Chapter 7 (kebenaran)

904 74 5
                                    

"Hoek, hoek, hoek, ha...ha...ha..."

Terlihat seorang perempuan bergaun putih muntah-muntah di toilet. Wajah cantik gadis itu tampak basah karena keringat dan pipinya tertempel beberapa helai rambut hitam legamnya. Tangannya yang kurus mengambil tisu dan melap bibirnya. Ini sudah yang ke 21 kalinya dalam 1 minggu.

Nesia pov.

Aku menatap kaca wastafel, menatap pantulan diriku. Tampaknya kulitku tambah pucat, mungkin karena jarang terkena sinar matahari. Selama di tempat ini, cuacanya selalu mendung bahkan sesekali turun salju. Hanya di rumah kaca, kamar, ruang tamu dan perpus tempatnya hangat.

Mungkin aku harus bertemu dokter untuk memeriksa keadaanku. Sudah lama juga aku tidak pergi keluar, sudah hampir 3 bulan ya aku menikah dengan 'dia'. Aku pun pergi ke kamarku untuk mengganti pakaianku. Menarik mantel hitamku, tanpa sengaja membuat sebuah foto terjatuh. Di foto itu terlihat seorang wanita cantik memeluk anak perempuan, di situ mereka tampak sangat bahagia. Tanpa sadar aku meneteskan air mata.

Ibu, aku rindu ibu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah selesai mengganti pakaianku dengan pakaian musim dingin, aku pun berjalan keluar mansion ini sambil memegang erat tas hitam yang aku pegang. Udara saat ini sangatlah dingin sampai setiap helaan napas yang keluar menjadi kabut putih.

Di luar mansion ini, dapat kulihat semuanya putih. Menahan taksi yang lewat, aku pun pergi menuju klinik terdekat.

Di sinilah aku, di salah satu klinik yang jauh dari pemukiman. Klinik ini sederhana dan terlihat nyaman. Aku pun masuk ke dalam dan di sana hanya terdapat 3 pasien. Menunggu nomor milikku di panggil, aku pun membaca salah satu novel yang aku bawa dari mansion untuk membunuh rasa bosanku.

"45, Nona Rhanesia?!"

Menyimpan novelku ke dalam tas, aku pun masuk ke dalam ruangan dokter. Di dalam sana, aku melihat seorang pria tua yang berumur kira-kira 50 tahun.

"Silahkan duduk, nona."

"terima kasih, dok" ujar Nesia langsung duduk di depan dokter itu.

"apa keluhan anda nona?"

Nesia pun langsung menjelaskan semua yang dia alami selama beberapa minggu. Dia pun langsung di periksa dokter setelah mendengar keluhan Nesia.

"begini nona, anda hamil"

"a-apa?" ujar Nesia kaget mendengar hal itu.

Memegang perut ratanya, Nesia merasa dadanya terasa penuh.

"iya, Anda telah hamil kurang lebih 2 bulan. Saya akan memberikan anda resep vitamin untuk anda. Jangan lupa meminum susu ibu hamil, Nona"

"Hmm, terima kasih dok" ujar Nesia bahagia.

Setelah mendapat resep vitamin dari dokter. Nesia pun langsung pergi dari tempat itu dan kembali ke rumah. Sampai di sana, dia langsung membenamkan kepalanya di bantal. Dia merasa takut, apabila Ivan tahu bahwa dia sedang hamil anaknya. Bagaimana nasib kandungannya, dia sangat menyukai anak kecil dan salah satu mimpinya mempunyai seorang anak.

Memimpikan bagaimana nanti wujud anaknya, sikap anaknya, Nesia pun menatap keluar jendela kamarnya sambil membayangkan hal tadi.

Mungkin, dia memang harus berpisah dengan Ivan untuk menjaga anaknya. Namun, bagaimana jika anaknya bertanya tentang ayahnya nanti? Dia tidak ingin anaknya merasakan apa yang dia rasakan, hidup tanpa seorang ayah. Namun, bagaimana jika dia tidak berpisah dengan Ivan. Dia takut, Ivan akan membenci anaknya kelak. Cukup dia saja yang di benci.

"Mungkin ini pilihan terbaik, maafkan ibu sayang. Ibu, mencintaimu" ucap Nesia sambil mengusap perutnya.

Perlahan lahan matanya tertutup karena mengantuk. Tidur di dalam kamarnya yang bergaya klasik itu, dia merasa akan merindukan tempat ini. Dia sudah memutuskannya, selamat tinggal Ivan Braginsky.

Tbc.

Please, Forgive Me [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang