Author's POV
Calista menyandarkan kepalanya pada jendela mobil dan menatap ke arah jalanan. Dia mengabaikan calum yang sedari tadi mencoba membujuknya bicara.
"Cal."
"Calista."
"Sayang."
"Damn it, cal!"
"Calista hood!"
Calum sedikit berteriak kesal karena calista terus mendiaminya. Sejak pertengkaran kecil mereka di kampus tadi, calista tidak mengeluarkan sepatah kata pun, yang mana itu membuat calum semakin frustasi atas sikap calista terhadapnya.
"Hari ini gue traktir ice cream."
"You need to eat that icy thing to calm down your mood."
Calum menghela nafas menahan kesabarannya saat calista tidak memberikan reaksi apapun. Kali ini calum dalam masalah besar. Dan dia tahu itu.
Calista white Irwin.
Dia berbahaya saat marah besar.
Benar-benar berbahaya.
Calum lebih memilih calista dengan versi cerewet dan menyebalkan ketimbang calista dengan versi dingin dan acuh.
Calista akan diam selama seminggu. Diam dalam artian dia benar-benar tidak mengatakan apapun sama sekali pada calum. Jika telah melalui fase 'silent treatment', calum masih harus melalui fase 'step mother treatment'. Step mother treatment adalah fase tersulit. Karena calista akan menyita semua fasilitas calum termasuk dengan no-kiss-or-hug.
"Turun. Udah sampe." Kata calum pelan, namun calista sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari tempatnya.
Dan sekali lagi calum harus menahan kesabarannya.
"Jangan sampe gue gendong. Lo gak bakal seneng digendong dalam keadaan 'silent treatment' lo itu. Lo engga akan bisa teriak atau nyuruh gue berhenti."
Calista langsung turun dari mobil dan menutup pintunya dengan kasar membuat calum menggelengkan kepalanya.
Calum pun menyusulnya. Dia melihat calista sudah mengambil tempat duduk di ujung ruangan kafe sambil memainkan ponselnya.
Calum memesan strawberry ice cream with toping cookies and almond. Setelah pesanan siap, calum menghampiri calista yang masih asyik berkutat dengan ponselnya.
"Matiinn hape lo. Makan ice creamnya." Perintah calum.
"Udah gue pesenin kesukaan lo. Seenggaknya dimakan dulu." Kata calum lagi saat calista masih belum menyentuh semangkuk ice cream di hadapannya.
Dengan berat hati calista mematikan ponselnya dan memakan ice creamnya. Suasana menjadi canggung bagi calum. Karena biasanya dia mendengar suara nyaring calista menceritakan hal-hal konyol, tapi sekarang justru keheningan yang dia rasakan. Dia merasa seperti hantu yang tak kasat mata bagi calista.
"Calista?" Calum dan calista langsung menoleh. Calista menatap pemuda di hadapannya itu dengan raut wajah bingung.
"Calista Irwin kan?" Tanya si pemuda itu memastikan dan calista mengangguk ragu.
"Gue Luke. Luke hemmings. Gue temen lo di elementary school dulu. Inget gak?"
Calista mengernyitkan dahinya mencoba mengingat wajah pemuda di hadapannya ini yang mengaku bernama Luke.
Lalu tiba-tiba calista menjerengkan matanya dan bangkit berdiri kemudian memekik. "Astaga Luke!"
"Lo apa kabar? Gila! Lo si pengiboy itu kan?" Tanya calista antusias. Pengiboy adalah panggilan calista untuk Luke karena dia sangat menyukai penguin.
Dengan gerakan reflek Luke langsung memeluk calista erat tanpa menghiraukan seseorang yang sedang menatap mereka risih.
"Gue kangen banget sama lo, calie!"
"Ekhem." Seseorang berdeham menginterupsi mereka. Luke langsung segera melepas pelukannya, sedangkan calista memutar matanya.
"Hi. Gue Luke. Temen masa kecilnya calie." Ucap Luke ramah memperkenalkan dirinya pada calum. Tangan Luke yang terulur diacuhkan begitu saja oleh calum, dia justru menatap Luke dengan tatapan tidak suka. Dengan canggung pun Luke menurunkan tangannya.
"Just ignore him, pengiboy. Btw lo apa kabar? Lo berubah banget!" Kata calista berusaha mencairkan kecanggungan Luke.
Luke tertawa renyah. "Gue baik. Berubah gimana?"
"You look.... Wow. Puberty hit you so damn right, huh?" Kata calista takjub memandangi Luke dari atas sampai bawah.
"So do you. You look hot tho." Kata Luke membuat calista merona.
"Apa udah selesai reoninya? Kita pulang, cal." Kata calum dingin dan menarik tangan calista. Calista menepis tangan calum dan bersembunyi dibalik tubuh Luke.
"Calista. Pulang. Sekarang." Kata calum menggeram pelan.
"Pengiboy, tell him you will ride me home."
"Calista Irwin!" Calum membentaknya.
Luke yang berada di tengah pertengkaran sepasang kekasih ini hanya menggaruk tengkuk lehernya. Merasa bersalah dan canggung.
"Pengiboy, could you please take me home and tell him to do not meet me before he know how to respect a woman gently."
"Gue tau lo marah sama gue. Tapi engga begini, calista. Don't you dare to break our rules!"
Mereka memang memiliki peraturan aneh. Yang diantaranya adalah:
1. Jika salah satu sedang marah, tidak di izinkan untuk memanfaatkan orang lain sebagai tameng.
2. Kata putus hanya berlaku pada calum, tidak pada calista. Jadi hanya dia sendiri yang bisa mengakhiri hubungan mereka.
3. Last but not least. Siapapun yang berbohong harus mengirimi pesan berisikan 'I won't lie again' sebanyak 100 pesan dan tidak boleh dicopy paste. Harus benar-benar diketik setiap pesannya."Fuck. Hape lo mana?" Tanya calista pada Luke.
"Buat apaan?"
"Siniin bentar."
Luke pun memberikan ponselnya pada calista. Lalu calista mengetikkan sesuatu pada ponsel Luke dan mengembalikannya pada Luke.
"Call me later. Okay?"
*****
Awal-awalnya emang calum minta bgt di halalin, tapi lama-lama dia bikin gue ingin berkata kasar :))))
Gue masih belajar bikin narasi yg bagus dan detail jd maklumin yaa kalo berantakan :')