Adriana mempercepat langkahnya menuju kelas. Perasaannya hari ini tidak berbeda dengan hari sebelumnya, cerah seperti matahari pagi.
Adri memasuki kelas yang sudah cukup ramai dan menaruh tas di atas bangku. Setelah itu, dia bersiap melangkah keluar dari dalam kelas sebelum melihat Dea, teman sebangkunya muncul dari balik pintu kelas.
“Pagi, Deaaa!” sapa Adri tersenyum lebar.
Dea mengernyit heran, melihat tingkah Adri yang tampak lebih semangat dari biasanya. Walaupun sahabatnya satu itu, selalu terlihat ceria dan semangat.
“Pagi, Dri.”
Adri melambaikan tangan, lalu menghilang dibalik kelas, padahal Dea belum sempat menanyakan akan kemana perginya anak itu.
Sementara itu, Adri melewati koridor sekolahnya dengan langkah panjang-panjang, sambil matanya jelajatan mencari papan kelas XII IPA 3. Setelah menemukan kelas yang dituju, Adri melangkah masuk ke dalamnya, membuat seluruh siswa di dalam menoleh ke arahnya, kecuali satu orang yang sedang duduk di sudut kelas, menerawang jauh menembus kaca jendela, entah apa yang dipikirkannya.
“Kafka.” sapa Adri kepada orang tersebut.
Kafka menoleh dan mengernyit malas melihat kehadiran Adri untuk kesekian kali di kelasnya. “Ngapain lagi lo kesini?”
“Gak apa-apa. Aku cuman pengen ketemu kamu.” jawab Adri polos tanpa menyadari akibat perkataannya telah menimbulkan suara bisikan di sekitarnya.
Sedangkan Kafka kembali memasang headseat dan mengalihkan pandangan ke luar jendela. Tidak mau berurusan lebih lanjut dengan anak perempuan di sebelahnya ini. Dia tidak mengerti sekaligus jenuh dengan kehadiran Adri yang sangat sering ke kelasnya, sekalipun hanya menyapanya atau menghabiskan waktu duduk di sampingnya, berbicara sendiri tanpa Kafka memperdulikannya, hingga bunyi bel berbunyi baru Adri keluar dari dalam kelasnya.
Kafka mendesis ketika merasakan sebelah headseatnya dilepas. Ia menyipitkan mata menatap Adri yang sudah duduk tenang di sampingnya sambil memasang headseat di telinganya. Ia menggeram kesal, namun belum sempat ia mengeluarkan kekesalannya, Adri lebih dulu berbicara.
“Kamu suka dengan Imagine Dragons ya?” tanya anak perempuan itu dengan mata berbinar yang dijawab hanya sebuah gumaman kecil –hampir tidak terdengar- oleh Kafka.
“Whoaaaaa, sama dong!!” seru Adri heboh.
Selanjutnya, yang ditangkap Kafka adalah suara Adri yang asyik bercerita mengenai band asal Las Vegas tersebut.
Tring.
Bunyi bel pertanda dimulainya jam pelajaran telah berbunyi. Adri menatap jam tangannya lalu mendengus kesal, tidak rela dengan waktu yang berjalan begitu cepat. Menyudahi kebersamaannya dengan Kafka yang selalu menyenangkan.
“Kaf, aku balik dulu. Yang semangat belajarnya, ya!” seru Adri sebelum melangkah keluar dari dalam kelas.
Kafka akhirnya bisa bernafas lega. Kehadiran Adri selalu membuat darahnya mendidih. Entah karena kesal, marah atau lainnya. Dengan cepat, ia membereskan mejanya karena Pak Haris muncul memasuki kelas.
-
Adri berlari menyusuri koridor sekolah yang lengang. Pelajaran sudah berakhir sekitar setengah jam yang lalu, jadi maklum saja jika sekolah sudah sepi seperti ini.
Adri baru saja selesai berurusan dengan bu Susi, wali kelasnya, tentang masalah nilai Fisikanya yang rendah. Ia tidak heran mengapa nilainya bisa seperti itu karena pada kenyataannya dia paling lemah dalam studi tersebut. Bahkan, ulangan hariannya yang tidak remedial, dapat dihitung dengan jari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Things About Us
Teen FictionSaat kali pertama kita bertemu, Aku mulai percaya bahwa cinta pada pandangan pertama itu benar adanya. Saat pertemuan kita terus berlanjut, Aku mulai percaya tidak selamanya cerita berakhir bahagia selamanya. Kecuali, jika kau sebagai pemeran utaman...