3• "Kepalang Malu"•

492 216 201
                                    

Angin bersemilir tenang, menerpa wajah dan geraian rambutku. Aku berdiri menatap timbunan tanah membayangkan apa yang sedang dilakukan mahkluk di dalamnya.

Walaupun mungkin ia telah hilang dan berhambur dengan uraian tanah bersama rerumputan yang lalang-melintang.

Aku duduk pada sela-sela batu yang mengitarinya, air mataku kembali menetes membuat sekujur tubuhku kembali meronta-ronta kesakitan. Aku menyetarakan tubuhku tepat pada batu nisan yang bertuliskan

          Nama: Jonathan Agatha
           Lahir: 15 Januari 1992
             Wafat: 28 Juli 2013

Tanganku bergetar menelusuri setiap tulisan yang terukir samar pada satu sudut.

"Hai Kak, maafkan aku terlalu lama tidak menjengukmu. Apa kabarmu kuda poniku yang paling jelek?" tanyaku tersenyum tipis, memanggilnya dengan sebutan masa kecil kami.

Ia adalah kuda poniku yang telah hilang dan mengembara ke suatu tempat yang tak dapat kutemukan, yang hilang ditelan ruang dan waktu.

Dalam kesunyian dan kesepian yang ku rasa, seketika aku merasakan sebuah tangan menyentuh pundak-ku. Senyumku semakin mengembang dan aku menyeka air mataku yang masih menggenang.

Dengan linglungnya aku berkata, "Apakah itu kau Jo? Aku tidak akan takut jika kau..." ucapanku terpotong saat seketika suara lantang menyadarkanku.

"Hey! Sadarlah Adele! Ini aku, C-A-L-I-S-T-A!" teriaknya, meneloyor kepalaku sembari menyebutkan namanya huruf demi huruf.

Seakan tersadar dari mimpi kelabuku, aku menggeleng jengah dan mendapati sosok Calista di depanku sedang bersedekap.

"Del...ayo, jika kau terus menangis, kakakmu tidak akan tenang di sana. Tersenyumlah, aku yakin kakakmu pasti bahagia." ucapnya duduk di sebelahku dan merangkulku.

Sedikit perasaan kecewa menyergap jiwaku. Walaupun ini gila, tadinya aku berharap dia ada di sini, menemaniku sebentar saja.

Aku memang tidak akan takut seandainya dia datang, karena aku selalu merasa tenang dan nyaman di sisinya.

Perkataan Calista semakin membuatku hilang arah, lidahku kelu, seperti tidak dapat berkata apapun.

Dengan begitu air mataku kembali mengalir deras. Dia memeluk-ku dan membiarkan diriku tenggelam pada pundaknya, membasahi setengah dari pakaiannya.

"Kenapa ia terlalu cepat meninggalkanku, Cal?" tanyaku di sela-sela isakanku yang bertubi-tubi.

"Kau tahu Del? Aku yakin, pasti kak Jo juga tidak ingin meninggalkanmu. Ini semua di luar rencana dan keinginannya. Tapi kita semua, termasuk kau dan aku tidak bisa melawan takdir Del... Tuhan pasti punya rencana di balik semua ini. Percayalah padaku," ucapnya di balik telingaku.

Aku mengangguk-angguk mengerti, sangat mengerti.

"Aku tahu kau kuat Del, kapanpun kau membutuhkanku, aku akan selalu ada untukmu. Aku mungkin tidak dapat berbuat apa-apa, namun aku bersedia menjadi pendengar terbaik-mu. Ingat itu Del, kapanpun kau membutuhkanku..." ucapnya menenangkanku.

Aku menarik tubuhku dan tersenyum padanya, aku sungguh bersyukur di sampingku aku masih memiliki orang-orang yang menyayangiku, orang-orang yang selalu ada untukku, selalu ikut bersatu dalam kebahagiaan dan kesedihanku, dan tidak pernah membiarkanku sendiri.

"Terimakasih Cal, kau memang sahabat terbaik-ku..."

Belum selesai aku mencurahkan semua rasa terima kasih-ku, dia sudah melonjak kegirangan dan seperti biasa, terlalu percaya diri, "Aww...kau tidak perlu terlalu memujiku seperti itu, sudahlah...aku tahu aku memang baik,"

Youre My AmsterdamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang