36 :: Patah

181K 11K 6.6K
                                    

Sore itu angin berhembus ringan, berusaha membawa ketenangan pada Shanin meskipun hatinya kini terasa panas, tak sehangat sebelum ia bertemu dengan lelaki di hadapannya itu. Jantungnya beritme begitu cepat hingga bibirnya ikut gemetaran. Otaknya masih mencoba mencerna perkataan yang barusan dilontarkan Aidan dengan cara yang terbilang santai, seperti tanpa beban.

"Kamu bilang apa?" Shanin bertanya dengan ragu, seperti tidak ingin bertanya karena sesungguhnya ia mendengar jelas apa yang Aidan katakan tadi. Hanya saja ... ia terlalu tidak percaya.

Aidan memandang Shanin dari balik bulu matanya. Terlihat jelas sebesit luka yang tergores di tatapan Shanin. Terasa jelas sorotsn mata itu menyatakan bahwa ia benar-benar terluka. Dan sekarang tubuh Aidan berubah menjadi kaku.

"Aidan ... kamu minta putus?" Shanin masih setia menatap lelaki jangkung di hadapannya tersebut. "Apa alasannya?"

Aidan terdiam. Lidahnya kelu dan terlalu berat untuk berucap. Apalagi bila matanya bertemu dengan mata milik Shanin. Semua itu hanya membuatnya semakin tak bisa berbuat apa-apa. Ia sungguh-sungguh membenci keadaan seperti ini.

"Aidan, kamu kok bisa ngomong kaya gitu? Kenapa? Apa kamu udah nggak sayang lagi sama aku? Atau kamu udah bosen sama aku? Atau mungkin kamu udah punya pengganti aku?" Mata Shanin jelas memerah, bahkan suaranya bergetar dan mulai terdengar sumbang.

"Kamu ngebiarin aku khawatir berminggu-minggu karna kamu nggak ada kabar, kamu ngebiarin aku galau setiap malem karna mikirin kamu, kamu ngebiarin aku nunggu kamu, dan kamu ngebiarin aku nahan kangen sampe aku tersiksa sendiri ... dan aku bener-bener seneng waktu kamu ngechat aku buat ngajak ketemuan di sini. Aku kira kamu mau ngelepas kangen bareng aku sekaligus ngejelasin kenapa kamu pergi dari rumah sampe 2 minggu. Tapi ternyata, tujuan kamu malah buat minta putus." Shanin menjeda. "Kamu tuh nggak mikirin gimana rasanya jadi aku, Dan."

"Shanin--"

"Coba sekali-kali kamu berposisi jadi aku. Kamu kangeeen banget sama seseorang, dan kamu seneng banget waktu dia ngajak kamu ketemuan. Tapi ternyata pertemuan itu cuma buat mengakhiri hubungan kalian. Apa nggak sakit?" Sebulir air mata Shanin jatuh tepat di pipi kanannya. Ia menarik napas, meredam emosinya dengan cara berusaha untuk tersenyum.

"Kamu tau, aku sayang banget sama kamu, Dan. Kamu sendiri juga pernah bilang kalo kamu itu sayang sama aku. Tapi kenapa rasa sayang kamu cepet banget pudar, Dan? Kenapa nggak bisa awet kaya yang aku rasain ke kamu?" lanjut Shanin.

"Aku sayang kamu, tapi aku ga bisa." Aidan bergumam.

"Ga bisa apa?"

"Ga bisa terus sama kamu."

"Kenapa?"

Aidan lagi-lagi tertunduk. Ia tak kuasa melihat wajah Shanin yang sudah dibanjiri air mata akibat perbuatannya. Ia ingin sekali mendekap erat tubuh Shanin dalam pelukannya, namun itu semua terasa sulit. Hingga akhirnya yang bisa Aidan lakukan hanyalah diam dalam beribu rasa bersalah yang ia pendam.

"Tolong jelasin ke aku kenapa kamu minta putus ..." pinta Shanin.

"Aku ga bisa."

"Kenapa ga bisa?" Tangis Shanin semakin menjadi.

"Aku takut kamu semakin sakit." Aidan menatap dalam kedua mata Shanin, membuat Shanin melihat kilatan rasa bersalah pada mata itu. Dan tentunya itu membuat hati Shanin semakin terasa kacau.

"Tapi aku mau denger penjelasan kamu ..." lirih Shanin, "walaupun itu pahit, aku bakal coba buat terima."

Dalam beberapa detik Aidan tak bergerak dan tak memberi reaksi. Ia diam, membuat Shanin ikut terdiam. Kini keheningan itu tercipta lagi di antara mereka. Keheningan yang sama sekali tak mengundang rasa nyaman, malah sebaliknya. Andai rencana Tuhan tak seperti ini, pasti moment ini tak akan pernah terjadi.

Aidan menarik napas dalam, kemudian menghelanya bersamaan dengan berdersirnya darah dia ketika mata Shanin berkedip ke arahnya. Dalam hati ingin sekali Aidan berkata bahwa ia amat sangat merindukan gadis di hadapannya itu. Tapi ia memilih untuk tetap menyimpannya dalam hati.

"Shanin," panggil Aidan.

"Ya?" sahut Shanin.

Aidan menatap tangan kirinya, mengangkatnya perlahan ke udara, dan berhenti tepat sejajar dengan perutnya. Ada sesuatu yang menghiasi tangannya, tepatnya salah satu jarinya.

Sebuah cincin.

"I-itu cincin apa?" Jantung Shanin tak bisa dideskripsikan lagi seberapa cepat detaknya bergerak. "Itu cincin apa, Dan? Apa ada artinya? Apa cincin itu melambangkan sesuatu?"

"Shanin ..." Aidan menatap Shanin.

"Jawab aku!" Hentak Shanin yang malah terdengar lemah.

"Ini cincin tunangan," jawab Aidan.

"Hah?" Shanin mengernyit. "Apaansih? Jawab yang bener, Aidan!"

"Aku serius," ujar Aidan.

Hening sejenak. Shanin lagi-lagi terlihat begitu tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Aidan. Semua yang terjadi saat ini benar-benar seperti sandiwara dan ilusi yang menjelma menjadi suatu kenyataan.

"Kamu tunangan? ... Sama siapa, Dan?" ucap Shanin begitu sedih.

Aidan menggeleng. "Maaf, gue ga bisa lama-lama."

"Kamu mau kemana?"

"Pulang."

"Aidan ..." Shanin masih menangis.

"Tolong hapus air matanya," pinta Aidan yang kemudian berlalu dari hadapan Shanin secepat itu. Dan itu membuat Shanin berteriak keras memanggil namanya.

***

Di dalam mobil, Aidan mencengkram stir kuat-kuat hingga urat di tangannya menimbul. Ia merasa amat sangat bodoh telah berlaku seperti bajingan terhadap Shanin. Setelah apa yang terjadi, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Dengan penuh amarah, Aidan menoleh ke kiri, tepat ke seorang perempuan yang sejak tadi duduk di kursi sebelahnya dan menyaksikan apa yang terjadi antara Aidan dan Shanin. Ya, sejak tadi ia berada di mobil, menunggu Aidan.

"Lo udah liat semuanya?" Aidan menahan emosinya yang meluap-luap. "Lo liat Shanin nangis sekejer itu?"

"Yes, I see." Perempuan itu tersenyum menyebalkan.

"UDAH PUAS LO NGERUSAK HUBUNGAN GUE SAMA DIA?!" Aidan berteriak.

"Oh, calm, Dude. Jangan emosi gitu dong. Gue aja santai." perempuan tadi mengedipkan sebelah matanya.

Aidan berdecih. "Ular."

"Gue lakuin ini karna gue sayang lo, Scorpio," ucapnya.

"Tai." Cetus Aidan.

"Mungkin sekarang lo katain gue tai. Tapi, suatu hari nanti lo bakal nyebut gue sebagai your lovely girl." Ia tersenyum penuh percaya diri yang malah membuat Aidan semakin membencinya.

Dan yang membuat Aidan terkejut setelahnya adalah, Alsha tiba-tiba mengecup bibirnya.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

OH YES ALHAMDULILLAH AKHIRNYA SHAIDAN UPDATE!!!!! AAAAAAAAAAAAAA KANGEN GAK KANGEN GAK EHEHEHEHE

BTW MAAF YA DATENG2 LANGSUNG NGASIH GALAU MOMENT EHEHEHEHE DITAMBAH LAGI ALSHA PULA. UHUY. SIAPATUH ALSHA 😏😏😏😂

COMMENT NYA JANGAN LUPA OK THANK YOU!😘

SALAM,
RADEN

SHAIDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang