Pagi yang cerah menyapa sebuah desa kecil namun terkesan damai, mentari mulai menampakkan sinar hangatnya menyapa setiap manusia yang memulai aktifitas paginya, terlihat sangat ramai. Berbeda dengan suasana di sebuah rumah tua namun terkesan klasik dan minimalis. Lyra, ialah gadis satu-satunya yang keluar dari rumah tua tersebut. "Selamat Pagi nak !". Seorang nenek tua menyapa hangat Lyra yang terlihat tengah membersihkan kaca kusam rumah tersebut."Selamat pagi nek, apakah semalam tidur mu nyenyak ?". Lyra menjawab sopan sang nenek tua. "Tentu saja, sudah dua minggu lebih nenek tidur nyenyak karena bantal yang kau buat itu. sekali lagi terima kasih ya nak!". "Iya, senang bisa membantu nenek.". "Akh, ini ada sedikit makanan yang nenek buat sendiri. Hitung-hitung unuk sarapan!". "Oh, tidak perlu repot-repot nek. Tapi, terima kasih banyak.". "Tidak merepotkan. Kalau begitu nenek pergi dulu ya, ada banyak pengusaha kota yang membeli beras hari ini, jadi nenek dan yang lainnya harus bekerja lebih pagi!". "Baiklah, semoga hari mu menyenangkan nek!".
"Suara berisik apa tadi ?". tanya seorang pria dari arah pintu rumah yang tiba-tiba membuyarkan kegiatan Lyra. "Kenapa kau keluar? Orang-orang akan berpendapat buruk pada ku!". Lyra mendorong tubuh pria tersebut sampai akhirnya mereka masuk kembali kedalam rumah.
"Kenapa? Aku memang terbiasa bangun pagi lalu menyapa para tetangga!". "Tapi ini bukan tempat tinggal mu tuan! Masyarakat mengetahuinya bahwa ini rumah ku!". "Aby, nama ku Abyan. Tunggu! Benarkah ini rumah mu ? kenapa aku tidak bisa mempercayai nya ?". "Maksud anda ?".
"Kau lihat rak buku di sekeliling ruangan besar ini ?". Aby mengedarkan pandangan nya ke segala penjuru ruangan. "Lalu ?". Lyra mengikuti arah pandang Aby. "Malam tadi aku tidak bisa tidur dengan tenang, bayangkan! Bagaimana rasanya kau tidur dengan berjuta-juta nyamuk di sekeliling mu?". Aby menatap manik mata Lyra serius. "Apakah hanya karena nyamuk anda berfikir bahwa rumah ini bukan milik ku ?". "Bb-Bukan. Maksud ku, karena aku tidak dapat tidur aku putuskan untuk melihat-lihat isi ruangan ini. Ternyata buku-buku disini dapat di kategorikan buku yang pantas untuk dibaca dan ku rasa ada beberapa buku yang masih keluaran terbaru, tapi kenapa sudah sangat kusam ?"
"APA ? kau melihat semua isi ruangan ?". "Tidak, tidak semua. Tunggu, memangnya kenapa ?". Aby menatap Lyra tajam. Tiba-tiba, pintu rumah terbuka dan muncul seorang wanita paruh baya. "Pagi Lyra.." ucap wanita itu. Keadaan menjadi hening seketika. Tidak ada gerakan sedikitpun dari Lyra, Aby, maupun wanita itu. "HAHH ? Dokter ? Mengapa anda bisa disini ?". "Bibi.. Ini tidak seperti yang bibi lihat. Dia hanya menumpang disini." Ucap Lyra menjelaskan. "Ya betul. Aku disini hanya.. hanya ingin meminjam buku. Buku apa yang pantas ku baca ya ?". Aby berusaha mengalihkan pembicaraan. Wanita yang dipanggil Bibi oleh Lyra itu menatap mereka berdua bergantian. "Kalau begitu, mari ikut saya."Aby pun berjalan mengikuti Bibi menuju sebuah rak buku. Melihat itu, tanpa sadar, Lyra pun mengikuti mereka.
Bibi mengambil sebuah buku dari rak di hadapannya. "Ini. Menurutku kau harus membacanya." Ucap Bibi sambil menyerahkan sebuah buku berjudul "Tan Malaka karya Harry A. Poeze, menceritakan tentang pahlawan besar yang dilupakan sejarah." Jelas bibi pada Aby. Aby membolak-balikan buku tersebut. 'Aku ini seorang dokter, kenapa aku diberi buku seperti ini.' Pikir Aby. "Saya tahu anda seorang dokter, tapi mengetahui sejarah Indonesia juga penting. Bukankah anda juga warga negara Indonesia." Aby hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Bibi. "Kalau begitu selamat membaca." Ucap Bibi dan meninggalkan Aby sendirian. Lyra pun pergi menuju meja penjaga perpustakaan. Aby menghampirinya dengan raut bingung sambil menatap buku. "Buku itu menceritakan seorang pahlawan Indonesia yang telah begitu berjasa pada negerinya. Namun seiring berjalannya waktu, pahlawan itu dilupakan oleh semua orang. Dan hanya tinggal sejarah. Padahal kita sedang menikmati jerih payah mereka sekarang." Aby menatap Lyra yang tiba-tiba angkat bicara mengenai isi buku itu. Lyra mengangkat kepalanya dan menatap Aby, "Yah, pokoknya, dalam cerita itu, seorang pahlawan Indonesia telah terlupakan." Ucap Lyra dan bangkit untuk menyimpan buku di rak. Aby duduk di tempat Lyra, dan membuka bukunya. Tanpa sengaja, sebuah buku yang tergeletak di bagian dalam meja menarik perhatian Aby. Aby mengambil buku tersebut dan membukanya.
"Apa yang kau lakukan ?" bersamaan dengan pertanyaan itu, sebuah tangan menarik paksa buku yang dipegang oleh Aby. Aby mendongak kaget dan mendapati Lyra berada di hadapannya dengan tatapan marah. "Kau seorang dokter, namun kau tidak punya sopan santun." Ucap Lyra dingin. "Aku tidak sengaja menemukannya. Aku juga tidak tau kalau itu adalah buku harian." Jelas Aby. Lyra menatapnya marah, dan bergegas pergi menuju ruangannya. Bersamaan dengan itu, Bibi keluar dari ruangannya dan berpapasan dengan Lyra. "Apa yang terjadi ?". "Entahlah. Tapi sepertinya, Lyra sentimentil dengan buku hariannya.". "Buku harian ? oh.." Bibi tersenyum miris. "Ada apa Bi ?" tanya Aby.
"Saya mempunyai seorang anak, dia adalah sahabat Lyra. 5 tahun yang lalu, dia meninggal.". "Meninggal kenapa ?". Bibi menatap Aby dengan pandangan sedih, "Penindasan.". Aby menatapnya tidak percaya. "Anda tahu apa alasan mereka menindasnya ? hanya karena kami tidak memiliki apa-apa. Yang kami miliki hanyalah perpustakaan tua di desa kecil ini.". "Apa di desa ini terjadi hal seperti itu?" "Itu terjadi saat mereka kuliah di Jakarta. Sejak saat itu Lyra berubah menjadi gadis pendiam."
***
"Lyr, apa kau lihat tugu itu, indah bukan? Tinggi menjulang melambangkan keberanian dan keperkasaan Indonesia di bidang dirgantara.". " Biasa saja, tidak ada bedanya dengan Monas."." Benar biasa-biasa saja?" "Benar, memang apa istimewanya?" "Keistimewaannya terletak pada sejarahnya, kau hanya tidak mengetahui saja." Ucap gadis gadis yang bersama Lyra dan pergi begitu saja meninggalkan Lyra."Heii.., tunggu, aku ingin tahu." Lyra langsung mengejar gadis itu.
YOU ARE READING
The Foreign Country
Short StoryWarga yang melupakan sejarah negaranya. Melakukan penindasan hingga meninggalkan luka dalam pada seseorang. Merasa hanya dirinyalah yang ada di dunia ini karena rasa kesepiannya. Melupakan sejarah dan berlaku sesukanya. Mengingat kenangan bersama se...