***
Sam begitu mengkhawatirkan Maggie. Pria itu menatap lekat ke arah kaki Maggie yang sakit. Dia merasa bersalah telah membuat wanita itu merasakan sakit. "Apa kita perlu ke dokter?" Tanya Sam dengan pandangan serius. Mata itu tidak terlalu lebar dan sipitpun tidak. Mata hitam yang menggambarkan bagaimana misteriusnya Sam Nicholas. "Tidak perlu, aku masih bisa menahan sakitnya," balas Maggie tegas seolah ia wanita kuat. Keram di kakinya begitu menyiksa dirinya. Melihat ekspresi Maggie membuat Sam tidak percaya. Sam memegangi kaki Maggie membuat wanita itu melotot, Dia sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan Sam padanya. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu membuat kakinya semakin sakit. "Jangan, Sam. Kumohon. Ini tidak sakit, Jangan lakukan itu, Please!" Ucap Maggie memohon. Sam tidak peduli, Wanita itu terlihat menderita.
Preegg..
"Ahh... sakit.Sam, kau--" Jerit Maggie pada Sam. Dia tidak tahan untuk mengumpat tapi umpatan dibibirnya sulit ia keluarkan. Setelah Sam melepaskan kakinya, ia mulai merasa sedikit nyaman. Dia menggoyangkan kakinya, dan ajaibnya tidak ada lagi yang sakit. Sam tersenyum melihat Maggie. Akhirnya wanita itu tidak kesakitan lagi. Sam bangkit dan memasuki kamarnya. Setelah mengungkapkan perasaannya, ia merasa ragu untuk meminta jatah pada Maggie. Dia takut wanita itu menolak untuk disentuh. Maggie merasa bersalah, harusnya ia berterima kasih pada lelaki itu. Bukannya malah diam dan tak bicara sama sekali.
Maggie dilanda keraguan, Dia bangkit dan memberanikan dirinya untuk menemui Sam. Langkahnya sangat pelan, wanita itu menghela nafasnya. Bertemu Sam seolah bertemu Presiden Obama. Dia gugup, sangat gugup. Sejak beberapa hari, dia yang dulu terasa mati dan kini digantikan dengan dirinya yang feminim, seolah ia wanita baik hati dari negeri dongeng. "Sam," Panggil Maggie di depan pintu kamar lelaki itu. Jantungnya seakan ingin lepas. Debarannya begitu cepat. Dia tidak sanggup menatap Sam. Mata lelaki itu seperti mengalirkan listrik dan membuat dirinya tersengat.
"Ya, ada apa?" Tanya Sam saat melihat Maggie melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dia sulit percaya bahwa wanita itu mau menemui dirinya. Ini sama seperti kejutan Santa Claus di hari natal. Maggie mulai mendekat ke arahnya."Aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih telah menolongku. Sekarang kakiku mulai lebih baik," Jelas Maggie. Mendengar ucapan wanita itu membuat Sam semakin tenang. Hatinya terasa teduh, tak ada lagi beban di hatinya. "Sama-sama. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan," Balas Sam. Keduanya terdiam, kalimat terakhir Sam membuat Maggie tak bisa berkata apapun lagi. Dia gugup dengan semua peristiwa yang menimpanya.
"Oh iya, aku ingin pergi ke salon kecantikan. Apa kau bisa mengantarku? Hmm.. aku.. Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya merasa tak enak jika harus pergi sendiri," Jelas Maggie ragu. Andai ia bisa lari, mungkin dia sudah melakukannya sejak tadi. Dia menyesal mengajaj Sam. Harusnya ia pergi saja, tanpa harus meminta bantuan Sam. "Salon? Bukankah kakimu barusaja sembuh? Bagaimana kalau sakit lagi? Apa harus sekarang?" Tanya Sam khawatir. Dia tidak ingin Maggie terlalu lelah, dan menginginkan wanita itu cepat sembuh. Kalau pergi lagi, bisa saja kakinya bertambah parah. Maggie mengangguk. "Harus sekarang. Rambutku mulai terasa tidak nyaman. Hari ini adalah jadwal rutinku mengecat rambut. Tampaknya kau lelah, aku rasa aku bisa berangkat sendiri. kau tidak perlu mengantarku. Aku bisa naik bentley pemberianmu," Ucap Maggie.
"Aku bisa mengantarmu. Aku ganti baju dulu," Balas Sam. Perkataan pria itu membuat Maggie entah kenapa merasa senang. Ada hal aneh yang muncul di dalam dirinya. Sesuatu yang hangat. "Baiklah, Aku juga akan mengganti pakaianku. Aku pergi dulu," Pamit Maggie, Sam mengangguk setuju. Maggie berjalan masuk ke kamarnya. Dia merasa senang, hatinya bersorak bagai sekumpulan cheerleaders. Dia bahagia karena Sam menerima ajakannya. Sekali lagi, apakah ia sudah jatuh cinta? Apa ia mulai menyukai Sam? Apa yang terjadi dengannya?
***
Maggie sudah siap, Gaun hitam bermerek Balmain Paris melekat di tubuhnya yang indah. Dia sangat menyukai mengoleksi pakaian-pakaian mewah. Kehidupannya sama seperti kehidupan para selebritis wanita di Los Angeles. Dia tidak pernah ketinggalan soal mode. Setiap harinya ia membuka majalah seperti Vogue Magazine, Love Magazine, ELLE, V Magazine dan beberapa majalah ternama lainnya hanya untuk mengetahui gaya berpakaian terbaru. "Kau sudah siap?" Tanya Sam padanya. Maggie membalasnya dengan anggukan kepala. Sam memegangi tangannya menuju mobil ferrari miliknya. Maggie sekarang mirip Cinderella yang bertemu pangeran tampannya. Dulunya ia tidak peduli dengan laki-laki. Namun kedatangan Sam dihidupnya merubah segalanya. Dia mulai memikirkan tentang kehidupannya di masa depan. Dengan siapa ia akan menikah? Dan bagaimana hidupnya?
"Kau cantik, Maggie. Gaun itu cocok untukmu," puji Sam pada Maggie. Penampilan wanita itu membuatnya tidak tahan untuk berkomentar. Pujian Sam membuat Maggie tersipu malu. Harinya bagai bunga yang mekar, dengan wangi semerbak. "Kau juga tampan," Balas Maggie membuat Sam tersenyum. Balutan jas topman sangat cocok di tubuh ideal Sam Nicholas. Rambutnya yang hitam pekat membuat lelaki itu semakin terkesan maskulin. Dia adalah segala yang diinginkan wanita. "Oh, ya? Aku senang dengan pujianmu," balas Sam membuat Maggie tidak tahan untuk terkikih. "Aku hanya bercanda," kata Maggie jail. Wanita itu tak bisa berhenti tertawa kecil. "Aku akan tetap menganggapnya serius," balas Sam. Maggie menatapnya tanpa berkedip, sedetik kemudian wanita itu menatap ke arah luar jendela. "Terserah kau saja." Ucapnya. Mobil terus melaju dengan cepat.
Tiga puluh menit kemudian, Maggie sampai di salon mewah di Los Angeles. Dia di layani oleh tim salon profesional. Dia ditangani oleh David bellemere team. Tim penata rias yang menjadi langganan majalah ternama, sekaligus penata rias model Victorias Secret. "Maggie!" Seru salah seorang pegawai yang mengenalnya. Dia sudah dikenal karena sudah berlangganan di sana. "Hei Alli!" Sapa Maggie. Allison adalah penata rias yang selalu membantunya dalam hal merawat rambut dan kuku. Wanita itu sungguh lihai dalam hal kecantikan. "Mewarnai rambut? Ouww .. siapa yang datang? tampan sekali!" Puji Allison. Maggie hanya tersenyum mendengarnya. Matanya menatap fokus ke arah Sam dan melupakan pertanyaan Allison. Hingga Alli menyadarkan dirinya. "Maggie!" Panggil Allison. Seketika Maggie tersadar. Dia kembali ke dunia nyata. Kenapa ia bisa terbius dengan wajah Sam. Ini adalah pertanyaan besar untuk dirinya sendiri.
"Ya.. itu .. aku datang untuk mewarnai rambut dan .. kenalkan dia Sam. Dia adalah.." Ucap Maggie gugup. Bahkan memperkenalkan diri lelaki itu saja sangat sulit baginya. Allison menatapnya meminta penjelasan lebih rinci. Penjelasan yang mudah ia mengerti. Sam dengan cepat mengulurkan tangannya. "Aku adalah pacar Maggie," Kata Sam pada Allison. Maggie merasa semakin gugup. Sam selalu seperti itu, membuatnya terbang di atas awan lalu kemudian acuh. Dia bingung apakah Sam benar-benar mencintainya atau tidak. "Benarkah? Kau beruntung sekali Maggie. Apa ada pria seperti Sam satu lagi di dunia?" Tanya Allison antusias. Pesona Sam Nicholas menghipnotis dirinya. Wajahnya lelaki itu memang tidak semulus wajah Shawn Mendes tapi tetap tampan di mata para wanita. "Kurasa tidak ada lagi," Jawab Maggie datar. Wanita itu mencoba menenangkan dirinya. Detak jantungnya seolah ingin membunuhnya. Lagi dan lagi berdetak lebih dari batas kenormalan. Bersama Sam membuat jantungnya semakin sehat. Apakah Sam adalah pria yang diutus untuknya? Oh tuhan tunjukkan jalanmu!".
Bersambung