Ritual

335 28 0
                                    

Farhan berjalan menyusuri setiap lorong untuk menemukan Rara. Saat ia naik kelantai atas, nenek sapu lidi itu melihatnya dengan tajam. Tanpa aba-aba Farhan berlari secepat mungkin untuk menghindari nenek sapu lidi.

Begitu juga Rey yang masih dilantai bawah  berusaha untuk menemukan jalan menuju lantai atas. Karena jalan yang ia lewati berbeda dengan sebelumnya, jadi dia harus mencarinya.

Rama dan Aluna berlari kedalam rumah tua itu, mereka tidak menghiraukan bisikan-bisikan yang masuk kedalam telinga. Satu yang dipikirkannya keselamatan Rara adalah yang utama.

Rara terbaring diatas ranjang kayu berukuran kecil dengan memakai gaun serba hitam. Tangnnya diletakkan diatas perutnya, wajahnya sangat pucat. Entah apa yang dilakukan peramal jahat itu membuat Rara tidak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian Farhan sudah masuk keruangan dimana Rara berada.

"Ra, bangun gue sama yang lain udah disini." ucapnya, tapi Rara tidak bangun.

"Hahahaha...." terdengar tawa seorang perempuan.
"Selamat datang bocah bodoh." katanya tiba entah kapan.

"Apa yang udah lo lakuin sama temen gue?" tanya Farhan sarkastik.

"Dia akan aku jadikan tumbal." jawab peramal itu.

Rey datang dengan menggebrak pintu, dibelakangnya sudah ada Rama dan Aluna.

"Rara.. Gue dateng." teriak Aluna menghampiri Rara yang masih terbaring ditempatnya.

"Akhirnya kalian datang juga. Aku sudah tidak sabar menjalankan ritual ini. Hahaha..."

"Apa mau lo?" tanya Rey.

"Aku mau nyawa. Dan perempuan itu adalah sasaranku." tunjuknya pada Rara.

"Gue gak bakal ngebiarin lo nyakitin Rara " teriak Aluna.

"Kalau begitu, berikan nyawamu untuk keabadianku."

"Gue bakal lakuin apa aja asal lo bebasin temen-temen gue." kata Aluna.

"Gue gak bakak biarin lo nyerahin diri." kata Rama.

"Gue pantas nyerahin diri, yang terpenting kalian selamat. Maafin gue temeb-temen karena gue kalian dalam masalah. Gak seharusnya kalian ikut dalam game ini. Sampein juga permintaan maaf gue ke Rara, karena gue dia jadi korbannya." jelas Aluna.

"Lo bodoh Lun, penyihir itu ngejebak kita. Meskipun lo nyerahin diri, tetep aja dia bakal ngebunuh kita semua." kata Rama, Aluna mencoba berpikir.

"Lo bener Ram, gue bodoh."

"Kata Kunci." seru Rey.

"Maksud lo?" tanya Farhan.

"Kata Kunci itu, gue tau apa maksudnya. 'Hanya kasih sayang yang tulus dapat menghentikan penderitaan'. Kita harus tetap bersama kalau mau ngalahin penyihir itu." jelas Rey.

"Lo bener Rey, kita harus selamat."

"Apa yang kamu pikirkan lagi gadis cantik. Korbankan dirimu atau temanmu yang jadi korbannya." teriak peramal itu.

"Oke gue korbanin diri gue, tapi bangunin dulu temen gue." jawab Aluna.

Peramal itu berpikir keras dengan tawaran Aluna. Niat buruknya sudah diketahui Aluna dkk. Bahwa sebenarnya peramal iti akan menghabisi Aluna dkk.

"Tidak bisa sebelum kamu menyerahkan dirimu." jawabnya keras.

"Gue gak mau." jawab Aluna.

Sementara itu Rama, Rey dan Farhan berpikir keras untuk mengancurkan permal jahat itu.

"Lun lo baca di diary itu gak, gimana caranya ngehancurin pengaruh ilmu hitam." bisik Rey.

"Gue inget-inget dulu." Aluna berpikir. "Lo bakar foto keluarga itu, soalnya Lusiana menyembunyikan kekuatan yang diberikan Viona didalam foto itu." lanjut Aluna.

"Oke." jawab Rey dan segera mengambil foto itu. Saat foto sudah berada ditangan Rey, dia kebingungan bagaimana membakarnya sedangkan tidak ada korek api. Rey memanggil Rama untuk meminta korek pada Aluna. Rey yakin pasti Aluna membawa korek yang disimpan didalam ranselnya.

"Lun, lo ada korek ga?" tanya Rama.

"Ada, ambil dalam tas gue. Oh iya sekalian lo bakar diary nya juga." suruh Aluna, Rama segera mengambil korek dan diary nya.

"Apa yang kalian rencanakan? Waktu kalian tidak banyak. Cepat, keputusan apa yang kalian berikan kepadaku." teriaknya lagi, wajahnya sudah merah padam.

"Gue tetep pada keputusan gue." jawab Aluna yakin. Sebenarnya Aluna hanya mengulur waktu supaya Rey bisa membakar foto dan diary itu.

"Cepet bakar Rey." teriak Rama. Lusiana langsung melihat kearah mereka.

"Apa yang kalian lakukan. Jangan bakar foto itu." lalu Lusiana menghampiri Rey dan Rama dengan marah.

Rey melemparkan korek api itu pada foto dan diary usang. Akhirnya foto dan diary terbakar, bersamaan dengan itu Lusiana berteriak kesakitan. Jalannya sudah gontai, sepertinya dia ikut terbakar.

"Aaaaaaa." teriaknya.

"Rasain lo." seru Farhan dengan tawa kemenangan.

Aluna berlari mendekati Rara, disusul oleh Rama, Rey dan Farhan.

"Ra, bangun ini gue Aluna."

"Kenapa Rara belum bangun juga ya, padahal penyihir itu udah lenyap." tanya Farhan.

"Gimana kita bisa bangunin Rara? Ra gue minta maaf, karena gue lo jadi gini. Gak seharuanya gue ngajak lo ke hutan. Gue nyesel banget Ra." Aluna tidak bisa menahan air matanya. Baru kali ini Aluna menangis didepan teman-temannya.

Aluna yang terkebal cuek dan masa bodo, sekarang bisa menangis. Tangisan yang tulus ia berikan untuk sahabat yang ia sayangi. Tapi Rara belum jiga sadar. Apa Aluna terlambat menyelamatkan Rara?

Aluna sangat menyesali karena harus menyeret Rara dalan hal ini. Ia tidak berhenti menangisi Rara yang masih terbaring tak berdaya. Ketiga anak laki-laki yang disampungnyapun ikut menangis. Melihat persahabatan Aluna dan Rara yang begitu tulus meluluhkan hati mereka. Membuat mereka sadar betapa pentingnya arti persahabatan itu.

Persahabatan itu bukan sekedar nama dan formalitas. Tapi persahabatan itu, ketika sahabat kita dalam kesulitan maka kita juga akan merasakan kesulitan itu.

Saat mereka menangisi Rara, sebuah cahaya menghampiri mereka dan membawa mereka kesebuah tempat. Apa mungkin ini surga?

-TBC-



Hutan KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang