Bencana Jawa Series 4

69 5 0
                                    

Pagi itu langit berwarna biru jernih bergradasi dengan sempurna. Ahh,...semua
orang rindu untuk mendapatkan suasana langit biru indah. Langit dimana tersusun
indah awan-awan putih bagai bulu angsa, yang begitu tampak lembut. Bila kita
memandang keatas langit pada masa itu, khayalan pikiran membuat tangan kita
seakan ingin mengelus-elus bulu bulu angsa putih itu. Pada masa itu di pagi hari
bersamaan waktu matahari bersinar, langit begitu terasa damai. Masa itu, suasana
itu, terjadi 20 tahun yang lalu.
Sekarang, di tanggal 5 Juli tahun 2011 ini, langit abu-abu di jalan raya Yos Sudarso
Jakarta, suhu diluar sudah mencapai 34 derajat Celcius. Padahal diatas suatu gedung
tinggi, jam digital besar dengan angka angka lampu berwarna kuning menunjukkan
pagi itu masih pukul 06.28. Semua orang yang lalu lalang di jalan itu dapat melihat
dengan jelas empat digit angka penunjuk waktu di atas gedung itu. Jam digital yang
sudah lebih dari dua puluh tahun terpasang di atas gedung ini, dan tentunya masih
mengunakan tehnologi sederhana dua puluh tahun yang lalu.
Tehnologi jam memang relatif berkembang lambat bila dibandingkan dengan
perubahan tehnologi komunikasi. Bandingkan dengan perubahan tehnologi
handphone atau telepon genggam, yang sekarang tidak perlu digenggam lagi. Alat
komunikasi ini semakin kecil, semakin canggih, menjadi fashion, cukup digantung
dileher atau diselipkan di telinga.
Bandingkan pula dengan komunikasi internet dengan komputer via satelit. Kini alat
semacam itu bukan lagi hanya bisa dinikmati pejabat pemerintah atau orang kaya.
Hari ini pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 50 juta orang. Pengguna
handphone bahkan sudah mencapai lebih dari 150 juta orang. Sudah lebih dari
separuh penduduk Indonesia memiliki handphone, hebat bukan?
Hari ini sebagian besar pengguna handphone juga sudah sangat akrab dengan sistem
pembayaran via handphone. Tehnologi fitur tambahan dengan ide dan konsep
sederhana. Sistem ini merupakan pengembangan sistem transfer pulsa antar nomer
prabayar atau pascabayar. Sekarang, fitur ini dibuat variasinya dengan sistem
aplikasi saldo pulsa dibarter dengan barang belanjaan. Itulah gunanya tehnologi,
membuat hidup manusia semakin mudah dan nyaman. Hari ini, sebagian besar
penduduk kota sudah biasa belanja tidak bawa uang tunai, tidak bawa kartu kredit,
bahkan tidak bawa dompet. Cukup bawa handphone, berlaku di hipermarket,
minimarket, bahkan pedagang informal seperti penjual warteg, kaki lima dan
gorengan juga menerima cara pembayaran ini. Sebagaimana kartu debit, selama
pemilik handphone punya uang di bank, maka pembayaran model ini bisa
dilakukan.
Dari awal penciptaannya handphone dilengkapi pula dengan fitur penunjuk waktu.
Ironisnya, walaupun sebagian besar manusia Indonesia memiliki handphone yang
berarti penunjuk waktu selalu ikut bersamanya, sebagian besar pula manusia
Indonesia masih kesulitan kalau diminta datang tepat waktu atau menyelesaikan
tugas tepat waktu. Jarang ada rapat yang bisa dimulai dan selesai tepat waktu.
Mungkin karena paham akan kebiasaan yang sudah menjadi kebudayaan ini, maka
Ratu Belanda memberikan hadiah Jam Gadang buatan Jerman kepada Controller
Roock Maker, penguasa daerah pada waktu itu, dan meminta didirikan
bangunannya di tempat yang tinggi. Biar masyarakat setiap saat bisa membuat
patokan perjalanan waktu dan tidak lupa dengan waktu.
Jam gadang di Bukit Tinggi Sumatra Barat yang sudah ada sejak tahun 1926 sampai
sekarang ini masih terawat, dan menjadi monumen kota dan tujuan pariwisata.
Detik-detik dan jarum penunjuk waktunya bekerja dari dulu sampai sekarang tanpa
henti walaupun masih menggunakan sistem mekanik sederhana. Lucunya jam ini
memakai huruf Romawi, dimana angka 4 tidak ditulis dengan IV sebagaimana
lazimnya, tetapi dengan empat buah huruf i, IIII. Tidak ada yang mengerti kenapa?
Mesin jam tersebut juga dibuat di Jerman, bukan di Swiss yang terkenal dengan
industri jamnya. Sejak dari dulu sampai sekarang jarum penunjuk pada jam tersebut
tidak mengalami perubahan, sebaliknya atap bangunan atau kepalanya sudah
mengalami perubahan beberapa kali dari design pertamanya. Awalnya berbentuk
bola dengan ayam bertenger diatasnya, kemudian berubah menjadi trapesium
seperti nasi bungkus, dan terakhir berbentuk tanduk kerbau ciri khas minangkabau.
Pagi itu di jalan Yos Sudarso Jakarta, masih kelihatan lenggang. Hanya
beberapa kendaraan roda empat dan roda dua sekali-sekali melintas. Para
pengamen dan pengemis jalanan sudah mulai bangun dari tempat tidurnya
dan menghirup sebanyak-banyaknya udara seakan untuk dijadikan tabungan
oksigen di dalam paru-paru mereka. Mereka sadar, beberapa jam lagi diatas
pukul delapan, dimana aktifitas manusia Jakarta sudah mengeliat, jalan ini
akan menjadi padat sekali. Mereka sadar pula, semakin padat dan banyak
kendaraan, maka potensi rejeki yang diperoleh juga semakin banyak. Mereka
tidak pedulu soal udara yang akan menjadi pengap, panas, penuh debu,
apalagi soal pemanasan global. Pada siang hari suhu di sekitar sini biasanya
mencapai 38 derajat celcius. Belum lagi ditambah dengan asap knalpot yang
mengeluarkan gas karbon CO2. Mahluk seperti apakah CO2 itu? Mereka
tidak memikirkannya. Bagi anak jalanan, yang penting adalah bagaimana bisa
bertahan hidup hari ini, mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan cara
berakting memelas, mengharapkan belas kasihan.
Beberapa argumen mengatakan, kita tidak perlu kuatir dengan anak-anak jalanan
ini. "Tenang saja, mereka sudah kebal kok. Tiap hari mereka disana juga tidak
pernah mengeluh atau sakit. Justru keadaan ini malah melatih kekebalan tubuh
mereka dari segala serangan penyakit." Hmm, ...itulah pembenaran yang sering
diutarakan para abang pimpinan mafia anak jalanan dan sebagian pejabat yang tidak
mau tahu dan mengampangkan persoalan. Mereka bahkan mengambil keuntungan
dari keadaan ini.
Sebagaimana sebagian besar pejabat juga tidak tahu dan tidak peduli bahwa
sekarang ini sedang terjadi ancaman besar bencana alam akibat perbuatan manusia,
termasuk dari asap kendaraan bermotor. Pemanasan Global yang merusak lapisan
ozon, telah membuat bumi tambah panas. Siapa yang tahu kalau lapisan es di kutub
utara dan kutub selatan sedikit demi sedikit telah mencair ? Siapa yang ingat
tanggal 6 Maret 2008 telah runtuh 414 kilometer persegi balok es di Antartika?
Siapa yang menghitung kalau 414 km persegi itu sama dengan luas satu setengah
(1,5) kali kota Surabaya ? Siapa yang sadar, kalau air laut telah terus bertambah
tinggi dan suhunya tambah panas dan pada suatu saat pulau-pulau rendah akan
tenggelam?
Bencana lanjutannya tinggal menunggu waktu. Saat dimana lautan akan
melepaskan 400 milyar ton gas metana (methane) beku yang sekarang tersimpan
aman di bawah laut. Pelan pelan tapi pasti, keseimbangan atmosfir yang
melindungi bumi sudah rusak. Bencana alam yang semakin sering adalah salah
satu indikatornya.
Tadi malam dini hari, terjadi lagi gempa bumi di wilayah Jawa Timur. Padahal
beberapa hari sebelumnya juga terjadi letusan gunung berapi Gunung Gede
Pangrango di Jawa barat, dan bulan lalu ada letusan Gunung Merapi di Jawa
Tengah. Gempa bumi juga terjadi di Sumatera, Sulawesi dan Maluku. Trend gempa
akhir-akhir ini bukan hanya monopoli Indonesia, tetapi seluruh dunia juga
mengalaminya. Di daratan China, Jepang, India, Benua Amerika, Afrika termasuk
langganan juga.



Bencana JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang