Part 1: Cloud (3)

89 12 1
                                    


Musim dingin. Kembali. Aku selalu datang ke Amsterdam di musim yang sama. Dan kedatanganku kali ini membawa harapan yang sama, yaitu bertemu Anthony lagi. Meski tak tahu harus lewat cara apa agar kami bisa bertemu kali ini.

Hari-hari awal kedatanganku ke Amsterdam, aku hampir tidak pernah bertemu dengan Anthony. Berhari-hari, melewati minggu pertama, memasuki minggu kedua. Sebentar lagi liburanku di Amsterdam akan berlalu.

Lalu aku mulai mencoba hal-hal konyol, seperti pergi ke toko kelontong di malam hari seperti saat kali pertama aku bertemu dengannya. Aku berharap, aku bisa bertemu dengannya, tetapi ternyata tidak. Lalu aku pergi ke sekolah di mana aku pernah berteduh di terasnya. Aku berharap, aku bertemu Anthony kali ini. Tapi ternyata, tidak. Lalu aku minta izin untuk pergi ke pinggiran Amsterdam, menyewa sepeda dan mengunjungi tempat-tempat yang pernah kami datangi dulu. Aku berharap bertemu Anthony di sana. Tapi ternyata, tidak.

Tidak ada Anthony. Tidak di mana pun.

Aku tidak bertemu Anthony. Tidak di mana pun.

Di mana dia? Apa dia benar-benar datang ke tempat-tempat di mana aku bertemu dengannya, selama aku di Indonesia? Atau, sebenarnya ia tidak pernah sama sekali? Bahkan mungkin tidak ingat kalau tempat tersebut pernah ia datangi bersamaku.

Aku menebak-nebak isi hatiku sendiri. Membandingkannya dengan logika. Sampai akhirnya aku berspekulasi tentang perasaan perasaan Anthony kepadaku.

Mungkin, ia hanya menganggapku seorang kenalan. Mungkin, ia hanya seorang lelaki yang benar-benar baik dan ramah. Mungkin, ia tak pernah menganggapku istimewa. Mungkin, aku menanggapi perhatiannya secara berbeda. Menganggap jalan-jalan kami yang terakhir sebagai sebuah kencan, padahal hanya jalan biasa. Mungkin aku terlalu merindukannya, dan berharap aku bisa bertemu dengannya lagi.

Mungkin. Mungkin. Mungkin. Terlalu banyak kata mungkin. Hampir tak ada jawaban yang pasti.
Dua hari sebelum kembali ke Indonesia. Pagi ini aku... bertemu Anthony. Akhirnya. Di sebuah supermarket. Tapi kali ini berbeda.

Anthony bersama seorang perempuan. Wanita Belanda.

Dan seperti yang kutakutkan, ia mengenalkan perempuan tersebut sebagai seorang...kekasih.

Aku pergi meninggalkan Anthony.

Begitulah rasanya jika terlalu berharap dan semuanya terjawab dengan kenyataan yang mengecewakan.

Aku pulang ke Indonesia, 2 hari kemudian. Melupakan kenangan tentang Anthony. Bukan, tapi angan-anganku tentang Anthony.

***
Indonesia diguyur hujan, berhari-hari. Di kamar, aku duduk di bingkai jendela. Langit gelap, penuh awan mendung. Di jalan, banyak orang berlalu lalang berlindung di balik payung. Tiba-tiba, aku ingat Anthony.

Hari itu, ketika Anthony mengantarkan aku ke rumah, dia bertanya sesuatu di perjalanan.

"Pernah berpikir, kenapa awan hadir lebih dulu setiap kali hujan akan turun?"

"Tidak," jawabku.

"Bukankah artinya sudah jelas, hujan akan turun setelah awan mendung muncul di langit?" lanjutku

"Aku punya filosofi sendiri," suara Anthony menggantung, meninggalkan pertanyaan.

"Apa itu?"

"Karena awan yang paling setia. Menemani hujan hadir untuk bumi, walau setelahnya hujan berlalu begitu saja, menginggalkan awan di atas sana."

Hening.

Sedalam itukah? Aku cuma bisa tersenyum kemudian,

"Manis sekali," sambutku. Dalam hati ia tak tahu ada sedikit debar mendengar filosofi seindah itu.

"Kesetiaan seperti awan, menemani hujan sepanjang zaman, tak tergantikan," lanjut Anthony.

Aku tercenung. Seperti itukah seharusnya? Lalu, jika aku awan, apakah Anthony berarti hujan? Pergi berlalu begitu saja? Ah, aku lupa, ini cuma angan, kan? Tidak ada yang pasti. Termasuk filosofi yang Anthony buat itu.

Aku turun dari bingkai jendela. Menutup dan meninggalkannya. Tiba-tiba ibuku membuka pintu, mengejutkanku.

"Sofie, kau kenal seseorang bernama Anthony?" tanya nya.

"Ya. Kenapa, Ma?"

"Ada telepon dari Amsterdam, Anthony kecelakaan, dan... ia menyimpan nama dan nomor teleponmu di dompetnya. Pihak rumah sakit menelepon ke rumah kita di Amsterdam."

Aku terhenyak. Melompat keluar kamar secepatnya, menuju ruang tengah untuk menerima telepon dari keluarga kami di Amsterdam.

Anthony kecelakaan?


If The Rain Ever AskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang