23 :: Pulang

143K 16.3K 4.7K
                                    

Malam ini hujan turun lagi.

Shanin memandang langit gelap yang terlihat begitu pekat tanpa ada bintang yang bersinar di sana. Angin dingin khas hujan membelai halus permukaan kulit Shanin yang padahal telah tertutup oleh sweater.

Ia mengusap hidungnya yang bahkan sudah memerah. Matanya sayu serta dihiasi oleh lingkaran hitam yang samar. Shanin menyandarkan punggungnya pada tembok sembari mengembuskan napas berat.

Ketenangan Shanin terganggu ketika suara bising itu menyergap telinganya. Shanin mengerutkan dahinya, tak mengenali suara yang ia dengar itu.

“DUA, TIGA AYAM BERKOKOK. SELAMAT MALAM, ALDAN KEMBALI KE RUMAH!!”

Setelah itu, terdengar bunyi sebuah benda jatuh ke lantai dan pecah. Shanin lantas memejamkan matanya, kaget. Ia pun beranjak dari balkon menuju lantai bawah untuk melihat apa yang terjadi.

Langkah Shanin terhenti saat ia melewati kamar Aidan yang pintunya terbuka. Cowok itu keluar dari kamar sambil menguap lebar hingga membuat Shanin tertawa.

“Woy, mangap jangan lebar-lebar. Kalo tiba-tiba buaya masuk, gimana?” celetuk Shanin yang mendapati dengusan dari Aidan.

Btw, di bawah ada apaan, sih?” tanya Shanin.

“Adek gue pulang.” jawab Aidan.

“Hah, adek lo? Lo sejak kapan punya adek? Kok ga cerita!?” serbu Shanin.

Aidan tak menanggapi celotehan Shanin. Ia malah melenggang mendekati anak tangga untuk turun ke lantai bawah. Shanin pun mengikuti Aidan dari belakang sambil sesekali bersin ringan.

“Virus,” ledek Aidan.

“Ih, namanya juga lagi pilek.” decak Shanin.

Setibanya di lantai bawah, mata Shanin langsung tertuju ke sebuah figur cowok yang sedang berdiri di belakang Mbak. Aidan ikut berhenti melangkah ketika ia lihat anak cowok itu.

“Maaf, ya, Mbak.” kata cowok itu ke Mbak yang baru saja bangkit dari posisi jongkok, sambil membawa wadah berisi pecahan kaca. Mbak mengangguk kemudian pergi dari tempat semula.

“Dateng-dateng rusuh,” ketus Aidan.

Mendengar suara Aidan, si cowok tadi langsung tersenyum lebar dan berlari ke arah Kakaknya. Lalu, ia memeluk Aidan dengan erat seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu.

“Bang Edaaan!” pekik Alden dalam pelukannya.

“Ih, apasi,” Aidan berontak dan menjauh dari Alden, “lo bau.”

“Jahat!” Alden memukul lengan Aidan secara main-main, “lo gak kangen gue apa, Bang?”

“Gak,” balas Aidan.

Alden mencebik lalu perhatiannya teralih ke seorang cewek yang sejak tadi berdiri di samping Aidan. Senyum mesum Alden terukir di wajahnya yang konyol sembari ia mencolek tangan Aidan, “Wow, siapa tuh, Bang?”

“Kenalan lah,” suruh Aidan.

Alden tersenyum penuh arti, lalu tangan kanannya terulur ke Shanin, “Hai, gue Alden Stevano. Adeknya Bang Edan yang paling ganteng. Gue hobi traveling dan hiking. Gue juga suka main skateboard. Gue lahir di bulan November tanggal lima. Umur gue sekarang 15 tahun. Gue baru aja putus dua minggu yang lalu gara-gara gue ngilangin jam tangan brandednya pacar gue --eh mantan gue. So, siapa nama Kakak?”

Shanin melongo dengan mulut yang terbuka sedikit, matanya memandang Alden penuh keterkejutan. Shanin lalu menurunkan pandangannya ke tangan Alden yang masih setia menjabat tangan kanannya. Shanin tersenyum kikuk, “H-hai. Gue Shanin, temennya Aidan.”

SHAIDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang