BAB 5

7 2 0
                                    

"Dav, lo kenal sama perempuan yang kemaren dari mana?"

Kepo Tsabita.

"Hm?"

David hanya mengangkat sebelah alisnya, meminta Tsabita untuk mengulang pertanyaannya.

"Lo kenal sama perempuan yang kemaren dari mana?"

Dengan sedikit kesal, Tsabita mengulanginya.

"Perempuan kemaren?"

Tanya David balik.

"Iya, yang kemaren!"

Taraf kesabaran Tsabita semakin berkurang.

"Ehm, Evelyn maksud kamu?"

David berdehem mengatakannya, karena merasa sedikit asing ketika dirinya mengucapkan nama Evelyn.

"Oh, namanya Evelyn ya? Kemaren malem, keluarga gue sama keluarga dia, makan malem bareng."

Curhat Tsabita sambil memperhatikan David yang sedang menyalin PR Bahasa dengan seksama.

David tiba-tiba menghentikan aktifitasnya dan menatap Tsabita, seolah meminta Tsabita untuk menjelaskannya lebih rinci.

"Maksudnya?"

"Ya, cuma ketemu aja. Dan gue rasa, dia enggak kaya yang lo bilang.."

Ucapan Tsabita tadi, lebih membela Evelyn dibandingkan setuju dengan apa yang David katakan, sebulan yang lalu.

"Enggak, dia emang perempuan yang gitu sifatnya."

Sanggah David, melanjutkan kembali kegiatannya yang tertunda.

Tsabita mengerlingkan matanya, kembali tidak peduli terhadap David.

"Dav,"

Panggil Tsabita kecil.

"Hm, apaan sih?"

Dengan sedikit kesal, David mengalihkan pandangannya ke Tsabita.

Namun, ada hal yang berbeda. Mengapa Tsabita menjadi berisi dan pendek?

"Kenapa kamu memperhatikan saya seperti itu, David?!"

"Eh, Ibu..."

David terkekeh sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kenapa kamu baru mengerjakan PR sekarang? Bukankah Ibu memberi tugas seminggu yang lalu?"

"Saya sibuk Bu,"

"Sibuk apa?!"

"Ibu kepo, nanti juga Ibu tau."

Bukannya ketakutan, David malah tersenyum sambil membayangkan sesuatu yang hanya Tuhan dan dirinya yang tahu.

***

Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 10 tepat. Bel berbunyi di seluruh area sekolahan.

Guru Bahasa Inggris di kelas Evelyn segera meninggalkan kelas yang disambut sorakkan bahagia dari kelas tersebut.

"Ev, lo mau ke kantin gak?"

Ajak Adrian sambil memasukkan buku paket ke dalam tasnya.

"Em, enggak usah. Aku udah bawa bekel dari rumah, terus mau ke taman belakang."

"Ngapain kesana? Orang-orang bilang disana sepi terus nyeremin tempatnya.  Kita ke kantin yang lebih rame aja,"

Bujukan yang terasa sedikit memaksa itu membuat Evelyn terpaksa menatap mata elang Adrian.

BLANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang