as Half of My Heart by Vienely

95 2 0
                                    

Warning: Gay. Don't like, don't read.

“Jemput dong. Lo nggak mau gue diculik om-om kan, sepupu tersayang?” tawa terlantun dari mulut Dino. “Sip. Eh, gue denger dari temen gue yang satu kampus sama lo, Duo R yang katanya naksir lo itu showdown di lapangan lagi? Besok lo cerita ke gue ya. Oke. Sampai ketemu besok.”

Tombol tertekan. Hubungan pun padam. Mendengar suara Chika, sepupu sekaligus sahabat sejak kecilnya yang lebih tua kira-kira dua tahun, tidak pernah gagal membuatnya lega. Keberadaan gadis itu mampu menenangkan Dino seberapapun bergejolaknya batin pemuda itu. Ia beruntung memiliki Chika sebagai anggota keluarga. Jangan salah paham. Dino menyayangi orangtuanya serta kedua adik kembarnya, tetapi Chika itu spesial. Mungkin karena ia anak sulung, jadi agak mendamba seperti apa rasanya memiliki seorang kakak.

Rambut Dino yang tonenya dimainkan oleh warna cokelat samar-samar di setiap lapisan rimbun hitam dan dipotong pendek itu teracak angin. Sebenarnya itu cat pirang, hanya saja semakin pudar oleh waktu. Akar rambutnya asli lurus, sehingga helai yang membingkai wajah tampannya itu bagai bilah-bilah jarum mungil, namun bagian atas sengaja disisakan agak panjang lalu dikedepankan untuk dibentuk menjadi model. Dino mengakui ia terinspirasi oleh potongan rambut GD, meskipun ia ogah dibilang fansnya. Ia anak band, masih punya gengsi terhadap boyband.

Seharusnya tiupan angin tidak merusak tatanan rambutnya, tapi tadi pagi ia lupa mengoleskan gel dan angin di tempat itu kencang sekali. Tirai malam diturunkan. Sepertinya The Big Guy sedang bermurah hati dengan menggantungkan lautan bintang untuk menemani rembulan yang biasanya bersinar sendirian. Itu, atau tempat tersebut memang titik sempurna untuk memandangi bintang. Hebat juga dia tahu tempat beginian. Apapun alasannya, langit cerah malam itu.

“Chika?”

“Yup,” Dino memasukkan ponsel genggamnya ke saku celana. Dipandangnya wajah yang berada di sampingnya kala itu. Bola mata hitam yang lebih pekat dari siapapun, menguarkan kesan misterius yang ganjil tiap kali ia menatapmu. Pipi kurus dengan rahang terjal. Rambut berwarna hitam natural, dibiarkan memanjang meskipun ikal, sehingga lebih pantas disebut gumpalan permen kapas di atas tengkuk. Berbeda dengan Dino yang lebih memperhatikan penampilan, Yuda selalu cuek atas anggapan orang lain. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri, kasarnya.

“Enak ya punya sepupu cantik gitu,” Yuda ketawa. Tangan kiri yang memegang puntung rokok dibawanya mendekat ke mulut dan dihisap. Ia kidal.

“Jangan harap bisa deketin dia deh,” Dino merogoh saku di sweatshirt biru donker yang selalu ia pakai kemana-mana itu. Keluarlah sebungkus rokok yang masih baru. Diketuknya pantat dus itu, entah untuk apa, kemudian dibukanya dan digigitnya sepuntung. “Inget kan pas gue cerita ke elo soal Duo R—Rangga dan Rendi—yang lagi heboh-hebohnya deketin Chika? Kata Alex, hari ini mereka tanding futsal lagi. Seru banget. Denger-denger sih taruhannya sepupu gue itu.” Dino mencari-cari geretan dengan salah satu tangannya.

“Ah? Duo homo yang lo ceritain kapan hari itu?”

Ha!” Dino terkekeh geli sebagai reaksi spontan sambil masih mencari geretan. “Indeed. Duo homo. Bahkan gue dan elo yang segini jauhnya dari mereka aja bisa nebak dari omongan orang lain doang. Kasihan Chika. Direbutin sama duo homo—“

Yuda mendekatkan badan. Ujung rokoknya yang terbakar menempel di ujung rokok Dino. Refleks, Dino berhenti mencari geretan. Memandang wajah Yuda dari dekat adalah hak istimewa Dino yang tidak seorang pun diijinkan selain dirinya. Dino bisa melihat refleksinya sendiri terpantul di mata Yuda yang jernih itu. Hanya ia seorang yang menyadari bahwa bulu mata Yuda panjang, seperti wanita. Yuda tidak tampan seperti Dino, namun parasnya menentramkan. Andai Yuda tidak membuat orang-orang ketakutan dengan aura berat dan gelapnya, tentu semua akan menyadari betapa manisnya pemuda itu.

[Chain Fiction Project] Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang