Black As Night Sky

584 65 0
                                    




Elena tengah menatap langit yang kelam dengan senyuman menghiasi wajahnya, waktu kesayangannya. Langit mendung ikut menjadi pemandangan sekilas bagi Anna yang dalam perjalanan ke kerajaan barunya, dan telah membangun ikatan terhadap kerajaan es.

"Bukankah menyenangkan bisa bepergian di waktu yang tepat?" Elena bertanya pada Tris yang mengikutinya dengan kuda disebelah kereta kuda yang ditumpangi Elena, "Aku rasa keberuntungan berada di pihakku kali ini."

Tris ikut menatap ke langit yang keabuan, mendung tak tentu. Ia tak pernah melihat langit semendung ini. Mungkin memang benar Elena bisa mengatur cuaca. Mungkin benar Elena setara dengan Zeralda, atau bahkan melebihi penyihir Agosa itu. Pikiran Tris benar-benar kacau, semenjak ia banyak berbohong dengan hasil 'buruan'nya yang diberikan kepada Elena.

Berbeda halnya dengan Elena yang tengah menikmati waktu paling menenangkan dalam hidupnya, udara dingin yang sangat ia sukai. Segala hal yang menjadi kelemahan bagi Anna, ia menyukainya.

Kereta kuda Elena memasuki daerah yang tidak dikenalnya sama sekali. Gadis itu merasa harus siaga dan memerintahkan kusir dan seluruh prajuritnya untuk berhenti. Sesuatu yang aneh terjadi disana.

Tris turun dari kudanya dan menghampirI Elena yang berjalan ke depan kereta kudanya. Mereka berdua terpaku melihat pemandangan yang tidak bisa dideskripsikan ini.

Tanah yang dulunya coklat dengan pepohonan tumbuh diatasnya kini dilingkupi es. Tapi bukan es yang berwarna biru, atau putih. Es yang menutupi sesuatu yang berwarna merah bercabang. Seperti api. Mereka berdua bertanya-tanya dalam diam; apa yang sebenarnya terjadi?

Elena menatap jauh menuju entah apa, dan hanya menemukan seluruh daratan dari garis itu dilingkupi es semacam itu. Tidak hanya satu garis ke depan, tetapi menyeruak ke kanan dan kiri membunuh apa saja yang dilewatinya. Elena sendiri tak punya ide akan apa yang terjadi, begitu pula dengan Tris.

"Aku rasa, aku menghadapi orang yang sepadan denganku," Elena berjalan kembali untuk masuk ke kereta kudanya. Saat itu juga ia sadar, siapa yang sedang menunggunya di kerajaannya.

***

Anna turun dari kereta kudanya dan menatap seluruh daratan di sekelilingnya. Gadis itu menghirup udara yang segar, lebih segar dari udara di kerajaannya yang dulu. Yang kini sudah hancur lebur. Membayangkannya saja gadis itu sudah merasa ingin membunuh.

Anna berjalan maju, seiring jejak kakinya yang merah membara menyambar rumput dibawahnya, lalu melakukan tugasnya untuk membakar sekeliling daratan seperti yang diinginkan Anna. Gadis itu terus berjalan sampai ke depan sebuah bunga mawar hitam, sehitam malam. Gadis itu menatap mawar itu sebentar. Hitam, sehitam malam, sehitam helaian rambut Elena, sehitam kerajaan Elena, sehitam mata Elena, Elena.

Gadis itu selalu tenggelam di dalam lamunannya mengenai kakaknya yang bahkan sampai sekarang tidak ada kabarnya. Selain ia bergantung kepada prediksi Zeralda tentangnya yang akan menyerang kerajaan es.

Seakan ia bisa. Anna cekikikan.

Api yang tadinya datang dari balik telapak kaki gadis itu telah membakar tanah dalam garis yang lurus, melingkari dataran yang cukup besar dimana Anna berdiri ditengah datarn yang ia tandai untuk menjadi wilayahnya itu. Mawar hitam itu ia bakar dengan bola api yang ia tepiskan dengan kejam. 'Aku benci apapun yang hitam.'

Anna berhenti dengan pikirannya yang melayang jauh entah kemana mengenai kakaknya itu, lalu kembali fokus dengan tujuannya datang ke tempat itu.

Gadis itu membungkuk dan menempelkan ujung jarinya ke tanah di hadapannya, lalu mengamati dengan apa yang terjadi setelah itu;

Api menjalar dari satu titik, dan memecah ke lima titik berbeda dan pada satu titik yang lain baranya semakin beringas dan membentuk spiral. Anna mengangkat tangan kanannya, diikuti dengan api yang sudah berhenti di titik yang lumayan jauh darimana Anna berdiri.

Api itu menjalar naik keatas, menutupi penglihatan dengan dinding abu mengilap terbuat entah dari apa terus bertambah tinggi dan tinggi tiap detiknya. Anna telah membuat bentengnya sendiri.

Gadis itu berjalan masuk ke dalam bentengnya, seiring dinding-dinding pembatas antara wilayahnya dengan hutan terus bertambah panjang ke kiri dan kanan. Ia menciptakan istananya diatas bukit dengan menara-menara yang seakan siap untuk menusuk langit tertinggi.

Kini gadis itu memiliki kerajaannya sendiri.

Hana, serigala besar peliharaannya berjalan mendekat kearahnya. "Hana-ku sayang, kerajaan ini patut diberi nama," Gadis itu membelai halus bulu keabuan Hana dengan sayang, "Vierith, biarlah dewa memberkati kami."

***

Elena sampai di perbatasan antara hutan dan kerajaan es. Gadis itu tahu Zeralda bukan wanita yang tidak punya persiapan. Penyihir dari Agosa itu menjadi seorang penyelamat semenjak ia mampu menandingi kekuatan es yang liar. Elena tidak suka tingkah laku Zeralda yang sok pahlawan itu.

"Tris, sisir dari arah barat," Tris mengangguk lalu segera bersiul memanggil bawahan-bawahannya yang telah dipilih oleh dirinya sendiri dan mulai penyisiran dari barat, sesuai perintah Elena.

Lalu gadis itu mendapati bahwa Zeralda telah bersiap untuk menyerang dengan ribuan prajuritnya yang berpakaian zirah yang terbuat dari es. Gadis itu tak terkejut sama sekali. Zeralda sendiri menunggangi seekor kuda putih. Wanita itu dibaluti baju zirah putih yang menutupi tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung jari jemari kakinya.

Kini Elena paham mengapa masih belum ada orang yang mengenali, atau menatap Zeralda secara langsung. Bahkan pada saat akan perang pun, wanita itu menutupi identitasnya dengan ketat.

"Astaga, Zeralda," Elena tersenyum, "tidak perlu kerepotan memakai baju zirah," Elena tertawa menyeramkan.

"Lagipula kau akan kalah," Mata Elena menghitam seiring dengan nampaknya asap hitam muncul di kedua kaki dan tangannya. Ujung jari-jemari gadis itu yang tertutupi dengan cakar dari kristal hitam, kini berubah menjadi cakar-cakar dari timah dengan sentuhan ukiran-ukiran rumit. Asap di kaki gadis itu membentuk beberapa peledak reinkarnasi; yang jika sudah meledak, dapat berfungsi kembali.

"Sudah siap untuk kalah, Zeralda?" Elena tersenyum dengan matanya yang telah sepenuhnya hitam.

To Be Continued

Tritanian History : Long Path She TakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang