Prolog

101K 3.6K 147
                                    


Apakah kamu punya tanggal yang selalu kamu ingat?

Mungkin tanggal itu tak memiliki warna merah di kalendermu. Kamu mungkin tidak akan menyangkanya bahwa tanggal itu akan menjadi tanggal yang istimewa. Tanggal yang mungkin akan kamu ingat delapan tahun kemudian, sama seperti diriku sekarang.

Aku pernah melupakan tanggal istimewa itu untuk beberapa lama. Hingga tanggal itu muncul kembali di ingatanku tiba-tiba. Aku sedang asyik mengetik terjemahan bahasa Indonesia dari sebuah bundel dokumen kantor di atas tempat tidurku, ketika bundelan itu terjatuh dari pangkuanku. Seluruh isinya berceceran hingga masuk ke kolong tempat tidur.

Aku memaki pelan diriku sendiri yang ceroboh sambil membereskan kertas-kertas yang berceceran itu satu demi satu hingga akhirnya tanganku terhenti pada suatu benda. Tepatnya, pada kotak besar yang ada di bawah tempat tidur. Ketika melihatnya kembali, seluruh tengkukku terasa menggigil.

Aku meraih kotak besar itu dan membuka tutupnya. Dalam kotak itu, aku menyimpan semua hal yang mengingatkanku tentang dia. Sudah lama aku tidak membukanya, dan diam-diam berharap bisa membuang semua isinya sekaligus. Namun, aku tak pernah cukup tega melakukannya.

Di antara banyak barang dalam kotak itu, mataku malah tertumbuk pada buku harian paling akhir yang pernah kutulis. Aku menemukan lembaran yang kutulis pada hari ini, delapan tahun lalu. Tanggal 1 April 2008. Aku menulis keterangan April Mop pada sudut halaman catatan itu.

Aku membuka lembaran-lembaran catatan harianku sebelumnya, hingga sampai pada tanggal 11 Januari 2008, yang jatuh di hari Jumat. Hari yang aku kira akan tenggelam seraya waktu berjalan. Aku kira aku bisa melupakannya.

Kamu selalu mengira-ngira. Kamu lupa kalau kamu bisa salah.

Kata-kata darinya terngiang di telingaku sekali lagi. Bahkan setelah delapan tahun berlalu, ia masih bisa membuktikan bahwa aku bisa salah.

**

1

Ruang Musik

11 Januari 2008

Kutukan rupanya bisa datang dengan berbagai cara. Dan bisa datang dalam satu hari, dengan wujud yang berbeda-beda.

Kutukan pertama: aku lupa membawa buku cetak Kimiaku sehingga aku harus nongkrong di meja piket pada jam mata pelajaran pertama. Bersama dengan sederet 'terdakwa pagi' –sebutan Pak Kris, guru Budi Pekerti SMA Tirtacahya bagi para murid yang hobinya terlambat masuk sekolah, aku bersila di hadapan Pak Kris yang berjaga di meja piket.

Belum cukup ditambah dengan kedua kaki yang kesemutan, muncullah kutukan kedua: aku lupa menuliskan adanya kuis Fisika di agendaku.

Pak Bangkit, guru Fisikaku, sedang tidak ada ampun-ampunnya hari itu. Kuis yang ia berikan berisi 40 soal, dan aku hanya sanggup mengerjakan 20 soal saja. Rambut panjangku yang biasanya kubiarkan tergerai mendadak langsung kucepol asal-asalan. Kuharap, dengan helai-helai rambut yang sudah diamankan dengan karet rambut, hal itu dapat mengecilkan kadar stress yang mulai memuncak karena ada dua kutukan yang terjadi hari ini padaku.

"Heran deh, gue. Ini kenapa gue jadi lupa semua begini, sih?" tanyaku gemas kepada diri sendiri di depan Sarah dan Jihan, kedua sahabatku yang sedang asyik makan bakso di kantin sekolah.

"Ya, udah lah. Gapapa kuis Fisika gagal. Kita belum try out Ujian Nasional juga, kok. Santai aja lah," ujar Jihan santai sambil meniup-niupi kuah baksonya.

Aku selalu kesal dengan balasan Jihan yang supersantai. Jelas saja ia bisa komentar seperti itu. Otaknya sangat encer. Ia bisa mengerjakan kuis Fisika barusan dengan waktu 30 menit lebih cepat daripada murid yang lain.

Recalling the Memory [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang