"Makasih ya, Dim, buat yang tadi." Ujar Lula.
"Yoi."
"Nyebelin banget, parah." Gadis itu bersungut-sungut. "Mau ngejatuhin harga diri gue apa gimana sih?"
"Dia naksir lo tau, Lu." Suara Nissa membuat Lula menoleh. Nissa adalah seorang pendamping, yang notabene menghabiskan banyak waktu lebih banyak dengan siswa dibandingkan Lula, Rere, Adam dan Dimas.
"Ngaco lo." Elaknya. "Attitudenya cuma nggak bagus."
"Nggak, beneran. Tadi dia nanyain lo sama gue sama Rafi, ya kan, Raf?" Nissa menyikutnya. Cowok itu hanya mengangguk singkat. Rafi juga seorang pendamping.
"Bohong?" Lula keliatan sangsi. "Nanya apa?"
"Dia nanya, 'Teh Nissa, kalo Teteh yang galak tapi cantik, yang itu loh, yang —' terus langsung gue saut, 'Lula?' Terus dia langsung kayak yang 'Ooh, namanya Lula.' Gitu."
"Terus?" Kali ini malah Rere yang keliatan antusias.
"Terus dia bilang 'cantik ya, Teh, namanya. Kayak orangnya.'"
"HAHAHAHAHAH LU GUE GELI DENGERNYA HAHAHAHAHAHAH." Tawa Adam pecah disampingnya, bikin cewek itu serta merta menempeleng pipi Adam.
"Tutup mulut manja maneh ya, Dam."
"Apaan sih dia, najisun banget anjir yatuhan." Lula mengetuk kepalanya lalu ke meja bergantian. "Nyebelin banget yaAllah tolong."
"Yee, kalo diliat-liat dia ganteng tau, Lu." Kata Rere.
"Ganteng doang." Lula mengakui. Yha cuma orang buta atau siwer yang bakal bilang kalo Arka jelek. "Kelakuannya mah hih amit amit."
"Ya gapapa kali." Rere memuntir-muntir rambutnya genit. "Kan lo bukannya demen sama yang badboy badboy gitu?"
"Ya kalo badboynya lucu kayak Dilan atau Nathan sih, nggak apa-apa. Ini kan, kayak gitu. Ew."
"Mimpi aja lo kalo nyarinya yang gitu mah." Ujar Rere lagi.
"Ya mending nggak usah kalo dapetnya yang kayak dia sih." Lula mencomot banana cake yang dibawa Alya.
"Berarti boleh buat gue ya Lu?" Rere mengedip-ngedip dengan genit.
"Ya ambil aja."
Rafi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ambil aja ambil aja pala lo buntung. Kalo Arka sukanya sama Lula sih ya, kalo kata Raisa, mau dikata kan apalagi kita tak akan pernah satu.."
Lah, emang, Arka sukanya sama Lula?
****
Arka mengetuk pintu kelas barunya, 10-Ips-2, tepat saat wali kelasnya, Ibu Ros mulai berbicara. Cowok itu tersenyum tipis, lalu menyalami 'ibu'-nya untuk satu tahun ini.
Cowok itu membuat cukup banyak keributan saat melihat sobatnya, Azka dan kembarannya yang cantik, Audy.
Mereka bertiga sudah bersahabat sejak hari pertama di SMP, dan kembali dipersatukan dalam satu kelas di SMA ini.
"Wets, Zka." Cowok itu langsung duduk di sampingnya, terus salam, yah, gitu deh.
"Yatuhan, salah apa gue disatuin lagi ama lo." Azka meratap.
"Bangsat. Lo emang ga kangen sama gue, Yank?" Tanyanya dengan mengedip genit. "Akutuh nggak bisa hidup tanpa kamu, Azka."
"Hidih." Azka bergidik.
"Lo berdua berisik banget sih." Gadis yang duduk didepan mereka — kembaran Azka— protes.
"Eh, ada Odi juga." Arka menaik-turunkan alisnya genit seraya menyebut panggilan masa kecil Audy, yang entah kenapa nggak disukai sama cewek itu. Kayak nama anjing, katanya.