Delapan

7.3K 209 14
                                    

***

Sam pergi ke perusahaan bisnisnya. Sudah beberapa hari ia tak bekerja. Kini Maggie termenung sendirian di apartemen Sam. Dia laksana ratu yang ditinggal sang raja. Tak ada kegiatan pasti yang bisa ia lakukan di tempat itu. Dia mulai bosan sendirian. Beginikah rasanya menjadi istri seorang Sam? Setiap hari ditinggal? Sebenarnya hal itu wajar, Semua pria dewasa pasti memiliki kesibukan dalam hal pekerjaan sama seperti Sam. Berbeda dengan Maggie. Dia tak punya pekerjaan untuk mengimbangi kesibukan Sam. Berkali-kali ia mengganti channel tv, namun tak ada satupun acara yang ia sukai. Dia kecanduan dengan perhatian dari lelaki yang bernama Sam. Dia mulai menyayangi pria itu.

Untuk menghilangkan rasa jenuhnya, ia memutuskan untuk berbelanja di pusat perbelanjaan. Dia belum pernah mencoba Bentley baru yang diberikan Sam. Dia juga sudah jarang melakukan kegiatan rutinnya ber-shopping ria. Maggie mengambil tas kecilnya yang bermerek Channel itu. Tas berwarna kuning keemasan itu hanya berisi dompet dan ponsel Maggie. Dalam hidup Maggie, selalu berkaitan dengan mode dan merek. Dia tak pernah ketinggalan dengan produk mewah keluaran terbaru. Dia selalu berada di baris terdepan untuk mengoleksi beragam merek terkenal bahkan pakaian dalam sekalipun. Kalau bukan merek Simsuit pasti Victorias Secret. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak lama. Karena hidupnya hanyalah untuk kemewahan semata.

Maggie mengendarai Bentley-nya mengelilingi kota Los Angeles. Hari ini ia akan berbelanja. Dia mulai berpikir untuk menghubungi Sam. Wanita itu mengambil ponselnya dari tas. Belum sempat membuka menu kontak, Sam sudah meneleponnya. Maggie sangat senang, Pria itu sangat perhatian padanya. Bahkan tahu apa yang akan di inginkan Maggie. "Halo Sam," sapa Maggie pada lelaki itu. "Kau dimana? Maaf membuatmu menunggu di apartemen," kata Sam dengan nada sedih. Sungguh, ia tak menginginkan dia jauh dari sosok Maggie. Dia sangat mencintai wanita itu. Andai ia bisa memilih, mungkin Maggie adalah pilihan pertamanya. Andai uang tak memiliki nilai, Sam tidak akan sudi mengejar dan mengumpulkan itu. Tapi apalah dayanya ia. Uang adalah kebutuhan pokok manusia setelah cinta.

Maggie menghembuskan nafasnya, dia senang. Dia bersyukur bahwa Sam sangat perhatian padanya. Sam adalah lelaki pertama yang memikat hatinya. Baru kali ini ia merasakan cinta sungguhan. Bukan cinta yang ia anggap permainan selama ini. "Aku keluar sebentar, aku barusaja ingin mengabarimu. Tapi, kau lebih dulu menelponku. Kau sangat perhatian. Tingkahmu manis dan aku suka itu," ucap Maggie tulus. Perkataan itu membuat Sam tersentuh. Hatinya berbunga, jiwanya melayang dan kertas-kertas di depannya seakan menari-nari karena dirinya yang berbahagia. "Baiklah, aku senang kau bisa keluar rumah. Kuharap harimu menyenangkan. Belanjakanlah uangku sesuka hatimu. Bertahun-tahun aku mengumpulkannya dan uang itu untukmu. Kau boleh menghabiskannya," Kata Sam membuat Maggie tertawa terbahak-bahak.

Sam memang sangat kaya. Industri musik dan film di Hollywood banyak menghasilkan dollar untuknya. Industri raksasa itu sudah ia jalani selama tujuh tahun. Bisnis terbesar di kota Los Angeles. Maklum saja jika ia tak peduli dengan uang. Benda itu sangat kecil baginya. Uang yang ia kumpulkan nyaris tak bisa ia habiskan dan semakin lama semakin menumpuk sama seperti gunung berapi di Asia. "Kau terlalu sombong, Sam," canda Maggie pada lelaki itu. Sam tersenyum sendiri. "Aku memang sombong. Untuk apa aku kaya tapi tidak sombong." Balas Sam. Dia tidak ingin memuji dirinya sendiri. Dia hanya mengatakan kenyataan hidupnya. Dia kaya dan begitulah adanya. Dia tidak miskin dan memang kaya raya. Soal uang ia nomor kesekian dari sepuluh besar. Sangat sulit menggambarkan betapa Sam memiliki banyak harta.

"Well, itu benar." Ucap Maggie pasrah. Dia tidak akan menang jika berdebat dengan Sam soal uang. Dia tahu semua tentang Sam. Kekayaan, penyakit, kesukaannya, pekerjaannya dan masih banyak lagi. Hanya satu yang tak Maggie ketahui. Bagaimana hubungan keluarga Sam? Itu sangat misterius dan Maggie tak memaksa Sam untuk cerita padanya. Setiap manusia punya hak privasi dan dia tak berhak tahu itu. Cukup dia tahu bahwa Sam mencintainya. "Oh iya, kau mau kemana?" Tanya Sam. Dia ingin tahu kemana Maggie membawa Bentley barunya. Dia bisa menebak Maggie akan ke mall tapi ia ragu spekulasinya benar. Berdasarkan pengalamannya 80% perempuan sangat suka berbelanja. Ada kesenangan tersendiri yang ditimbulkan oleh sifat komsumtif itu. Dengan berbelanja mereka biasanya puas untuk sesaat.

"Aku ingin ke mall, kau sendiri?" Tanya Maggie kembali. Wanita itu juga penasaran dengan aktifitas Sam. Mereka sudah sepakat menjalani hubungan dan Maggie tak mau ada kebohongan di antara hubungan mereka. Dia percaya bahwa Sam pria yang baik. Tapi pria yang baik belum tentu tidak melakukan kesalahan. Setiap manusia pernah melakukan kesalahan kan?, "Aku ada pertemuan dengan pebisnis lain. Dia perempuan dan sangat cantik. Kuharap kau tidak cemburu," kata Sam jujur apa adanya. Sebenarnya Maggie agak kesal. Tapi kejujuran Sam membuatnya tenang. Itu membuktikan bahwa Sam pria setia. Untuk pertama kalinya Maggie mendapat pria sejujur Sam. Biasanya jika menghadapi situasi seperti Sam, seorang lelaki akan berbohong dengan alasan demi kebaikan. Demi kebaikan apa? Itu namanya menjerumuskan diri sendiri ke lubang buaya. Itu namanya mencari perang dengan perempuan.

"Aku tidak akan cemburu. Kecuali jika kau dengan sengaja merayunya," tegas Maggie. Sam malah tertawa mendengarnya seolah ucapan Maggie adalah dagelan terbaik di dunia. Maggie tersenyum miring saat mengingat perkataan posesifnya. Ini pertama kalinya ia mengekang kebebasan seorang pria. Sifatnya berubah saat Sam datang menyirami hatinya yang layu dengan gumpalan-gumpalan cinta.

"Aku tidak akan merayunya, Maggie-ku. Aku sudah puas dengan satu wanita cantik. Mataku akan rabun jika memiliki banyak wanita cantik," goda Sam pada Maggie. Rasanya Maggie ingin muntah. Meski begitu rona pink di pipinya menghiasi wajahnya. Rayuan Sam membuatnya melayang terbang tinggi bak mengarungi langit yang tinggi. "Baguslah. Oh ya, aku matikan teleponnya ya! Mendengarmu terlalu lama membuatku mual. Rasanya ingin muntah." Ucap Maggie membuat Sam tertawa. Maggie malah cengar-cengir. Tak lama kemudian panggilan mereka berakhir.

Maggie sampai di Mall tak lama setelah panggilannya pada Sam berakhir. Maggie memilih barang mewah di toko-toko yang tersedia di mall mulai dari kacamata, alat make-up, pakaian, parfum, tas, dan masih banyak lagi, tidak termasuk buku. Maggie tak pernah suka membaca novel. Ia membuka majalah pun hanya untuk melihat produk yang di promosikan. Dia benci dengan kumpulan kata dalam buku. Atas dasar apa wanita disleksia menyukai buku? Buku adalah musuh terbesar penderita penyakit itu. Proses berbelanjanya berlangsung cukup lama. Hingga matanya menangkap sosok Sam dengan wanita lain memilih berlian di mall yang sama. Wanita itu sungguh cantik bak bidadari, mereka sedang membeli berlian sambil tertawa. Maggie cemburu dan melangkah mendekati mereka. Penyakit marahnya menyerang dirinya. Dia tak bisa mengontrol emosinya. Apa yang ia lihat sungguh membuatnya kesal.

See u next time

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang