Lara: Liontin

45 6 4
                                    

"Putri ku sayang, ada yang ingin ayahanda katakan padamu, karena usiamu sudah cukup dewasa untuk mengetahui kebenaran tentang ibunda." Ucap lelaki paruh baya itu pada putri semata wayangnya seraya memberikan kalung peninggalan sang ibunda.
"Ini adalah hadiah ulang tahun kelima belasmu, satu satunya peninggalan ibunda, dan kebenaran identitasmu, Lara. " Ucap ayahanda. Lara kecil yang begitu lagu tak mengerti apa maksud perkataan ayahnya. Ia hanya tahu rasa bahagia yang menghinggapi jiwanya saat kalung berliontin kristal itu melingkari lehernya yang seputih susu.

"Hei, bengong lagi?" Tegur sebuah suara mengagetkannya. Lara menoleh, ia pun tersenyum melihat sumber suara itu.
"Rutinitas makan siang, mengacau ditempat kerjaku, ehh? " Balas nya dengan senyum simpul. Aron tertawa kecil.
"Mau bagaimana lagi, cuma di sini aku bisa bebas menemuimu." Jawab lelaki berperawakan tinggi bak model, dengan wajah tampan bagai malaikat dalam cengiran polos seperti bayi. "Kalau jam kerjaku tidak sepadat jadwalmu mengurus adik adik di panti asuhan, pasti aku akan mengikutimu sepanjang waktu."
Lara mengangguk-angguk mengerti dan memaklumi kelakuan kekasihnya yang tak pernah absen untuk makan siang di kafe tempatnya bekerja setiap siang, hanya untuk menemui dirinya.
"Menu biasa, hm?" Tanyanya mengkonfirmasi pesanan tamu langganannya satu ini. Aron mengangguk dan mengerlingkan sebelah matanya pada Lara, dan berjalan menuju bangku favoritnya.
***
"Sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu akhir -akhir ini." Ucap Aron sambil menikmati makanannya yang khusus dibuat langsung oleh Lara.
"Entahlah, lagi-lagi sepotong ingatan tentang kalung ini." Jawabnya dengan airmuka yang berubah muram. Aron menghentikan suapannya, dan mengunyah makanan dimulutnya dalam ekspresi serius.
"Apa kita perlu mencari orangtua kandungmu, Lara?" Tanyanya menawarkan saran. "Mungkin saja mereka masih mencarimu sampai saat ini. Karena tidak mungkin kamu ditinggalkan dalam panti asuhan dengan kalung seperti itu melingkar di lehermu selama ini."
Lara menghela nafas berat. "Entahlah, ku rasa percuma mencari mereka, setelah sepuluh tahun aku tinggal di panti asuhan, tanpa tahu apa yang terjadi padaku dan mengapa aku sampai harus tinggal di sana, tanpa identitas dan orangtua." Tolaknya. "Cukup hanya bunda Estelle yang menjadi orangtuaku, itu sudah membuatku bahagia."
Aron menggenggam tangan kekasihnya lembut, ia pun menatap dalam pada Lara.
" Lara, sayangku, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku. Aku berjanji akan menemukan keluargamu yang sesungguhnya, dan menambah kebahagiaan lain dalam hidup kita." Lara hanya tersenyum tipis mendengar janji kekasihnya, dalam hatinya ada rasa hampa yang tak bernama dan begitu rumit ia jelaskan dalam kata.

Cinta Dua PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang