Bagian 3A- Balikan

17 2 0
                                    

Sudah seminggu Gerhan dicueki oleh Dita. Terasa juga aura kesepian di hidup Gerhan tanpa kebawelan gadisnya itu. Selama ini, Ditalah yang rajin komplain dalam hal apapun. Tapi kini, jangankan mendengarkan omelan, sapaan 'Pagi kakak ganteng' seperti setiap paginya pun tak kunjung datang.

Malam ini, cuaca yang tak begitu dingin sangat mendukung untuk dia merenungi tentang hubungannya dengan Dita. Gerhan duduk di kursi teras rumahnya, menatap sendu ke arah depan, karena saat itu dia sedang berpikir, mengingat-ngingat kembali apa yang salah pada hubungan mereka.

"Ditaaa Dita, keras kepala banget sih kamu. Kenapa kamu tidak pernah memahami aku? Bagaimana kita akan melanjutkan hubungan ini kalau kita tak pernah saling menghargai." Gerhan bicara sendiri sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

Dia kembali mengingat pendapat Reva, yang mengatakan kalau dirinyalah yang berubah bukan Dita. Tiba-tiba terbersit dipikiraannya untuk meminta maaf saja.

Kata maaf sendiri merupakan suatu yang ironi bagi Gerhan. Dia adalah sebuah kata yang sepertinya mudah diucapkan tapi sangat sulit untuk mengatakannya dengan ikhlas. Toh, menurutnya ini juga bukan sepenuhnya salahnya. Namun Gerhan yakin, itu adalah pilihan yang dia punya saat ini.

"Huhhh...," dengusnya kesal. "Dasar cewek, selalu menang sendiri."

Diketiknya huruf demi huruf pada screen ponselnya. 'Sayank, maafin kakak ya,'tulisnya, kemudian mengirimkannya pada Dita.

Tak sampai semenit sudah ada tanda ceklis di kotak pesan ponselnya, yang artinya pesannya tadi sudah dibaca oleh target.

Tak berapa lama ponselnya berbunyi. Ada satu pesan balasan dari Dita. 'Minta maaf kenapa?' tanya Dita.

'Karena udah bikin kamu kesal.'

'Abstrak banget alesannya. Yang kongkrit dong.'

Balasan Dita yang ini cukup membuat Gerhan agak bete. Seakan Dita merasa menang dengan permintaan maaf dari Gerhan. Begitupun, Gerhan mencoba untuk tak tersinggung. Kalau dia terpancing itu artinya usahanya untuk memperbaiki hubungan akan gagal.

'Iya, iya. Kakak minta maaf atas kesalahan kakak yang udah ngebatalin janji dengan kamu kemarin.'

'Ngaku juga ya, kalo itu sebuah kesalahan.'

'Iya sayank.'

'Ah biasa aja tuh. Aku nggak apa-apa kok.'

Gerhan tau, dibalik kata 'Aku nggak apa-apa' dari seorang cewek berarti memang ada apa-apanya. Gerhan tersenyum, dan kemudian membalas kembali.

'Mmm... Jadi udah nggak marah kan???'

Pertanyaan Gerhan yang terakhir ini cukup lama dibalas Dita. Gadis itu sebenarnya masih kesal, namun dia tak tega juga melihat kekasihnya itu merasa bersalah. Tapi Gerhan juga sih, seneng banget bikin dia kesal.

Sepuluh menit berselang namun tak ada juga balasan. Gerhan mulai resah dan kembali melihat satu per satu pesannya mungkin ada yang tak berkenan di hati Dita. Tapi kemudian ponselnya kembali berbunyi dan sebuah pesan masuk, dari Dita.

'Wanita selalu bertindak dengan hati. Itulah kenapa saat wanita mempunya satu alasan untuk marah, maka dia juga punya seribu alasan untuk memaafkan. Saat aku diemin kakak bukan artinya aku benar-benar marah, aku cuma ngasih waktu aja ke kakak untuk berpikir, seberapa pentingkah aku buat kakak.'

Gerhan sangat senang sekaligus tersentuh dengan kata-kata Dita. 'Tentu saja kamu itu penting banget buat kakak, sama pentingnya dengan masa depan kakak.'

'Udah ah, gak usah lebay. Modus banget sih.'

'Yeee... Siapa yang lebay sih. Itu adalah ungkapan perasaan kakak yang paling jujur.' Gerhan coba mencairkan suasana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SOLITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang