(3)

540 63 18
                                    

Minghao berlari menerjang hujan dengan payung oranye bermotif kerang miliknya. Hujan sepertinya betah sekali mengguyuri kota ini sejak semalam. Perlu waktu setengah jam untuk berlari dari halte kemari, padahal biasanya hanya sepuluh menit saja. Ia segera berlari menuju teras perpustakaan dan menutup payungnya.

Bibirnya bergetar kedinginan dan bagian bahunya basah kuyup terkena hujan. Dia seperti orang konyol saja, berdandan heboh seperti akan kencan padahal cuma mengerjakan tugas dan malah kebasahan.

Tunggu, apa dia berpikir kata 'kencan' tadi--? Ya ampun, bodoh betul kau minghao! Bisa-bisanya berpikir begitu!, rutuknya pada diri sendiri dan mulai memukul-mukul kepalanya.

"Sedang apa? Jangan bertingkah konyol seperti orang kurang waras begitu."

Minghao menoleh dan menemukan junhui menghampirinya dari lobi. Sesaat minghao tertegun melihatnya. Selama ini junhui yang ia lihat hanyalah junhui yang memakai seragam sekolah, baju olahraga hasil pinjaman anak kelas lain atau kadang hanya mengenakan kaus dalam saat kepanasan. Tapi jun yang ini sangat berbeda.

Ia mengenakan kemeja putih bermotif sederhana dibalut dengan blazer abu-abu dan celana jeans potongan lurus. Baru kali ini minghao melihatnya berpakaian casual. Dan harus ia akui --junhui sangat tampan.

Apa, tampan? Kok kau bisa terpesona olehnya sih? Dasar gadis bodoh. Ia kembali memukul kepalanya.

"Nah, nah, kau bertingkah konyol lagi kan sekarang. Aku sekarang heran bagaimana bisa orang sepertimu ranking satu. Kau lebih aneh dari tingkahmu di sekolah".

"Eh, eh-- anu, aku tidak-- hei, berhenti mengejekku"

"Haha, bercanda! Keringkan dulu tubuhmu. Aku akan membeli minum disana. Kemarikan payungnya, biar kutaruh dekat payungku." Bisik junhui mengambil payung dari tangan minghao dan sebagai gantinya menyerahkan selembar handuk.

Belum sempat minghao mengucapkan terima kasih, ia sudah berlalu. Menyisakan punggung lebarnya.

Dan juga minghao, yang lagi-lagi terpesona.

----

Untuk ukuran peringkat tujuh puluh dari sembilan puluh lima orang di angkatan mereka, sebenarnya junhui tidaklah bodoh. Malah menurut minghao junhui tergolong cerdas, dilihat dari caranya berbicara dan berdiskusi selama satu jam ini.

"Nah, berarti tugasku hanya mengetik ulang ini dan menggabungkannya bukan? Aku percaya kalau kau akan membuat power point  sebagus mungkin."

Minghao mengangguk pelan. Kalau sedang serius begini sebenarnya jun terlihat tampan, terlebih ia sekarang memakai kacamata (yang baru diketahui  kalau dia minus sehingga tidak bisa membaca tulisan di papan tulis dan bersikeras tidak mau memakai kacamata di sekolah karena akan 'meruntuhkan image cool bad boynya' --membuat minghao mual mendengarnya).

"Apa? Kenapa kau memandangi ku?" , pertanyaan jun sukses membuat minghao gelagapan.

"Hah, tidak kok-- pede sekali kau ini"

"Iya, aku memang tampan. Kau pasti baru menyadarinya sekarang kan? Belum terlambat kalau kau menyukaiku, asal kau mau berdandan sedikit aku bersedia saja kencan denganmu"

Minghao ingin muntah mendengar omongan jun yang kini mengibaskan rambut dan memakai beanie abu-abu.

"Hentikan omong kosongmu", bisik minghao sambil menulis di buku catatannya.

----

"Hei, aku lapar"

"Lalu?"

"Kau janji akan mentraktirku pancake kan?"

"Kapan aku bilang--"

"Kau telat sepuluh menit nona xu"

Minghao menghela napas mengiyakan, kenapa ia baru sadar kalau jun ternyata teliti dan perhitungan?

"Nah, bereskan alat tulismu. Aku tahu cafe yang menjual waffle dan pancake terkenal di daerah ini. Belum terlambat jika kita pergi sekarang."

-------

Minghao terperangah melihat lelaki di depannya ini sudah menghabiskan dua porsi pancake sementara ia sendiri masih berusaha menghabiskan separuh pancake yang tersisa di piring.

"Fyuh, aku kenyang~~" , jun berkata lega sambil menepuk perutnya senang.

"Apa semua anak lelaki sepertimu, makan cepat, rakus, dan belepotan?" balas minghao tidak habis pikir.

"Koreksi, aku tidak rakus. Kalian saja perempuan yang gengsinya keterlaluan. Mana bisa kenyang jika makan satu pancake? Kau harus makan minimal dua, tahu. Tidak peduli sedang makan dengan teman atau saat kencan", jun menyeruput vanilla milkshake.

Tunggu, apa dia tidak salah ucap? Jelas-jelas minghao mendengar kata 'saat kencan'-- apa jun ingin menggoda nya lagi seperti biasa? Dia bersungut mengira.

"Tapi kukira kau tidak suka makan makanan manis seperti ini"

"Huh? Aku jarang makan bukan berarti tidak suka. Hanya saja saat kami lelaki makan bersama tentu saja pilihan makanannya bukan makanan ringan seperti ini, karena jelas tidak mengenyangkan. Lagipula...."

"Kenapa?", tanya minghao penasaran.

"Bukankah anak perempuan yang manis suka kencan romantis seperti ini? Makan kudapan dan mengobrol? Karena kau bukan gadis manis jadi... kurasa makan makanan manis akan menjadi kompensasi yang baik, hehehe". Jun terkekeh saat minghao merah padam dan bersiap memukulnya dengan tas jinjing.

"Aku bercanda. Kenapa kau selalu emosi saat kuajak bercanda sih?"

"Karena kau selalu menggoda dan mengejekku"

"Aku melakukannya karena wajahmu manis kalau seperti itu. Apalagi kalau kau merengut dan menggembungkan pipimu seperti sekarang. Kau manis"

Minghao sontak memperbaiki ekspresinya, apa benar barusan ia bertingkah imut di depan junhui? Dan dia bilang... kalau minghao manis? Pipinya panas dan ia beralih menunduk menepuk pipinya.

"Kau tahu kenapa aku selalu tidur dan mengganggumu di kelas?", minghao mendongak dan melihat junhui yang kini menatapnya intens. Jantungnya berdebar.

"Sederhana saja. Karena aku ingin diperhatikan olehmu. Aku tidak mau kau melihat lelaki lain jadi aku selalu berusaha merepotkan dan membuatmu melihatku. Kekanakan bukan? Aku berharap tingkahku ini tidak memberatkanmu." Sambung junhui. Sepertinya dia bersungguh-sungguh saat mengucapkan nya. Minghao bisa merasakan kesungguhan dari tiap perkataannya.

"A--aku--"

"Tenanglah. Aku bukan sedang mengungkapkan perasaan padamu. Belum saatnya. Kau santai saja. Aku hanya ingin kau tahu, kalau aku juga ingin diperhatikan lebih olehmu. Aku akan berusaha sebaik mungkin agar bisa sejajar denganmu. Akan kutepati janjiku untuk masuk lima besar. Apa kau mau menungguku?", jun tersenyum dan menyodorkan kelingkingnya di hadapan minghao.

Kali ini minghao balas tersenyun sebelum menautkan jemarinya. "Aku akan menunggu, wen junhui."

Janji kedua yang mereka buat.

[FF] Those Bygone Years [JunHao Seventeen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang