Tunas?

39 4 3
                                    


Sejak hari itu, kiriman bunga misterius itu semakin sering kuterima. Tepatnya selama sebulan ini. Sampai aku bisa mengetahui tepat waktunya bunga itu ada di depan pintu villa ini. 

Jam 10 pagi. Tepat saat aku selesai berlatih piano bersama nenek. Terkadang jam 4  sore, jika saat itu aku sedang semangat berlatih. Tak jarang, si pengirim misterius ini menaruh beberapa makanan disana. Seperti strawberry dan telur. Pernah juga dia menaruh sebotol susu, yang langsung kuberikan kepada Sebastian, pelayan di villa ini. 

Bukan karena aku tak menghargai pemberiannya, namun karena aku tak suka dengan baunya. Ugh.

Selain itu, pemberiannya selalu kuterima dengan senang hati. Bunga-bunganya sendiri sekarang digunakan sebagai hiasan di Villa oleh Nenek. Beliau sampai menyediakan pot bunga khusus untuk menanamnya di dalam rumah, yang  pastinya akan diurus oleh Sebastian juga.

Terkadang Nenek menggodaku, dengan mengatakan jika bunga-bunga itu dikirim oleh pengagum rahasiaku. Atau karena ada laki-laki yang terlalu malu untuk mengajakku berkenalan. Yang biasa kutepis dengan rengekan yang lalu ditutup dengan suara tawa lembut Nenek yang tengah bersantai diatas kursi goyangnya.

Mana mungkin ada pengagum rahasia, pikirku. Aku saja jarang sekali keluar dari Villa ini, kecuali bila aku benar-benar suntuk dengan piano ku, atau ketika Rock, anak laki-laki dari pemilik Inn di desa ini mengunjungiku dan mengajakku berjalan-jalan. Itupun jarang sekali, karena dia lebih suka menjelajahi alam di desa ini sendirian.

Tapi yasudahlah, abaikan saja. Toh disatu sisi, aku sedikit merasa senang setiap kali aku membuka pintu seusai aku berlatih, dan ada setangkai bunga disana. Aku jadi merasa diperhatikan olehnya.

Aku jadi penasaran, kira-kira siapa ya orang yang berbaik hati mengirimkan bunga-bunga ini?

"Lumina.."

Suara lembut Nenek Romana membuyarkan lamunanku. Kutolehkan kepalaku ke arah sumber suara. Kudapati Nenek Romana dan Sebastian disana, dengan membawa sekeranjang masakan.

"Bisa antarkan ini ke tetangga baru?" pinta Nenek. "Sudah sebulan dia pindah ke desa ini, tapi belum pernah sekalipun Nenek mengunjunginya. Jadi tolong wakilkan Nenek ya."

Aku berpikir sejenak, lalu beranjak dari tempat dudukku.

Ya sesekali keluar dari Villa boleh juga. Sudah lama aku tidak menikmati udara musim semi di luar karena terlalu asyik berlatih. Pikirku.

"Baiklah Nek!" sahutku sambil meraih keranjang itu dari tangan Sebastian

***

Udara musim semi memang selalu bisa membuat siapa saja tersenyum.

Aku begitu menyukai pemandangan yang kudapati disepanjang perjalanan menuju tetangga baruku ini.

Pepohonan yang daunnya berwarna hijau yang segar. Rumput-rumput yang membentang luas hampir di tanah seluruh desa ini memamerkan warna hijaunya juga turut menyejukkan mata siapapun yang memandangnya. Tanaman-tanaman serta bunga-bunga yang tak kalah segarnya bergerak perlahan tertiup angin musim semi. Terkadang, kelopak bunga musim semi seperti toy flower atau goddes drop berterbangan terbawa angin dan menyempurnakan potret akan indahnya suasana musim semi di Desa Forget Me Valley ini. 

Romantis sekali. 

Meski udara musim semi cukup kencang, namun dia sama sekali tak membuatku merasa kedinginan. Karena aku hanya mengenakan kaus putih polos berlengan pendek dengan kerah sailor berwarna oranye dengan aksen garis kuning serta simpul pita di depan. Dengan celana jins berwarna biru gelap dan sepatu kets pink kesayanganku, karena benda ini adalah kado dari ibuku dulu saat aku berulang tahun. Sementara kaus ini adalah kado dari ayahku saat aku pertama kali bisa berjalan dulu.

Our FruitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang