22:: Weak Heart

1.5K 82 9
                                    

"Now that I have loved so purely and deeply, I have realized how lonely really I am."

***

"Mulai sekarang, kita putus!" Tegas Adit.

"Dasar cowok brengsek!"

Bugh!

"Zevan!?"

Aku menutup mulutku sendiri kala Zevan tiba-tiba datang dan menonjok rahang Adit hingga membuat cowok itu terhuyung ke belakang.

"Adit!" Tara yang juga syok, langsung mendekati Adit. "Lo nggak papa 'kan?"

"Pasangan yang pas. Sama-sama busuknya," ucap Zevan sarkastik sambil bergantian menatap keduanya.

Aku masih terperangah di tempatku berdiri. Tak ada yang bisa aku katakan selain melihat semua kejadian ini tanpa berkomentar sedikit pun.

Adit mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah karena bogeman mentah dari Zevan. "Ngapain lo ikut campur?!"

"Kenapa? Nggak suka?"

"Sialan!"

Adit seketika berdiri dan membalas pukulan Zevan dengan telak. "Jangan pikir gue nggak bisa ngelawan lo ya!"

Zevan tersungkur tepat di depanku berdiri. Adit dengan beringas menarik kerah seragam Zevan, memaksanya untuk berdiri dan kembali melayangkan sebuah pukulan pada wajahnya.

"Lo itu bukan siapa-siapa di sini, jadi nggak usah berlagak jadi pahlawan kesiangan!"

Zevan pun tak mau kalah, ia juga mencekal seragam Adit lalu memukul wajahnya untuk yang kedua kali. "Masih mending gue, daripada elo banci kelas kakap! Daripada nyakitin cewek, mending lo main boneka sana. Biar lo tuh sadar kalo cewek juga punya perasaan!"

Aku semakin menangis melihat pertengkaran itu. Hatiku terasa semakin sakit saja, apalagi alasan mereka bertengkar adalah aku. Sementara aku yang sebagai penyebabnya, hanya bisa berdiri dengan tangis yang tidak ingin berhenti.

"CUKUP!" teriakku tak tahan lagi dengan keadaan yang menyakitkan ini.

Semuanya berhenti, termasuk Zevan dan Adit. Dengan mata yang sedikit bengkak, aku menatap mereka secara bergantian sambil merapal doa untuk hatiku sendiri.

"Cukup, udah cukup gue lihat semua ini, " ujarku setengah terisak. "Gue emang bukan yang terbaik, tapi gue nggak pernah berpura-pura dalam mencintai lo, Dit."

Aku menatap Adit dengan pandangan terluka. "Kalo emang perpisahan yang lo mau, oke, gue yang akan pergi. Seenggaknya gue udah berusaha nahan lo demi gue. Tapi seseorang pernah bilang," aku ganti menatap wajah Zevan yang juga terluka karena pukulan dari Adit. "Kalo orang yang paling lo sayang memilih untuk pergi, yaudah lepasin. Jangan berusaha menahan seseorang yang bahkan melepaskan genggaman di saat yang bersamaan. Kini gue tau, gimana rasanya patah hati dan itu semua karena lo, Dit."

"Gue minta maaf kalo selama ini belum pernah bikin lo bahagia, tapi setelah ini gue harap lo nggak bakalan ngebuang orang yang tulus mencintai lo demi seseorang yang nggak sengaja bikin lo ngerasa bahagia untuk sesaat." "Semoga lo bahagia, dan gue harap nggak akan ada namanya penyakit benci setelah perpisahan ini. Makasih, Dit, meskipun cinta lo cuman sementara, tapi gue tetep bahagia. Karena lo cinta, sekaligus pematah hati pertama buat gue."

Aku pun berjalan mendekati Zevan, meraih tangannya dan mengajaknya pergi dari halaman kosong belakang perpustakaan sekolah. Mungkin ini memanglah yang terbaik, perpisahan adalah satu-satunya cara agar hal buruk tidak akan terjadi di masa depan.

The Promise [New Version] | COMPLETE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang