(Kring !!! )
Bunyi alarm memekakkan gendang telinga---ini deringan ke 5."Hoam, jam berapa sih sekarang?", dengan malas Kinta melihat ke arah jam, terkejut ternyata jarum jam menunjukkan pukul 6:30. Secepat kilat Kinta bangkit dari tempat tidur nya dan menuju kamar mandi. Setelah selesai berpakaian, tanpa perlu sarapan Kinta buru-buru berangkat ke halte bis dan menuju ke sekolah. Sesampainya di sekolah, gerbang tertutup.
Yah mampus gue telat nih.
"Telat?" Kinta terperanjat mendengar suara maskulin itu
Kok kayak pernah denger ya.
"Kenapa diem?", lanjut cowok itu
"Enggg, iya gue kesiangan", setengah hati Kinta membalas pertanyaan yang ditujukan padanya.
"Sama dong, masuknya bareng gue ya."
Siapa sih ini orang, bawel banget. Kalau mau masuk ya duluan aja kali.
Kinta menggerutu dalam hati. Karena pernasaran dengan sosok yang diajak bicaranya tadi, Kinta membalikkan punggungnya.
Sebentar, dari matanya enggak asing buat gue, begitu juga nada suaranya. Kayak pernah liat. Yaampun dia kan cowok yang semalem.
"Nama lo Juno kan? Lo orang yang semalem itu? Kok lo bisa ada di sini?", Kinta memicingkan mata.
"Iya gue Juno. Banyak nanya lo ah, nanti juga tau sendiri. Masuk yuk."
"Tapi gerbang ditutup Jun. Ada pak Ucup, dia galak banget tau."
"Serahin aja sama gue".
Juno bergegas menghampiri pak Ucup. Dari kejauhan---posisi Kinta sekarang---terlihat Juno asik berbincang dengan pak Ucup. Entah rayuan-rayuan macam apa yang dia sodorkan sampai akhirnya pak Ucup membuka gerbang sekolah. Pun Juno yang kembali pada posisi awalnya---sebelah Kinta.
Canggih juga nih anak. Mungkin dia macam juru bicara yang pandai membuat seseorang percaya atau barangkali dia pakai pelet.
Lantas Juno reflek menarik lengan Kinta dan diikuti gerakan kaki yang sedikit berlari. Sontak yang membangunkan Kinta dari lamunannya.
"Engga usah pake narik, kenapa?!", bentak Kinta. Entah Juno mendengarnya atau tidak, genggaman itu masih, dan semakin erat.
Ini orang tuli apa gimana? Gue udah ngomong tapi engga didenger. Untung ganteng lo. Tapi sayang, engga ngaruh buat gue.
Tidak tahan dengan keadaan tangannya yang dipegang erat, Kinta berhenti berlari dan melepas tangan Juno yang menyangkut dipergelangan tangannya.
"Lo di kelas mana?" Tanya Juno saat sadar tangan yang digenggamnya tadi menyentak dan terlepas.
"XII IPA 5, di lantai dua. Tapi gue mau ke toilet dulu. Jangan ngikutin gue". Kinta berlari kecil ke arah tangga, bukannya ke toilet melainkan menuju kelasnya yang berada di lantai dua.
Tidak lama pak Widodo datang dan bertemu Juno.
"Kamu Juno siswa baru di sekolah ini kan?".
"Iya pak, saya Juno. Maaf pak, kelas saya dimana ya?", tanya Juno ragu.
"Sini kamu ikut bapak".
Hmm mampus lo ketauan pak Widodo hukuman gara-gara telat. Untung gue pinter. Kasian sih, tapi bodo ah bukan urusan gue.
***
Seperti biasa, diruangan ini seperti pasar. Apalagi kalau ada berita baru."Kin, lo tau gak?"
"Tau apaan Der?"
"Kelas kita bakal ada anak baru, pindahan dari UK. Denger-denger sih orangnya ganteng."
"Sorry, gue enggak minat Der. Buat lo aja"
"Iya gue tau lo engga mau jatuh cinta, karena lo takut disakitin kayak" belum sempat melanjutkan, pembicaraan itu terpotong.
"Cukup Der, engga usah dilanjutin" ekspresi Kinta berubah dengan cepat jika ada orang yang mengungkit masalah nya.
Keduanya terdiam
Seketika suara riyuh kelas berhenti. Juno yang sedang berdiri di depan kelas menjadi sorotan banyak mata.
"Hai, gue Vederick Juno. Panggil aja Juno. Gue pindahan dari UK. Salam kenal". Senyuman Juno menghipnotis para siswi, tak perlu banyak tingkah.
"Biasa aja kali ngeliatinnya", Kinta menangkap dua mata milik sahabatnya yang tidak berkedip.
"Engga mau kan lo? Buat gue aja", Dera tertawa cekikikan.
"Ambil aja sana, dasar tante ganjen", ledek Kinta.
"Juno, kamu duduk di bangku itu". Telunjuk pak Widodo mengarah ke bangku yang terletak di baris kedua dari belakang, tepat di depan bangku Kinta.
Apaan sih pak Widodo.
Juno berjalan menghampiri bangku itu. Tatapan sinis Kinta malah membuat Juno tersenyum jahil.
"Kenapa lo senyum-senyum? Lagi mikir jorok ya?"
"Otak gue ga secabul itu kali."
***
Selepas bel pulang sekolah, beberapa detik kemudian ponsel Kinta bergetar---tanda pesan masuk.
Fandriz P Diantama: Kin, kamu di mana?
Eh, Kak Fandriz.
Kintamora Angelia W: Aku di sekolah. Kenapa kak?
Fandriz P Diantama: Aku antar pulang ya?
Kintamora Angelia W: Engga usah kak, takut ngerepotin
Fandriz P Diantama: Engga kok. Tunggu ya
Kintamora Angelia W: Iya kak
Pesan terakhir yang dikirim Kinta hanya memunculkan kata read di samping---tanda pesan sudah dibaca.
Udah lama kita engga ketemu, Kak. Gue penasaran sama wujud lo sekarang. Masih kaku, polos, atau ingusan kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Teen FictionBerikan untuk yang kedua kalinya, tidak untuk yang ketiga. Janji dibuat bukan untuk dipatahkan.