05.

38 4 0
                                    

"Mau kemana Ra?"

Sebuah suara menghentinkan langkah kaki Amira. Tubuh si pemilik suara yang tinggi, mengharuskan Amira untuk mendongakan kepala untuk mengetahui siapa pemilik suara itu.
"Kepo banget dah," Sahut Amira kepada Cio—si pemilik suara. "Jutek amat Ra." Kata Cio dengan nada sendu. "Bodo." Amira pergi meninggalkan Cio. Cio mematung ditempatnya memperhatikan Amira yang berlari kecil meninggalkannya, Cio menggelengkan kepalanya lalu tersenyum.

"Ck, telat nih gue latihan gara-gara si kutil tadi," Decak Amira kesal. Amira mempercepat langkah kakinya menuju ruang musik. Hari ini latihan pertamanya bersama Devan untuk mengikuti lomba seni antar sekolah. Lomba itu akan diadakan 1 minggu lagi, tepatnya pada hari sabtu depan.

Saat Amira membuka pintu ruang musik, Amira melihat sosok Devan tengah bermain dengan gitar. Memainkan intro lagu Ed Sheeran – Photograph. Amira terpaku ditempatnya berdiri. Ia menikmati permainan gitar Devan yang indah, hati Amira merasa tenang. Selama Devan bermain gitar, senyum di bibir Amira tidak pernah hilang dari wajahnya.

"Loh kok berdiri disitu," Suara Devan yang berat menyadarkan Amira. Devan menatap Amira dengan tatapan bingung. Mata mereka bertemu dalam 2 detik. "Eh iya, tadi gue liat lo asik banget main gitarnya jadi gamau ganggu," Sahut Amira gugup. Amira menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kegugupan Amira sangat terlihat di mata Devan. Devan hanya menggelengkan kepalanya. "Sini duduk." Devan menepuk kursi disebelahnya tanda mempersilahkan Amira untuk duduk disebelahnya. Dengan gugup, Amira berjalan mendekati Devan dan duduk dikursi sebelah Devan. Dada Amira berdebar seperti genderang yang sedang ditabuh. Amira sangat merindukan moment ini. Moment dimana Ia dengan Devan bersanding berdua.

"Kita bawain little things nya One Direction aja ya," Usul Devan. "Boleh tuh." Amira setuju dengan usul Devan. Amira sedikit terkejut dengan usul dari Devan, sebab lagu itu adalah lagu favourite Amira. Entah Devan masih mengingatnya atau tidak. "Yaudah yuk latihan." Devan tersenyum ke arah Amira. Amira berharap waktu berhenti detik ini juga.

Devan mulai memainkan intro Little Things – One Direction. Lalu, Amira mulai menyanyikan lirik lagunya dengan suara yang indah. Selama lagu itu dimainkan, Amira tidak pernah melepas pandangannya dari Devan. Rasanya seperti mengulang masa lalu. Amira sangat merindukan sosok Devan. Sosok yang sangat Ia cintai. Sosok penyejuk hatinya saat Ia sedang dalam mood yang tidak baik. Sosok yang selalu ada untuknya kapanpun Ia inginkan. Diakhir lagu, Amira dan Devan saling berpandangan. "And all these little things." Amira dan Devan tersenyum bersamaan.

---

Amira amat bahagia hari ini. Seakan Tuhan sedang berbaik hati kepadanya. Kebahagiaannya hari ini sangat lengkap. Pertama, duduk berdampingan dengan Devan. Kedua, memandang Devan dari jarak yang dekat. Ketiga, diantarkan pulang oleh Devan. Tapi, dalam perjalanan pulang Amira dan Devan tidak membuka suara sedikitpun. Keduanya terdiam seribu bahasa.

"Kak makan dulu yuk," Pintu kamar Amira diketuk 2 kali setelah Amira selesai membersihkan dirinya dengan air hangat. "Iya bun sebentar." Sahut yang dipanggil. Amira mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil ditangannya. Amira keluar dari kamarnya dengan rambut setengah basah dan melangkah menuruni anak tangga satu persatu. Lalu, Ia melangkah menuju ruang makan. "Ini dia si tuan puteri," Ledek Rio kepada Amira. Adrian dan Nia hanya tersenyum melihat kelakuan anak bungsunya. "Cie yang dianter pulang sama mantan," Tambah Nia. "Apasih bun jangan mulai deh." Pipi Amira berubah menjadi kemerahan karena malu atas ejekan adik, bunda, dan ayahnya. Makan malam kali ini sangat ramai akibat Amira yang diantarkan pulang oleh Devan.

"Aku udah selesai nih, aku ke kamar ya." Amira beranjak dari kursinya. Ia melangkahkan kakinya pada anak tangga pertama. "Awas kebawa mimpi loh." Ledek Adrian. Mendengarnya, Amira hanya tersenyum malu, lalu melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga menuju ruangan pribadinya.

Amira merebahkan tubuhnya diatas ranjang berwarna cokelat muda miliknya. Amira tidak dapat menghilangkan moment hari ini dari memori otaknya. Moment itu terus menerus berputar di kepalanya. Suara deringan benda persegi panjang berwarna putih memecah keheningan di ruangan pribadi Amira. Amira meraih ponselnya yang berada di meja sebelah ranjangnya.

Accio R: ra

Dengan malas Amira membalas pesan dari Cio.

Ananda Amira: ha?

Accio R: fc yuk

Ananda Amira: sori ngantuk

Accio R: oke ra lain kali ya. nite :)

Amira menggelengkan kepalanya. Lalu mengabaikan pesan terakhir yang masuk dari Cio.

---

"Bun aku pergi dulu ya," Teriak Amira kepada bundanya yang berada di dapur. "Yakin gamau dianter?" Sahut bundanya. "Iya bun, sendiri aja." Amira berjalan menuju pintu rumahnya. Suasana rumahnya pada hari sabtu siang ini tidaklah ramai, dikarenakan ayahnya yang tiba-tiba saja ada sedikit urusan di kantornya dan adiknya yang belum terbangun dari istirahatnya.

Amira berjalan menyusuri jalanan komplek rumahnya. Ia memasang earphone di telinganya, dan memutar lagu kesukaannya. Tiba-tiba saja sebuah mobil sedan hitam berhenti di sebelahnya, lalu kaca mobil itu perlahan terbuka. "Mau kemana?" Seseorang yang sedang duduk ditempat pengemudi bertanya. "Ngapain lo disini?" Amira terkejut melihat siapa yang mengendarai mobil sedan itu. "Abis dari rumah temen gue yang ada di komplek ini, terus ngeliat lo lagi jalan sendirian, yaudah gue berhenti." Jelas Cio tanpa melebihkan ataupun mengurangkan. Amira memutar kedua bola matanya tanda tak suka. "Butuh tumpangan?" Tawar Cio dengan melontarkan sebuah senyuman manis. Amira berfikir sejenak, lalu menyetujui tawaran Cio.

"Mau beli buku untuk apa?" Cio memecah keheningan selama 20 menit dalam perjalanan. "Ya buat dibaca lah gimana sih," Sahut Amira tanpa menoleh ke arah Cio. "Kenapasih lo kayaknya gasuka banget sama gue?" Pertanyaan yang dilontarkan Cio sukses membuat Amira diam seribu bahasa. Sejujurnya, Amira juga tidak tahu mengapa Ia tidak menyukai Cio. Amira menolehkan kepalanya ke arah Cio. "Entah." Hanya itu jawaban yang Amira punya untuk pertanyaan Cio. Kemudian suasana hening datang lagi sampai mereka tiba di tempat tujuan.

Amira berjalan menyusuri rak-rak buku. Ia sibuk mencari buku yang dibutuhkannya, sementara Cio hanya mengekori di belakang seperti hewan peliharaan. "Nah ini dia," Amira berhasil menemukan buku yang dicarinya. Kemudian, Ia berjalan menuju meja kasir untuk membayar buku itu. "Laper ga?" Tanya Cio dengan memegang perutnya. "Lo laper? Yaudah kita makan dulu." Mereka keluar dari toko buku dan berjalan menuju tempat makanan siap saji.

Selama menunggu pesanan datang, tidak ada seorangpun dari mereka yang membuka suara. "Ini pesanannya mba, mas." Seorang pelayan di tempat makan ini meletakan 2 piring spaghetti dan 2 gelas lemon tea di meja mereka. Dalam 23 menit, pesanan mereka habis tidak bersisa. "Lo sebenernya kenal gue gasih?" Cio menatap Amira dalam. "Engga." Jawab Amira singkat. "Parah banget, temen angkatannya sendiri ga kenal." Cio memajukan bibir bawahnya. "Lo aja anak baru, beda kelas lagi sama gue, gimana mau kenal," Sahut Amira. Amira berfikir sejenak bahwa Cio tidak pantas untuk dibenci olehnya. "Maaf ya sikap gue selama ini buruk sama lo," Amira menatap Cio dengan tatapan memohon. Melihat itu Cio hanya tersenyum manis ke arah Amira, lalu memegang tangan Amira. "Santai aja." Amira terdiam untuk beberapa saat. Amira merasakan hal aneh saat Cio memegang tangannya.

---

entah kenapa gue ngerasa part ini aneh.
maapkeun.
jangan lupa vomments.
makasih.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 27, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

UnexpectedWhere stories live. Discover now