Kindly vote after you read this eight. I hope you enjoyed this story!
[BAB 8]
We need to take it slow, if we act about love - Anonymous.
To: Syifana Larasati
Jemput ya Syif, mobil lagi dipake Ayah hehe😁😁Raisa sibuk mengetik balasan chat yang akan dikirim kepada Syifa. Rencananya siang nanti ia akan mengikuti kelas pilates bersama Syifa di Gym langganan mereka.
Dulu saat mereka belum terlalu sibuk bekerja, hampir setiap tiga kali dalam seminggu mereka akan mengikuti pilates. Dan kini kebiasaan itu harus menghilang dengan sendirinya.
Raisa memutuskan untuk mandi karena tidak akan bagus kalau dia pergi olahraga dengan muka bantal seperti sekarang ini, itu memalukan. Percikan air hangat menetes dari shower membuat suhu tubuh Raisa lebih baik.
Diusapnya ke seluruh tubuh puff yang ditetesi sabun cair aroma chamomile hingga tanpa sadar kulitnya berubah mengkerut karena terlalu lama di bawah guyuran air hangat.
Raisa memutuskan untuk memakai celana training berwarna hitam dan sebuah kaus dengan jilbab polos senada tentunya. Setelah memakai krim pelembab pada wajah dan memercikkan parfum Raisa berjalan turun keluar dari kamar untuk menunggu kehadiran Syifa di ruang tamu.
Suara nyaring dari acara televisi memenuhi ruang tamu, ternyata Bundanya sedang asyik menonton berita yang ramai beberapa hari ini. Siapa lagi kalau bukan Dimas Kanjeng yang jago gandain uang sampai jinnya kena gas air mata—menurut si Dimas Kanjeng itu.
Raisa tersenyum menyadari Bundanya juga ikut memantau kasus paling tidak jelas selama masa hidupnya di dunia.
“Seru amat sih, Bun!” Tegur Raisa, dia menjatuhkan diri tepat di sebelah Bundanya yang fokus menonton ditemani setoples kripik singkong.
“Ini Bunda lagi nonton yang katanya bisa gandain uang itu,” Jawab Bundanya tanpa menoleh sedikitpun, malah Raisa yakin Bundanya tidak berkedip saking fokusnya.
Raisa tertawa ringan, “Bunda tuh percaya banget sih sama kayak gitu.”
“Bunda nggak percaya lah, nduk! Kayak orang gak punya Tuhan aja,” Protes Bundanya sewot.
“Oh, kirain.”
“Lagian Bunda heran aja, kok banyak banget yang percaya sampai mau jadi pengikut puluhan tahun. Mana tinggal di tenda sempit kayak gitu,” Lanjut Bundanya.
“Semoga aja polisi bisa nyelesaiin kasus itu. Bunda gak usah baper dong!” Ucap Raisa.
Bunda memasang wajah cemberutnya mendengar ejekanku.Walaupun Bunda sudah berusia setengah abad tapi beliau paham betul dengan kosa kata gaul yang biasa dipakai anak Jakarta, macam baper atau bawa perasaan.
“Kamu udah rapi gitu mau kemana?” Tanya Bunda ketika bangkit menuju dapur menaruh gelas bekas minumnya.
“Rai mau pilates sama Syifa, Bun!” Jawab Raisa setengah berteriak. Mengambil alih setoples keripik yang ditinggal pergi oleh Bundanya begitu saja.
