PROLOG

477 48 0
                                    

Angin musim gugur terus menerpa tubuhku, menggelitik perlahan melalui permukaan kulit. Aku berbaring menutup mata menikmati aroma daun musim gugur yang masih berada di tangkainya dan sedang melakukan fotosintesis, tidak berbau memang tapi entah mengapa aku suka menyebutnya seperti itu.

Aku tidak pernah merasa seperti ini, tidak pernah merasa setenang ini saat merindukan orang lain. Rindu? Bolehkah aku merindukannya? Maksudku, bolehkah aku menyebutnya sebagai perasaan rindu? Aku tidak berharap bertemu dengannya, tak pernah. Mendengar suaranya? Entahlah aku lupa bagaimana suaranya saat ia mengeluarkan kata-kata. Menatap matanya? Pertemuanku dengannya sangat singkat, dan aku tidak pandai menghafal wajah seseorang, mata apalagi.

Selalu ada saat dimana aku teringat akan kenangan saat bertemu dengannya. Bukan sebuah kejadian spesial, bukan juga kejadian yang romantis. Aku hanya merasa bertemu diriku sendiri saat itu. Dan saat kenangan itu datang aku selalu berakhir di tempat ini. Bukan, bukan tempat aku bertemu dengannya. Ini adalah tempat aku membesarkan kucingku dulu, saat aku tidak berani membawanya pulang karena ibu tak akan membolehkannya tinggal.
Suatu hari aku melihatnya, bersama kucingku. Saat hujan dan tengah malam, ditengah jalan raya. Ia berjalan mengendap membawa kucingku dalam tas ransel yang ia selempangkan ke depan, ia terus mengendap mencoba menjaga ketenangan tidur kucingku. Aku menghampirinya, menuntunnya menuju rumah kucingku. Ia meletakkan kucingku dengan sangat hati-hati. Selepas itu ia tak berucap kalimat lain selain "kucing ini sangat lucu, harusnya aku membawanya pulang. Tapi sepertinya ini milikmu." Lantas ia pergi meninggalkanku yang masih hanyut dalam perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Hanya sesingkat itu, aku terus kecanduan. Sesingkat itu aku hingga kini terus mengenang.

REMINISCENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang