Hai, Kak

22 0 0
                                    

Udah dua puluh menit gue nunggu Kak Fandriz di depan gerbang. Tapi kok batang nya---hm maksud gue batang hidungnya---belum nongol.

"Kak Fandriz lo jemput gue kayak abis jalan lewatin rute Anyer-Panarukan. Lama banget gils," oceh perempuan yang sedang menunggu seorang laki-laki dengan muka kusut, dekil dan kumal.

Suara knalpot motor Ninja sudah terdengar dari radius 2 meter. Nampak seorang laki-laki berjaket bomber berwarna hijau army dengan sorotan mata cokelat terang dan alis yang tebal. Yup! Itu yang terlihat jelas dan terbingkai oleh helm fullface. Kini sang pemilik melepas helm yang menghalangi kesempurnaan di wajahnya.

"Maaf banget Kin, tadi macet."

Ucapan itu membangunkan Kinta dari lamunan akan seseorang di hadapannya sekarang.

"Iya kak, gapapa. Wajar macet, kan berpapasan sama jam pulang kerja kak."

"Duh formal banget ngomongnya. Pake gue-lo juga gapapa. Santai aja lagi" senyum tipis itu merekah dari sudut bibirnya.

Yastaga, sempurnanya diri lo Kak.

"Hello Kin, jadi mau pake aku-kamu atau gue-lo nih?" Tangan Fandriz melambai di depan mata Kinta.

Bodoh banget sih lo Kin. Ketahuan deh lo nganga ngeliat paras doi yang engga habis-habis sampai tujuh turunan tujuh tanjakan.

"Takut engga sopan Kak, jadi pake gue-lo aja"

Fokus Kin, fokus.

"Eh maksud aku, pake aku-kamu aja, Kak"

"Whatever you want, Nona Cantik."

Apa dia bilang barusan?

"Ini pake helm nya" Fandriz menyodorkan sebuah helm berwarna pink.

"Kita mau kemana, Kak?"

"Udah jangan bawel. Naik ke motor" dikte Fandriz.

***
Setelah hampir setengah jam perjalanan, sampailah keduanya di sebuah danau buatan yang cukup luas. Terdapat beberapa bangku taman di sana. Tak luput ada sebuah pohon besar yang di atasnya berdiri rumah pohon.

"Kak, kenapa kita ke sini?"

"Maaf ya, Kakak engga langsung antar kamu pulang. Kakak kangen tempat ini"

"Kirain kakak lupa sama basecamp kita"

"Engga lah. Naik ke sana yuk, Kin" kepala Fandriz mendangak dan arah matanya tertuju pada rumah pohon itu.

"Boleh, Kak. Balapan yuk, siapa yang kalah harus traktir makan" belum ada ancang-ancang mulai, Kinta mengambil langkah kaki seperti seorang Flash.

Sudah pasti ketebak siapa yang tiba duluan di rumah pohon itu. Ya, tentu Fandriz.

"Mau securang apa pun kamu, tetap Kakak yang menang" elusan tangan itu tiba di atas rambut Kinta dan mengacak-acaknya.

"Kak, engga usah sok asik gitu deh. Aku bukan kucing tau" Kinta merapikan rambutnya yang kini diikat cepol.

"Masih engga berubah ya kamu semenjak Kakak ngilang, kalo cemberut makin jelek" ketawa itu, terlihat kembali.

"Hm ya ya ya. Ada juga Kakak yang berubah, udah engga kayak dulu lagi"

"Emang Kakak berubah gimana? Makin ganteng ya?" goda Fandriz

"Dulu ya, Kakak orang nya kaku, dingin, sampai mau berteman sama Kakak tuh ibaratnya mustahil. Kakak macam kanebo kering deh pokoknya" tolong di-underline kata berteman tadi.

"Huh, kamu aja yang lebay. Tapi akhirnya kita temanan juga kan"

"Iya temenan, karena suatu ketidaksengajaan" keduanya tertawa bersama saat mengingat kembali ketidaksengajaan itu.

"Eh iya Kak, Kakak selama enam bulan belakangan ini ngilang karena apa?"

"Rahasia, anak kecil engga boleh tahu."

"Dasar Kakak licik" kedua kalinya Kinta menampakkan wajah cemberut.

"Kita pulang yuk" tangan Fandriz menarik lengan Kinta, menuntunnya untuk kembali ke motor.

***
"Makasih ya Kak udah nganter aku pulang" Kinta terseyum dan membalikkan badan lalu berjalan masuk ke kost-annya. Belum sampai lima langkah, gerakan kakinya terhenti.

"Kin, kamu lupa sesuatu"

Kinta berpikir sejenak sambil mengingat apa yang terlupa. Ah ya, traktir makan karena Kinta kalah balapan.

"Gampang itu, Kak. Kakak juga lupa sesuatu"

"Lupa apa?"

"Lupa menceritakan kenapa Kakak menghilang selama enam bulan ini" hanya mendapat senyum tipis dan suara knalpot itu melesat pergi.

#NOTE:
Maaf banget atas kerancuan dan ambigu hehe. Makasih banget buat reader yang nge-vote dan comment. Tanggapan kalian sangat dibutuhkan :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang