala mahluk elok yang mulai mengisi taman indah itu.
Mungkin salah satu dari mereka akan menjadi penyebab atas dukamu.
Maka dengarkan, dengarkan suaraku.
Saat anak-anak saling menyerang sesamanya.
Maka aku akan menunjukkan citraku.
Percayalah, aku tak akan pernah menyesatkanmu.
Walau yang gelap dan pekam itu lebih menyenangkanmu.Maka inilah sajak yang disenandungkan pada awal penciptaan. Hanya mereka yang terberkati, hanya dia yang disucikan rohnya, hanya dia yang mampu melihat menembus kebatilan dan racun dunia sajalah yang sanggup menarik pengetahuan yang ditinggalkan Luma.
Namun hingga saat kejatuhan tiba, para ciptaan itu tak akan pernah menyadari bahwa yang batil dan bengis tengah menunggu di balik selimut kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Moon (BACA DI DREAME/INNOVEL)
FantasiaRose yang menyukai segala hal yang berhubungan dengan musim semi dipaksa menikah dengan sang pewaris takhta musim dingin. "Dengan atau tanpa persetujuanmu," ucap sang pangeran. "Kau ditakdirkan terikat denganku." HANYA BISA DIBACA LENGKAP DI INNOV...