02.

82 7 4
                                    

Sebelumnya gue minta maaf, karna part ini gue hapus dan gue ubah semuanya.

---

Gadis berumur 17 tahun itu menata dirinya di depan cermin. Merapikan seragam putih abu-abu yang ia kenakan. Semuanya terlihat baik-baik saja. Tapi tidak dengan keadaan hatinya. Hatinya hancur, kacau.

"Kak, turun yuk sarapan dulu." Nia mengkhawatirkan keadaan putrinya yang sejak semalam mengurung dirinya di kamar. Amira belum menceritakan tentang kandasnya hubungan dirinya dengan Devan kepada bundanya. Berat baginya untuk menerima kenyataan bahwa ia dan Devan sudah tidak terikat hubungan apapun.

"Iya bun, sebentar lagi aku kebawah."

Semua anggota keluarga telah berkumpul untuk sarapan. Nia menyiapkan teh untuk suaminya, Adrian. "Yah, anaknya tuh semalaman ngurung diri di kamar", ucap Nia khawatir. "Iya yah, kakak keliatannya lagi ada masalah deh." Rio menambahkan. "Yaudah, kita tunggu dia cerita. Mungkin saat ini dia belum siap buat cerita." Adrian mencoba menenangkan istri dan anak bungsunya.

"Hayooo, lagi ngomongin aku ya," Amira berjalan mendekati meja makan, "Dosa loh ngomongin orang."

"Ye dasar lo kepedean." Rio menyangkal perkataan Amira.

"Dih bodo."

"Udah udah, cepet sarapan, nanti telat sekolahnya." Nia menghentikan perdebatan mulut kedua anaknya. "Siap bos!" Rio dan Amira bersamaan.

---

Amira berjalan menyusuri koridor sekolahnya, menuju kelas XI IPA 2.

"Amira," Sebuah suara yang tidak asing di telinga Amira memanggil namanya. Amira menoleh dan mendapati Farah tengah berlari kecil menuju dirinya. "Wah santai Far, gue gabakal pergi kok." Amira menggoda Farah, "Najis jiji bego."

Amira dan Farah berjalan menuju kelas XI IPA 2 bersama-sama. Ya, mereka berdua satu kelas. Mereka berdua pun duduk bersampingan. Sudah 2 tahun mereka berada di dalam kelas yang sama.

Beberapa menit setelah Amira dan Farah masuk ke kelas mereka, bel tanda jam pelajaran dimulai berbunyi. Jam pelajaran pertama untuk kelas mereka adalah kimia. Semua murid sibuk memperhatikan Bu Nita menjelaskan materi, tapi tidak dengan Amira. Gadis itu termenung mengingat kejadian semalam. Tanpa ia sadari, air mata telah membasahi pipinya.

"Perasaan materi nya ga sedih deh Ra," Farah menyadari keadaan Amira yang sedang menangis, "Kok lo nangis."

"Siapa yang nangis sih." Amira menghapus air matanya dengan kedua punggung tangannya.

"Halah pake kipak segala."

Farah kembali sibuk mendengarkan Bu Nita menjelaskan materi.

---

"Ra, itu Devan." Farah menyenggol lengan Amira.

Amira yang sedang menikmati makanannya memberhentikan aktivitasnya. Ia menolehkan kepalanya untuk melihat laki-laki yang dimaksud oleh Farah.

Amira hancur.

Hatinya kembali menangis saat melihat laki-laki yang dimaksud oleh Farah. Laki-laki yang sangat ia cintai selama 18 bulan, dan selama itu pula hidupnya berwarna. 18 bulan yang lalu laki-laki itu dapat membuat kebahagiaan terbesar dalam hidup Amira, namun sekarang tidak lagi.

Amira ingin sekali menghampiri Devan dan memeluknya erat.

Amira ingin sekali menghirup parfume yang ia pakai.

Amira ingin sekali menggemgam jemari Devan, namun rasanya mustahil.

"Lah bukannya samperin malah bengong." Farah menyadarkan Amira dari lamunannya. "Kita udah putus." Ucap Amira santai.

"HAH ANJIR DEMI APA LO." Farah terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari mulu Amira.

"Santai bu santai."

"Kok lo ga ada sedih-sedihnya sih." Amira hanya tersenyum mendengar ucapan Farah.

---

Sepulang sekolah, Amira mengurung diri di kamarnya. Ia mencurahkan isi hatinya kepada notes biru muda miliknya.

Salahkah aku jika masih mengharapkan dirinya?

Salahkah aku jika masih menyimpan perasaan yang sama seperti dahulu kepadanya?

Bahkan sampai detik ini perasaan itu tidak berubah sedikitpun.

Bodoh. Ya, aku memang bodoh.

Masih saja bertahan disaat hatiku telah dihancurkan olehnya.

Hatiku telah hancur berkeping-keping.

Aku tidak tahu sampai kapan harus begini.

Mencintainya dalam diam.

Ya tuhan, jika ini hanya mimpi, aku mohon bangunkan aku segera.

Ya tuhan, aku tidak sanggup lagi.

UnexpectedWhere stories live. Discover now