Pagi itu mentari menebarkan kehangatannya. Ia tersenyum seceria Aldi mengawali hari. Hari dimana ia telah begitu siap dengan pakaian pramuka lengkap, berkacu rapi dan baret coklat dikepalanya. Aldi terlihat begitu gagah, badannya yang tegap dan semapai menggendong tas carril yang telah ia isi barang barang keperluannya selama ia pelatihan di Cibubur sebelum jambore dunia berlangsung.
Bagi sosok Aldi yang jiwanya hangat dengan keluarga, restu Orang Tua adalah segalanya. Ia melihat seorang ibu yang begitu ikhlas mendampinginya hingga detik ini membuat ia tak kuasa menahan tetes demi tetes air yang keluar dari jendela hatinya ketika tersungkur memohon doa dan restu. Sang ibu pun menangis haru. Perasaan campur aduk menyelimuti hatinya,namun doanya tidak akan pernah putus mengiringi setiap langkah Aldi. Itulah alasan terbesar mengapa Aldi menjadi pribadi yang tangguh. Sungguh berat bagi Aldi meninggalkan Ibu dan Ayahnya jauh ke negeri orang meski hanya untuk sementara. Terlebih belakangan ini ibunya sering jatuh pingsan dan difonis mempunyai penyakit Anemia. Namun, apa yang Aldi lakukan juga untuk membanggakan kedua orang tuanya tanpa lupa ia mendoakan kesembuhan ibunya.
Detik demi detik berlalu, Andi harus segera berangkat menuju kantor Kwartir Daerah. Ia melihat mata sembab karena meneteskan air mata juga senyum bahagia terukir dari kedua orang tuanya.
***
Aldi, Farel dan rombongannya telah sampai di kantor Kwartir Daerah. Pukul 09.35 mereka berangkat menggunakan bus menuju Cibubur.
Seluruh peserta jambore dunia yang telah terpilih mewakili Indonesia akan mendapat pelatihan selama 2 Minggu di Cibubur. Latihan fisik,pemberian materi dan bekal bekal untuk mereka di Jambore Dunia nanti.
***
10 hari berlalu. Apa yang ia dapatkan dari pelatihan itu memang luar biasa. Namun waktunnya selalu tersita oleh jadwal yang padat. Hingga ia tak sempat berkabar kepada orang tuanya dikampung. Malam di hari ke 10 itu ia ingin melepas rindu yang bercampur khawatir kepada orang tuanya. Ia membuka kunci layar ponselnya, mencari kontak nomor telepon sang ayah dan langsung melakukan panggilan suara, berharap meski saat itu tengah larut malam, orang tua nya mengangkat telpon. Namun tak ada jawaban dari orang yang dituju yang ia dapati, hanya suara telepon tersambung, tak diangkat. Mungkin, orang tua nya sudah beristirahat. Hanya itu fikirnya.
Adzan Shubuh berkumandang di hari ke 11 nya ia di Cibubur, Aldi bangun, sesekali meregangkan otot otot nya yang telah cukup beristirahat. Ketika ia mengecek telepon genggamnya, ia melihat sebuah pesan singkat yang diterima pada pukul 03.00 dinihari tadi.
"Nak, bagaimana kabarmu disana? Maafkan ayah tidak sempat mengangkat telponmu semalam. Ayah dan ibu dalam keadaan sehat wal'afiat. Kami merindukanmu nak, kembalilah dengan selamat. Jangan tinggalkan shalat" Isi pesan singkat yang tidak lain adalah dari ayahnnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Atas Tanah Pijakan
Short StoryKarena aku terlahir di tanah Indonesia, tempat aku kembali meski langkahku tak hanya hanya disini.