Prolog

905 70 15
                                    

Hidup seorang Adrian Wilson sebagai bangsawan sekaligus CEO selalu membosankan. Tidur, makan, berlatih pedang, olahraga, buku, laptop, laporan, uang, wanita. Semua itu membosankan. Tidak ada sesuatu yang menarik dalam hidupnya. Alur kehidupannya bagai air yang mengalir mengikuti arus. Datar. Tak ada yang berarti.

Ibunya, Helen Wilson, selalu menasihatinya untuk segera mencari pasangan. Agar ada yang mengisi hatinya, agar ia tidak kesepian, dan berbagai nasihat semacam itu.

"Ibu sudah membawakanmu 100 gadis untuk kau pilih menjadi calon istrimu. Tapi tidak satupun dari mereka yang menarik perhatianmu. Ayolah Adrian. Ibu hanya ingin ada seseorang yang bisa mengisi hatimu itu," ujar ibunya sore itu.

Mendengar penuturan ibunya yang sudah 5 kali ia dengar hari itu, Adrian memutar bola matanya.

" Chkk. Sudah berapa kali kubilang ibu. Saat ini aku benar-benar tidak peduli tentang gadis. Nanti aku juga bisa mencari mereka sendiri. Oh, bahkan aku tidak perlu mencari. Mereka yang akan datang padaku dengan sendirinya," timpal Adrian tenang sembari menyeruput kopi hitamnya.

Helen hanya bisa menggeleng melihat kelakuan keras kepala anaknya yang sangat mirip dengan mendiang suaminya, Anderson. Like father like son.

Keesokan harinya, suasana di Wilson Manor heboh. Seorang pelayan baru akan datang. Para pelayan wanita sibuk bergosip mengenai siapa dan seperti apa pelayan baru itu. Laki-laki atau perempuan. Cihhh.

Adrian tetap tenggelam dalam dunianya sendiri. Sibuk berkutat dengan laporan-laporan dan laptopnya. Sama sekali tidak terpengaruh dan sama sekali tidak peduli tentang siapa dan seperti apa pelayan itu.

2 hari kemudian........

"Adrian! Adrian!" seru Helen pada anaknya.

Adrian tanpa menyahut menuruni tangga mewah dengan malas. Ia mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Rambut coklat gelapnya ia biarkan acak-acakan. Lengan kemejanya ia gulung sampai siku sementara kedua tangannya ia masukkan ke saku celana. Sepatu kulit mahalnya menapak tiap anak tangga dengan elegan.

Adrian bisa mendengar suara gadis-gadis di bawah sana yang ia rasa terlalu berlebihan. Ya. Hari ini untuk entah keberapa kalinya, ibunya membawakan gadis untuknya.

"Ya ibu?" kata Adrian setelah sampai di hadapan ibunya.

"Nak, hari ini ibu membawakan beberapa gadis untuk kau pilih salah satunya menjadi istrimu. Duduklah dan berbincanglah dengan mereka," kata Helen lembut.

Adrian memutar bola mata birunya. Namun tetap menuruti kemauan ibunya. Tetapi sebelum sempat berjalan satu langkah, Helen berbisik pelan di telinganya.

"Dengar nak, kali ini kau harus memilih salah satu dari mereka. Tidak ada penolakan lagi. Mengerti," bisik Helen. Meski hanya sebuah bisikan, namun itu cukup membuat Adrian bagai disambar petir di siang bolong.

Adrian menatap ibunya tidak percaya. Namun sekali melihat tatapan ibunya, ia tahu bahwa keputusan ibunya sudah bulat. Lalu ibunya meninggalkannya sendiri bersama gadis-gadis itu. Sial.

"Selamat siang nona-nona," kata Adrian memberi hormat pada para gadis itu dengan terpaksa.

"Selamat siang Tuan Adrian," kata gadis-gadis itu manja. Beberapa di antaranya bahkan berkedip nakal padanya.

Kemudian mereka mulai berbincang bincang. Sebenarnya tidak bisa disebut berbincang bincang. Para gadis itu lebih banyak berbicara tentang diri mereka sendiri, sibuk memamerkan kuku-kuku mereka, kekayaan keluarga mereka, sementara Adrian hanya mengangguk anggukkan kepalanya dan hanya bicara sedikit setiap dimintai pendapat. Adrian mengumpat dalam hati. Ini benar-benar menyita waktunya. Tentu saja ia berusaha untuk tetap menjaga emosinya.

Untunglah fortuna masih berpihak padanya. Tepat sebelum seorang gadis yang sepertinya bernama Alaine duduk dipangkuannya, Helen datang bersama para pelayan.

"Bagaimana Adrian? Sepertinya aku mengganggu perbincangan kalian," kata ibunya sambil tersenyum.

"Ohh, tidak nyonya. Anda sama sekali tidak mengganggu," kata seorang gadis berambut keriting dengan senyum yang sepertinya dipaksakan. Adrian mendengus melihat ekspresi gadis itu.

"Oh baguslah kalau begitu Ms.Erna. Dan.." kata-kata Helen berhenti. Lalu menengok secara dramatis ke arah Adrian.

"Kau sudah menentukan pilihanmu nak?" tanya ibunya dengan nada setengah mengancam.

Adrian merasa bagai disambar petir kedua kalinya. Untunglah ia tidak gosong.

"Ya tentu saja ibu," jawab Adrian kosong.

Kemudian ia mengalihkan pandangannya pada gadis-gadis yang menatapnya penuh harap. Tidak ada kecantikan. Tidak ada sesuatu yang menarik. Tidak ada. Kemudian ia menyapukan matanya pada para pelayan yang berbaris horizontal di belakang para gadis sambil menundukkan kepala. Ahahaha. Mungkin ia akan menemukan pilihannya pada salah satu dari mereka. Yang pastinya tidak akan disetujui oleh...........

DEGG!!

Mata birunya tidak sengaja bertubrukan dengan sepasang mata coklat lembut milik seorang gadis pelayan. Dunia seakan berhenti berputar. Tatapannya hanya tertuju pada gadis itu. Gadis dengan rambut pirang ikal dan pipi merah merona. Menyadari dirinya menatap sang Tuan, gadis itu langsung menundukkan malu.

Adrian menemukan dirinya tersenyum melihat tingkah gadis pelayan itu. Kemudian, senyumnya berubah menjadi seringaian.

"Aku pilih dia. Dan hanya dia yang akan menjadi istriku,"

YOU'RE MY OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang