Perempuan itu paling tidak suka dibohongi. Namun ada kalanya perempuan suka membohongi perasaannya sendiri.
Kara meletakkan ponselnya ketika mendengar suara tangis balita yang begitu kencang memenuhi kediamannya. Dia menunggu sejenak pergerakan dari pengasuh anaknya itu. Tetapi sudah hampir 10 menit dia tunggu, suara tangisan kencang masih bisa dia dengar.
Kara melirik jam yang berada diatas nakas. Sudah menunjukkan pukul 10 malam. Itu berarti anaknya belum tidur sejak tadi. Batinnya.
Dengan pergerakan malas, Kara bergerak turun dari ranjangnya. Dia keluar dari kamar menuju area dapur yang berada di lantai bawah.
Sekilas dia melihat cahaya televisi menyala dari ruang keluarga di mana biasanya Ucca sering menghabiskan waktu setiap malam.
Namun laki-laki itu memilih terus berjalan maju ke arah pintu dapur.
Selama kurang lebih 39 tahun dia hidup, jarang sekali Kara memasuki area dapur rumah. Dia sadar diri bila masuk ke area ini akan ada masalah yang timbul nantinya. Seperti gelas yang pecah, atau kompor yang terbakar.
Untuk itu, Kara sengaja menyewa banyak pekerja rumah tangga agar mau mengurusi dapurnya. Sedangkan untuk keempat anaknya sendiri, Kara menyiapkan satu pengasuh untuk setiap anak yang dia miliki. Walau anak pertamanya, Ucca, sudah berusia 20 tahun, bukan berarti Ucca bisa mengurus dirinya sendiri. Ada banyak hal yang Ucca sendiri belum bisa menyiapkannya.
Kadang anak pertamanya itu masih sering teriak-teriak memanggil pengasuhnya untuk mengambilkan makan, membersihkan ini dan itu, bahkan untuk menyiapkan pakaiannya Ucca masih sering meminta.
Itu pengasuh apa seorang istri? Semua kebutuhan Ucca dilayani. Sepertinya Kara harus segera menikahkan Ucca. Agar ada yang bisa mengurusi anak bujangnya itu.
Tetapi sampai detik ini Kara masih mempercayakan keempat anaknya kepada pengasuh mereka. Pengasuh yang sudah Kara kerjakan untuk merawat anak-anaknya sejak bayi.
Pikir laki-laki itu dari pada dia yang pusing mengurus segala kebutuhan anak. Lebih baik dia mengeluarkan sedikit uang lebih untuk membayar orang lain dalam mengasuh anak-anaknya.
Namun sekarang entah kemana pengasuh anak bungsunya. Sampai teriakan keras itu kembali hadir. Belum ada tanda-tanda pergerakan itu.
Di dalam dapur, tepatnya di depan sebuah meja yang memang khusus untuk meletakkan kebutuhan anak bungsunya langkah kaki Kara berhenti. Dia bertolak pinggang di sana. Mencermati satu demi satu barang-barang yang dia butuhkan untuk membuat susu.
Jelas bahan utamanya adalah susu. Akan tetapi di atas sana ada berbagai macam susu. Mulai dari susu cokelat, vanila dan susu kedelai. Kara harus memulainya dari susu yang mana?
Oh Ya Tuhan, dia baru sadar membuat susu saja sepusing ini. Padahal membuat anak dia jagonya. Mau diajak gaya apapun dia pasti bisa. Tapi ini, hanya membuat susu saja butuh kemampuan khusus.
Kan seharusnya tinggal tuang susu, masukan air lalu kocok. Ahh.. Kocok. Bagian itu yang paling Kara ingat.
Oke. Untuk malam ini, Kara akan pilih susu vanila untuk anak bungsunya. Siapa tahu dia bisa berbagi sedikit bila anaknya tidak habis.
Setelah susu didapatkan, Kara menyiapkan air panas untuk melarutkan susu tersebut. Itu sih Kara masih mampu melakukannya. Tapi tiba-tiba keadaan bingung kembali merajai pikirannya.
Dia harus menggunakan botol susu yang mana untuk anak bungsunya itu?
Kara membariskan satu demi satu botol susu yang ada. Mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dari yang bentuk nipple-nya bulat sampai bentuk yang gepeng. Dia urutkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duren Sawit (REVISI) #Wattys2017
Romance(Private part hampir keseluruhan) Berawal dari keisenganku mencari pasangan hidup melalui sebuah aplikasi, aku menemukannya. Dia yang menawarkanku segala hal yang begitu nyata tanpa sebelumnya mampu kurasakan. Namun bisakah aku mempercayainya? Sedan...