Chapter 1

12.7K 306 16
                                    

Saya tinggal didaerah subang, nama kampungnya saya samarkan saja ya..demi kebaikan bersama. Sedangkan saya sekarang berada dikota bandung sedang menimba ilmu disalah satu universitas. Pengalaman yang saya lihat tentang kasus ini satu bulan sebelum bulan puasa kemarin, lebih tepatnya saat saya libur setelah UTS saya pulang ke rumah untuk liburan.. bapak saya adalah seorang petani dan pedagang sekaligus profesi sampingannya yaitu membantu orang, saya tak tahu harus mendifinisikan apa untuk bagian membatu orang ini. Jadi begini didesa saya ini kebudayaan hindu masih kental, sekalipun islam adalah agama resmi penduduknya tapi tradisi hindu lama tak bisa dilepaskan, seperti membakar kemenyan saat jarah ke makam, atau melakukan upacara-upacara adat dikampung seperti ruatan bumi dan sebagainya, saya tak tahu apa ini tradisi hindu atau hanya adat istiadat setempat yang pasti kebiasaan itu masih betahan sampai sekarang.

Bapak saya belum terlalu tua, umurnya baru 45 tahun, bisa dibilang masih muda, bapak saya adalah orang yang selalu dimintai untuk mendoakan kemenyan saat mau jarah ke makam atau mendoakan air untuk orang yang sakit. Mungkin bisa dibilang orang pintar atau dukun, tapi saya menolak dibilang dukun, karena bapak saya tidak membuka praktek, beliau hanya mencoba membantu orang-orang sekitar dengan ilmu kebatinan dan tidak memungut bayaran, sekalipun ada saja orang yang berterima kasih dengan imbalan uang dengan nominal paling besar 20 ribu rupiah, saya tahu karena saya sering melihatnya kalau sedang dirumah. Tidak melakukan ritual yang aneh-aneh, bila ada orang sakit biasanya bapak hanya memberikan air putih dalam botol aqua yang sudah dilafalkan doa-doa.

Bapak saya belajar doa-doa dan semua ilmu kebatinannya dari kakek saya, dulu sewaktu kakek saya masih hidup dia adalah sesepuh kampung sekaligus seorang "syeh mayit". Saya tak tahu apa sebutan nasionalnya atau nama di daerah lain julukan untuk seseorang yang berprofesi untuk mengurusi mayat mulai dari memandikan menyolatkan sampai menguburkan. Tapi dikampung saya orang yang bertugas untuk mengurus mayat disebut "syeh mayit".

Disini untuk pertama kalinya pengalaman teraneh yang pernah saya alami dimulai. Berawal dari kedatangan seorang pemuda usianya sekitar 25 atau 27 tahunlah sekitar segitu dari kampung sebelah kerumah saya. Namanya maaf saya samarkan yah demi kebaikan bersama, kita anggap saja namanya asep. Kang asep ini datang kerumah ba'da isya, saya masih ingat karena waktu itu sedang asyik nonton tv dan kemudian ibu saya teriak-teriak nyuruh sholat.

Kang asep datang kerumah bilang karena istrinya sedang sakit, dia membawa botol mineral ukuran satu liter, saya yang sedang asyik menonton tv diruang tengah mendengar percakapan antara bapak dan Kang asep kurang lebih seperti ini (percakapan ini dalam bahasa sunda namun saya translatekan kebahasa indonesia agar semuanya bisa paham) :

Kang Asep : "istri saya sudah seminggu sakit pa
Bapak : "kenapa tidak dibawa ke mantri di puskesmas, memangnya sakit apa ? "
Kang Asep : "lemas, ga bisa bangun. Kata pa mantri ini sakit demam aja, tapi obat sudah habis masih tetep aja, besok mau dibawa kerumah sakit rencananya pak. Tapi sebelumnya saya mau minta tolong. Takutnya ini ada apa-apa gitu".
Bapak : "apa-apa, apa ? " bapak saya memang suka bercanda.

Dikampung saya setiap kali ada orang yang sakit, selalu dikaitkan dengan hal-hal mistis.maka tak heran orang-orang lebih memilih membawa kerabat atau keluarganya yang sakit untuk berobat ke orang pintar daripada ke dokter. Tak heran sih, soalnya biaya pengobatan alternatif dinilai lebih murah daripada harus dibawa kerumah sakit.

Bapak yang mendengar penjelasan Mas Asep lalu meminta sebotol air mineral yang telah dibawa, kemudian bapak memejamkan mata dan merafalkan doa-doa. Saya yang awalnya tidak tertarik kemudian beralih ke ruang tamu bersama ibu. Sementara bapak masih sibuk dengan meditasinya, saya dan ibu mencoba berbincang dengan Mas Asep mulai dari menanyakan keadaan istrinya hingga akhirnya obrolan ngaler-ngidul yang tak juntrung tujuannya.

Ketika sedang asik-asiknya kami berbincang bapak terperanjat kaget yang hampir saja menjatuhkan air dalam botol yang sedang dipegangnya. Sontak kami semua kaget melihat reaksi bapak yang tiba-tiba.
"kenapa pak ?" kang Asep yang posisinya berada didekat bapak replek bertanya.
"engga, ini kirain kecoa dibawah." Jawab bapak dengan bercanda seperti biasa.
Namun saat mas asep sudah keluar dari rumah kami, bapak berkata pada ibu dengan mimik muka serius "kasian istri si asep. Semoga tidak apa-apa." Sejak ucapan bapak hari itu saya curiga ada yang tidak beres dengan istrinya kang asep.

SANTET (Origin from Kaskus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang