"Tidak Lumina, bukan seperti itu.."
Lagi-lagi.
Sore itu seperti biasanya, aku melemaskan jariku diatas tuts-tuts berwarna monokrom ini. Dengan nenek Romana disampingku.
"Jangan terlalu terpaku kepada kertas-kertas itu, " Ucap Nenek sambil mengelus benda yang berwarna hitam mengkilat itu, sebelum akhirnya beliau meninggalkanku sendirian di ruang tamu.
Berdua dengan benda hitam besar ini.
Beserta sejuta pertanyaan dan kedongkolan yang terus-terusan berputar di dalam kepalaku.
Kalau aku tidak boleh terpaku dengan kertas partitur itu, lalu untuk apa kertas itu ada?
Memang apa yang salah dari permainanku?
Sebenarnya nenek berharap aku memainkannya seperti apa?
Ketika fikiranku tengah kacau, mataku tak sengaja mendapati foto Ibuku yang berada di atas meja kecil di sudut ruangan ini.
Aku memutuskan untuk beranjak dari pianoku, dan mengangkat foto yang dibingkai kayu berwarna keemasan itu.
Ibu terlihat cantik. Dengan gaun putih selutut, dia tersenyum bahagia sambil berdiri di antara kakek dan nenek. Di tangannya dia menggenggam tropi kemenangan yang cukup besar. Dibawah foto itu, terdapat kertas keterangan kecil dengan tulisan tangan yang rapi.
"Kemenangan Pertama dari Pianis Kebanggaanku. Forget-Me-Not Valley sangat bangga bisa memilikimu disini!" -Dari seseorang yang akan selalu bangga memilikimu, Romana-
Kalau tak salah ingat, Nenek Romana pernah bercerita, jika saat dia mengambil foto itu, ibuku masih berusia seumuran denganku saat itu.
Kadang aku tak habis fikir, mengapa aku bisa terlahir dari ibu yang luar biasa berbakat seperti ini.
Seandainya saja beliau masih ada... Aku ingin sekali bertanya kepadanya, apa yang membuat permainan pianonya terasa begitu berbeda dengan permainan pianis lainnya. Gumamku sambil meraba wajah ibu di foto itu.
Perlahan kupejamkan mataku. Karena dari saat mataku tak sengaja melihat foto ini, terasa berbagai kenangan soal Ibu terputar didalam memoriku. Terutama saat dia memainkan pianonya untukku.
Tempo permainan ibu yang teratur. Jari ibu yang bergerak bebas diatas tuts-tuts piano itu. Dan meski tanpa ada kertas partitur lagu dihadapannya, namun dia bisa memainkan lagu yang biasa dia mainkan dengan luwes. Seakan partitur itu telah terserap ke ujung jemarinya, membuatnya bergerak dengan otomatis untuk membunyikan lagu itu dengan sempurna.
Juga senyum Ibu ketika melihatku berbinar-binar memandanginya bermain.
....
Klotak
Sebelum otakku bergerak lebih jauh untuk menggali semua kenangan tentang ibuku, mendadak terdengar suara yang seakan menarikku untuk kembali ke dunia nyata.
Dan suara itu, berasal dari halaman.
Kulirik jam yang berada di dinding sebelah kanan dari pianoku.
Jam 10 pagi.
Apa Nenek memiliki tamu? Tapi seingatku Nenek jarang sekali memiliki tamu, kecuali pedagang dari kota itu. Namun, ini bukanlah hari dimana dia biasa mengunjungi Nenek Romana.
Jangan jangan pencuri?
Perlahan aku berjalan berjingkat mendekati jendela yang berada di sebelah pintu utama rumah ini. Lalu melepaskan pandangan ke arah halaman luar.
Terlihat air mancur berukuran lumayan besar berada beberapa meter di depan pintu utama rumah ini. Dengan beberapa tanaman liar yang berada di masing-masing sisi halaman ini.
Tanpa ada seorangpun disana.
Lalu kalau begitu, apakah yang menyebabkan bunyi tadi?
Merasa tak yakin, aku pun memberanikan diri untuk membuka pintu Villa ini.
Terdengar suara gemericik air dari air terjun di hadapanku itu mulai memenuhi telingaku. Beserta angin musim semi yang membawa aroma dari bunga-bunga liar bergerak melewati hidungku.
Tunggu sebentar, bunga?
Aku menundukkan kepalaku, dan terlihat ada beberapa tangkai bunga toyflower yang masih segar disana.
Siapa yang menaruh bunga-bunga ini disini?
Setauku, bunga-bunga ini biasanya tumbuh di atas gunung sana, dekat dengan danau. Ataupun di rawa-rawa yang berada di dekat pantai. Dan semua itu berjarak cukup jauh dari villa Nenek.
Aku pun menepis kemungkinan bunga ini terbawa angin, karena adanya beberapa bekas lumpur yang menempel di tangkainya, yang menandakan jika ada seseorang yang memang sengaja memetik dan membawakan bunga ini kesini.
Namun pertanyaannya, siapa?
Belum sempat aku menemukan jawabanku, aku memutuskan untuk membawa bunga-bunga itu dulu. Aku baru ingat jika pot bunga di kamarku belum kuisi dengan bunga musim ini.
Kudekatkan bunga itu ke wajahku, agar aku bisa menghirupnya lebih jelas.
Sejujurnya, aku masih penasaran siapakah orang yang berbaik hati mengantarkan bunga ini ke Villa, namun karena ini termasuk benda kesukaanku, boleh kan kalo aku menyimpulkan jika bunga ini untukku?
Aku pun memutuskan untuk menutup pintu Villa sambil membawa kumpulan bunga Toy Flower ini kedalam, karena aku tak mau bunga ini kering akibat terlalu lama dikeluarkan dari dalam tanah tanpa mendapatkan setetes air sedikitpun.
Tanpa aku ketahui, saat aku menutup pintu itu, tersimpul sebuah senyuman dari seorang pemuda yang sedari tadi bersembunyi dibalik air mancur ini.
***
Hai hai, maafkan karena baru sempat update, karena saya yang masih kesusahan untuk mengolah kata-kata dalam hal fanfiction hahahaha x'''D
Anyway semoga suka ya!
Update berikutnya belum pasti, tapi rencananya FF ini tidak akan memiliki episode terlalu banyak, karena saya lebih suka cerita yang singkat namun mengena (^ ^ ;) //maunyasihgituhehe//
Akhir kata, jika ada kritik dan saran, feel free untuk meninggalkannya di komentar xD Thanks~
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fruit
FanfictionBagi Lumina, kehidupan yang dia ketahui hanya sebatas dari partitur pianonya saja. Selain pianonya, semua berwarna monokrom. Sampai akhirnya setangkai bunga segar yang setiap hari hadir di depan pintu rumahnya itu, perlahan mulai membuat hidupnya be...