as Rival by Keichain

300 5 0
                                    

Siapa mahasiswa jurusan Ekonomi di kampus ini yang tidak kenal dengan Rendi? Mahasiswa Sastra Inggris yang tiap ada jam kosong selalu menerjang masuk Fakultas Ekonomi untuk mencari seseorang, sudah sangat dikenal oleh mahasiswa penghuni Fakultas Ekonomi. Baik yang kenal, maupun hanya sekedar tahu karena saking seringnya mahasiswa beda fakultas itu mampir ke sana. Kali ini pun juga sama. Pemuda dengan tinggi 177cm itu kembali menerobos masuk Fakultas Ekonomi hanya karena jam kuliahnya ditiadakan berkat dosennya yang asik camping dan meninggalkan mahasiswanya dalam suka cita karena tidak jadi presentasi.

Sapaan berkali-kali masuk ke telinganya. Rendi hanya membalas satu dua sapaan pada orang yang ia kenal. Yang tidak dikenalnya hanya dibalas dengan "Yo!", kemudian ia kembali berjalan cepat menuju sebuah kelas.

Tiga langkah sebelum sampai tempat tujuannya, Rendi meneriakkan nama seseorang.

"Rangg—" Tapi kemudian langsung berhenti karena ternyata di dalam masih ada kegiatan belajar mengajar. Pemuda itu langsung balik badan, dan berjalan mengendap-endap menjauhi kelas. Mahasiswa ekonomi lain yang melihatnya tertawa. Bagaimana mungkin mereka masih menemukan mahasiswa tingkat tiga yang kelakuannya masih seperti anak kecil. Meski begitu, mereka tidak pernah memermasalahkannya. Toh, mereka terhibur juga melihat kelakuan Rendi sehari-hari.

Di koridor, Rendi dikejutkan dengan sapaan dari salah satu dosen. Pak Hilman, namanya. Berkali-kali Rendi bertemu dengan dosen itu ketika ia sedang main ke fakultas ini. Diajak ngobrol pun sering.

"Oh, Rendi. Ada apa? Mau pindah fakultas?"

"... Ha? Nggak kok, Pak. Sudah semester 6 masa' mau pindah fakultas? Nanggung," jawabnya dengan nada informal. Pak Hilman memang dosen yang friendly, tapi siapa sangka dosen itu bisa begitu akrab dengan mahasiswa fakultas lain? Bahkan dari Fakultas Ekonomi sendiri, belum ada yang berani bicara se-informal itu pada Pak Hilman, meski beliau termasuk orang yang mudah akrab dengan mahasiswa.

"Lha kamu sering main ke sini, memang ngapain? Saya kira kamu observasi karena mau pindah fakultas."

"Ya kan cuma mau ngajak Rangga main, Pak. Rangga juga nggak mau saya suruh masuk fakultas sebelah, jadi saya yang masuk sini."

Pak Hilman hanya tersenyum lalu tertawa pelan. Sebenarnya beliau sudah tahu kenapa Rendi sering melakukan kunjungan tidak resmi ke sini. Hanya saja, memang ketika bertemu Rendi, keinginannya untuk bercanda selalu muncul.

"Ya sudah, saya mau ngajar dulu. Kalau memang mau pindah jurusan, nggak apa-apa, kok."

Kalimat Pak Hilman hanya dibalas dengan cengiran Rendi. Mana mungkin ia mau pindah fakultas. Pakai uang siapa kalau ia kembali kuliah dari semester 1? Ia bukan anak orang kaya dan bukan termasuk orang yang 'suka sekolah'. Kuliah ya cukup 4 tahun saja. Nggak usah balik-balik ke semester satu.

Setelah sosok Pak Hilman hilang di belokan lorong, Rendi membalik badannya, bermaksud untuk duduk di salah satu kursi besi yang jaraknya tak jauh dari tempatnya berdiri. Tapi ketika berbalik, ia dikejutkan dengan sosok kawannya yang sudah berdiri di belakangnya. Belum sempat ia menyapa, sahabatnya langsung menciumkan buku catatannya ke wajah Rendi.

"Eh kampret. Nggak usah teriak-teriak manggil gue kalo di sini! Malu gue dilihatin sekelas!"

"Sori, sori. Kan nggak tau kalo lagi ada kelas. Namanya juga lagi semangat. Eh Ga, nanti jadi, 'kan? BEM terus-terusan SMS aku, nanya jadi apa nggak. Heran juga, kenapa mereka nggak mau langsung SMS aja ke nomermu. Oh iya, kamu kan nggak pernah mau bales SMS kalo bukan a—" Cerocos Rendi tanpa peduli lawan bicaranya. Akibatnya, belum selesai dengan kalimatnya, Rendi kembali dapat sambitan buku gratis di kepalanya.

"HP gue rusak! Berhenti bikin citra kalo lo ini homoan gue. Gue masih doyan cewek. Dan bisa ga sih, lo kalo ngomong itu pelan-pelan?" Lelah membawa buku catatannya dan tidak ingin buku itu semakin jadi jelek karena terus-terusan digunakan untuk menyambit Rendi, Rangga akhirnya memasukkan buku catatannya ke dalam tas. "Lo kan merpati pos, makanya mereka nanyanya ke elo. Jadi, kok. Bilang aja ke mereka. Dan pertandingannya ntar siang, 'kan?" Rangga menyampirkan tas ke bahunya dan berjalan menuju kantin, diikuti Rendi.

"Merpati pos apaan? Rendi pos baru bener." Rendi langsung berhenti bicara setelah dapat pelototan dari Rangga yang mengisyaratkan pandangannya sebagai kalimat, "Garing, lo!". "Ya udah, nanti kubilangin. Dan, yep. Pertandingannya nanti siang jam 2. Lawan fakultasku. Heheh," lanjutnya kemudian nyengir.

Rendi sama sekali tidak memermasalahkan soal citra yang barusan dikatakan Rangga. Memang benar mereka ini sahabat dekat. Memang benar banyak yang mengira mereka berdua ini gay. Tapi sebenarnya tidak begitu. Rangga dan Rendi masih normal dan masih naksir dengan anak perempuan. Hanya saja, gadis yang mereka taksir selalu orang yang sama. Lucunya, meski mereka berdua sudah sepakat untuk berebut secara jantan, pada akhirnya tetap saja tidak ada yang menang, Semua selalu berakhir dengan pihak perempuan yang lebih dulu jadian dengan orang lain.

Teman-teman dekatnya (dan bahkan hampir seluruh makasiswa Ekonomi dan Sastra Inggris) sudah maklum. Jadi Rendi tak memermasalahkan sama sekali gosip-gosip tidak enak. Yang merasa bermasalah hanya Rangga. Tidak sekali ia digoda teman-temannya ketika ia sedang tidak bersama dengan Rendi, dan itu selalu membuatnya sebal.

"Kali ini pasti gue yang menang."

"Aku nggak bakal ngalah sama kamu, Ga."

Pertandingan futsal untuk memeriahkan Dies Natalis selalu menjadi jarahan Rendi dan Rangga. Mereka selalu berusaha direkrut fakultas lain karena kemampuan mereka di lapangan. Kali ini Rangga bermain untuk BEM Fakultas Teknik, dan Rendi bersama fakultasnya sendiri. Sebenarnya para mahasiswa di sini tidak terlalu memermasalahkan pertandingan Dies Natalis ini antar fakultas atau antar UKM. Pihak kampus sendiri sudah memaklumi, karena perpecahan ini sudah terjadi cukup lama. Mereka malah senang karena partisipan semakin banyak, karena dulu dalam Dies Natalis, per fakultas hanya dibatasi untuk menyetorkan nama 1 tim, tidak boleh lebih. Maka mahasiswa yang ingin ikut bertanding, akhirnya mengatas namakan tim mereka dengan UKM atau BEM.

Keadaan lapangan kali itu sangat ramai. Penonton selalu berkumpul jika ada Rangga dan Rendi di lapangan dan masing-masing berada di tim yang berbeda. Mahasiswa lain selalu menilai permainan mereka menarik sebagai rival. Tapi bukan berarti jika kedua orang itu dalam satu tim, permainannya buruk. Malah kombinasi Rangga-Rendi termasuk berbahaya jika diletakkan dalam tim yang sama. Hanya saja, terlihat membosankan karena mereka kemenangan dapat diraih dengan mudah. Kalau anak-anak dari fakultas lain mengatakan, "Nggak berasa, Bro."

Peluit penanda pertandingan dimulai sudah berbunyi lebih dari 5 menit yang lalu. Kini Rendi dihadang oleh punggung Rangga. Kedua pasang mata di sana tetap jeli melihat ke mana arah bolanya bergulir.

"Ren, ada Chika," ucap Rangga tiba-tiba. "Ayo kita bertanding, siapa yang ngegolin paling banyak, bisa deketin Chika duluan."

Seperti biasa, Chika, mahasiswa Teknik Informasi, adalah gadis yang menjadi incaran Rendi dan Rangga kali ini.

Rendi tersenyum di belakang punggung Rangga. "Boleh. Dan sori ya, Ga. Gue duluan yang bakal deketin Chika." Berkat matanya yang selalu awas, Rendi langsung berbalik ketika bola yang dioper dari teman seangkatannya jatuh di belakangnya. "Makanya, jangan ngelamun terus ya, Rangga Adi Wicaksono!" Rendi tertawa, Rangga mengomel.

"Yaelah, mulai lagi tuh mereka berdua."

"Nah! Justru itu! Kalau sudah begitu, pertandingan pasti jadi lebih panas! Gue jagoin Fakultas Sastra pokoknya!"

Sorak sorai terdengar kala tendangan Rendi ke gawang berhasil ditepis keeper. Terhitung menit ketujuh, lapangan futsal akan terus berisik sampai pertandingan berakhir.

[Chain Fiction Project] Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang