Kalo lo mempertanyakan apa yang terjadi pada Arka, atau pada keluarganya sampai-sampai dia harus ngambil part-time job jadi supir uber, jawabannya, nggak ada.
Soalnya dia bukan supir uber. Ya kali. Yang kayak Arka jadi supir uber mah, dedek dedek yang naik cuma bisa sesek napas di kursi penumpang sambil bilang "Bawa adek ke pelaminan bang, bawa adek ke pelaminan."
Terus, kenapa Lula bisa terjebak sama Arka saat ini?
Lula juga mempertanyakan hal yang sama.
"Kok lo sih?! Turunin gue!" Lula baru aja mau ngebuka pintu mobil Arka, tapi cowok itu dengan cepat menguncinya.
"Ujan, Bel." Katanya. "Lo mau minjem baju sama siapa lagi kalo baju lo basah?"
"Yang jelas bukan sama lo."
Arka terkekeh. She seems to have answers for everything.
"Turunin gue." Cewek itu bersikeras. "Lagian emangnya lo supir uber?!"
"Nope." Cowok itu menggeleng. "Lagian mana ada mamang uber seganteng gue.
"Then why the hell on earth are you here?!"
Arka tertawa pelan. Lula nih, kadang-kadang suka lucu.
Ga kadang deng. Selalu.
"I don't know. You're the one who told me to pick you up here, you tell me."
Lula terbelalak nggak percaya. "Jadi yang tadi itu elo?"
"Makanya nanya dulu dong."
"Lo ngapain nelepon gue segala?! Dapet nomer gue dari mana?!" Lula berujar dengan suara keras. Cewek itu kesel banget sama senyum miring Arka, yang meskipun memikat, nyebelin.
Pengen mukul, tapi takut dikira kekerasan sama anak dibawah umur. Gajadi.
"Wets, santai dong, mba, nggak usah pake urat. Masa ngomong sama calon imam teriak teriak gitu?"
"Apa lo bilang?!"
"Hehe. Nggak jadi." Arka terkekeh. "Gue mau asistensi."
Lula terdiam. "Buat....?"
"Buat wawancara."
"Nggak ada yang nyuruh lo asistensi." Kata Lula ketus.
"Emang." Jawab Arka. "Gue inisiatif. Satu alesan kenapa lo harus nerima gue jadi OSIS. Nerima jadi pacar juga boleh, gue bisa jemput lo tanpa perlu nelepon."
Lula memutar bola matanya. "Like hell I would."
"Ya, jadi, karena lo udah ada di mobil gue." Arka menggantungkan kalimatnya. "Kita asistensi sekarang. Sambil nyemil, perhaps?"
"Nggak."
"Lo nggak mau ngebantuin gue emangnya?" Arka menatap Lula dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat.
"Nggak." Cewek itu bersidekap, lalu bersender pada jok dibelakangnya.
"Wah, parah. Jadi lo nggak mau gue masuk OSIS nih ceritanya?"
Lula menghela nafas, lalu mulai memainkan kukunya. "Mm-hm." cewek itu menggeleng.
"Bel, tau nggak sih?"
"Nggak." jawabnya datar. Ya allah, Arka pengen nguyel-uyel muka Lula saat ini juga. Plis. Gemes.
"Lo menyia-nyiakan satu potensi besar yang mungkin aja bisa memajukan nama, harkat, dan martabat SMA Taruna." Katanya, sok sok an.
Lula mengernyit. "Potensi di bidang apa, nyerang duluan pas tawuran?" tanyanya.
Arka terkekeh. "Tau aja deh. Kata orang ya, Bel, kalo dua orang yang cara mikirnya mirip, itu jodoh loh."