Bagian 2- Friendship

29 1 0
                                    

Hari minggu, pagi-pagi sekali Dita kedatangan ketiga sahabat koplaknya, Kalisa, Aura, dan Kiya.

"Weih.. Tumben banget lo bertiga datang pagi-pagi buta begini? Nggak pakek ngasitau lagi. Ada apakah gerangan?." Dita menaikkan sebelah alisnya sambil bertanya menyelidik. Soalnya tumben banget kalau ketiganya datang pukul delapan begini. Bisanya kalaupun pengen datang, pasti waktunya siang atau paling tidak ngabarin dulu.

"Hihihi. Slow, slow Dit. Kedatangan kita ke sini murni tanpa maksud dan tujuan apapun, hehehe," Kalisa menjawab.

"Oh gitu," ucap Kalisa singkat. "Yaudah yuk ke kamar gu...." Kalimat ajakan Dita terpotong. Dia malah heran melihat ketiga temannya yang celingak- celinguk seperti sedang mencari sesuatu di rumahnya.

"Hoiii... Lo pada kenapa sih???" tanya Dita heran.

"Ekh, hehehe. Nggak ada apa-apa kok Dit," Kalisa menjawab dengan ekspresi salah tingkah.

Sebaliknya, tanpa basa-basi Kiya langsung nyosor dengan pertanyaan yang dari tadi sudah ada di otaknya."Eh Dit... kakak lo yang ganteng itu mana? Kan kmaren lo bilang bakal dateng. Apa udah nyampe di rumah lo."

Kiya yang terlihat blak-blakan itu membuat Kalisa gemas. 'Monyong ni bocah. Ember gitu sih mulutnya?' gerutu Kalisa dalam hati.

Aura cuma bisa tersenyum melihat tingkah Kalisa dan Kiya. Dia merupakan yang paling kalem dan dewasa di antara empat sekawan itu. Sementara, Dita masih belum ngeh dengan maksud kedua temannya itu.

"Oh... kakak gue. Iya, udah nyampe kok kemarin malem," kata Dita.

"Trus trus, sekarang kakak lo ntuh dimane?" tanya Kiya nggak sabaran.

"Tadi lagi keluar sih. Emang kenapa?"

"Ah elah, kok kenapa sih?" sambut Kiya lagi. "Kita-kita pan pagi-pagi buta ke sini mau liat kakak lo yang gantengnya maksimal abis itu."

Kiya yang ceplas-ceplos itu membuat Kalisa membulatkan matanya, bertambah gemas saja dia melihat ulah Kiya. Aura menutup mulutnya dengan tangan kanannya, tawa tertahan bersembunyi di baliknya. Meski punya maksud yang sama dengan Kiya, tapi Kalisa memilih untu lebih menjaga gengsi di depan Dita. Gadis yang penampilannya lebih mirip model itu masih mencoba stay cool meski perasaannya juga menggebu-gebu ingin berkenalan dengan kakaknya Dita.

"Oh gitu. Bilang dong daritadi," ucap Dita yang baru saja ngeh dengan maksud teman-temannya.

"Emang pergi kemana?" tanya Kiya, masih penasaran.

"Kata si Bibi sih tadi pergi Jogging."

"Emang lo kaga nahan dia?" kata Kiya dengan konyolnya.

"Ngapain coba gue nahan-nahan, emang abang gue tahanan?"

"Ya seenggaknya lo kasi kesempatan buat kita kenalan." Kiya masih ngeyel.

"Salah sendiri ya. Lagian juga pada dateng tiba-tiba. Mana gue tau maksud lo pada sebenarnya mau kenalan ke kakak gue."

Kiya terdiam. Bener juga yang dikatakan Dita, pikirnya. Kalisa juga memilih diam supaya nggak terlihat ngebet banget.

Melihat ekspresi pasrah campur kecewa dari Kiya dan juga Kalisa, sepertinya, Dita merasa nggak enak juga. "Udah ah, jangan jelek gitu mukanya. Tungguin aja, ntar lagi palingan juga balik," Dita menghibur.

Drrttt...drrttt... Ponsel Dita tiba-tiba bergetar. Dia pun mengambil benda bergetar itu dari kantong daster tidurnya. Diliriknya ke layar, ternyata dari Gerhan. Dengan bersemangat Dita menempelkan ponselnya ke telinga.

"Halo yank?" Suara Dita yang terdengar manja membuat temannya meledek, cie cie... Dita hanya tersenyum diledekin begitu. Kemudian dia melangkah keluar dan duduk di kursi panjang yang ada di beranda rumahnya.

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang