SATU

18 0 0
                                    


Setahun lagi. Aku memasuki gedung yang sudah dua tahun belakangan ini rutin ku kunjungi. Dan sekarang memasuki tahun ketiga.

Aku berjalan ke mading ingin mengecek di kelas mana aku akan ditempati setahun kedepan. XII MIA-3, tidak terlalu buruk. Aku berjalan menaiki tangga kelantai dua, lantai khusus kelas tiga.

Sesampainya dikelas XII MIA-3, aku berhenti sejenak.

"Hei Rhea ! Sekelas lagi kita!", suara cewek membuatku menoleh. Rhana, si cewek baik hati yang selalu menyapaku disepanjang pagi sejak aku sekelas dengannya dikelas sebelas dulu.

"Hai Rhana. Gimana liburannya?", aku menyelipkan nada riang yang kelewat riang begitu menanyakan bagaimana liburan cewek mungil dihadapanku ini.

"Hehehe..... Udah gue duga lo bakalan nanya gitu. Nih buat lo!", Rhana menyodorkan kantong kresek imut kearahku.

"Wah..... Apaan nih?", aku menerima kantong kresek itu dan menatap bertanya kearah Rhana.

"Hehehe....buka aja sendiri", Rhana menjawabku sembari berlalu memasuki kelas baru kami.

Aku membuka kantong kresek itu dan mendapati kaos oblong berwarna putih cream didalamnya. Wah, kado yang baik untuk hari yang baik.

"Makasih Rhana!", seruku sambil memasuki ruang kelas.

"Sama-sama"

*****

"Nama saya Rheana Oktavia. Dulunya kelas sebelas lima. Salam kenal semua!" aku memperkenalkan diriku. Acara perkenalan ini rutin di adakan setiap tahun ajaran baru di mulai, sekalipun kami sudah mengenal beberapa teman sekelas baru kami. Formalitas semata gitulah.

"Baiklah anak-anak, hari ini kita tidak akan memulai pelajaran. Namun, khusus hari ini kita akan membicarakan komitmen dan tatacara belajar dengan Ibu ..... Bla ..... Bla .... Bla." aku menyumpal sebelah telingaku dengan earphone tanpa kabel, lalu aku menarik rambutku untuk menutupi.

"Rhe!" aku menoleh pada Yana -teman sebangku ku yang baru ku kenal -

"Hmm ....?" gumamku sambil mengangkat sebelah alisku.

"Gue ..... Bla .... Bla ..... Bla ....., " Fix, baru satu hari aku duduk di sebelahnya dia sudah ngoceh lebih dari lima ribu kata dari tadi pagi. Dan menurutku sebagian ceritanya tidak menarik dan tak ada hubungannya denganku.

"Trus nih ya, si bule ganteng tadi .....," dia bercerita tentang pengalamannya menemui si bule ganteng di taman hiburan kota.

'Kriiing .... Kriiing ....'

Bel penyelamatku. Aku berjalan ke perpustakaan sambil menenteng buku tebal milikku. Sebenarnya buku tebal ini hanya kamuflase dari Ipad yang sengaja di modifikasi Daniel. Tujuannya agar aku tetap bisa memantau perkembangan dari setiap kasus dan membuka ajang diskusi dengan agency lainnya, meskipun aku tidak mungkin bisa membantu banyak karena aku masih dalam tugas. Maksudku, aku tidak mungkin benar-benar bersekolah, kan?

"Hai Rhea!" dan orang yang baru saja menyapaku inilah yang menjadi alasan mengapa aku berada disini.

"Hai Abhi!" balasku sekenanya lalu kembali fokus menekuri tab-ku, yang dilihat Abhi adalah buku.

Dia adalah Abhimanyu. Anak walikota yang di sembunyikan. Tidak banyak yang mengetahui bahwa walikota kami memiliki seorang anak, dan Abhimanyu bukan termasuk golongan tidak banyak itu. Dia sama sekali tidak mengetahui jati dirinya sebagai anak walikota. Dari yang kutahu, dia sudah dibesarkan oleh nyonya Hudson sejak masih bayi. Intinya, tugasku adalah mengawasinya dan mungkin melindunginya kalau-kalau golongan yang tidak banyak itu semakin banyak dan informasi tentangnya menyebar ke telinga musuh-musuh walikota.

"Kenapa duduknya selalu disitu?" suara Abhi membuatku mendongak menatapnya. Aku menutup bukuku.

"Memangnya kenapa?" aku balik bertanya.

"Enggak kenapa-kenapa sih. Cuma heran aja, kenapa kamu suka banget duduk di pojokan sini.'' jelasnya.

"Kamu keberatan?" aku balik menanyainya. Dia berdecak. Aku tahu itu, pasti salah satu rekannya mengajukan aku sebagai bahan taruhan mereka. Ck! Dasar lelaki. Dia itu playboy dan aku tidak suka itu. Selain itu dia juga memiliki percaya diri over dosis. Sempat beberapa kali aku ketahuan mengintilinya, membuat seorang Abhimanyu berada diatas angin. Dia mungkin merasa tidaklah sulit untuk menaklukanku dan memenangkan taruhannya. Padahal kalau bukan karena tugas aku tidak akan sudi mengikutinya.

"Enggak sih."

Aku bangkit berdiri. "Kamu tidak keberatan, kalau begitu simpan saja rasa heran dan penasaranmu." aku memeluk bukuku. "Aku pergi. Bye!" sambungku sambil berjalan meninggalkannya. Sempat kudengar erangan frustasinya. Haha .... Dia sudah mendekatiku dari seminggu yang lalu.

•••••

Pulang sekolah aku langsung pulang kerumah paman Jhon. Sama sekali tidak berniat mengikuti Abhi. Lagipula, tugasku hanya memastikan dia aman dan tidak bersentuhan dengan pihak yang mungkin ingin menjatuhkan walikota.

'Drrt ... Drrt ....'

Aku melirik jam tanganku, lalu menekan sebuah tombol di earphone tanpa kabel yang menyumpal di telingaku. Jam tanganku memungkin kan aku bisa berkomunikasi dan senjata cadanganku. Di dalamnya terdapat beberapa peluru timah berbentuk seperti peniti dan mengandung bius, memiliki kecepatan cahaya dan mampu membidik lawan yang jaraknya radius limaratus meter dariku. Kendati pekerjaan ku berkecimpungan dengan dunia mata-mata yang mana bunuh-membunuh adalah hal lumrah, aku belum pernah sekalipun membunuh seseorang. Paling parah, aku hanya menembak lengan atau kaki musuh yang menghalangiku. Dan itupun bukan menggunakan pistol milikku, itu pistol milik mereka yang kurebut sebelum menembaki mereka.

Kembali ke jam tangan, muka menunggu Theo tampak di layar. Aku mendengus. ''Apa?" tanyaku.

Pada pertemuan terakhir kami, dia sudah berjanji untuk tidak mengganggu cutiku. Dan lihatlah sekarang, bahkan hari ini belum genap sebulan dari perjanjiannya.

"Dominic kabur," jawabnya singkat lalu menghela nafas. Dominic? Dominic yang kemarin itu?

"Gimana bisa?"

"Yah dia kabur gitu aja. Lo tahu kan seberapa canggih dan banyak koneksinya mereka?" di layar tampak Theo memutar matanya.
Dih ...!

"Terus, udah di cari polisi, belum?" tugas itu seharusnya adalah tugas polisi, bukan lagi kami. Setelah bukti kejahatannya terungkap lewat chip kecil yang kucuri kurang lebih sebulan lalu, Dominic langsung di tangkap polisi dan dikenai pasal berlapis.

"Udah. Tapi, enggak ada tanda-tanda Dominic kemana. Mana dia kaburnya malam pas mati lampu pula, jadi yah gitu pergerakan dia bebas tanpa takut cctv. Gue curiganya ada sabotase pihak luar atau mungkin juga pihak dalam." analisa Theo tidak jauh berbeda dengan apa yang ku perkirakan.

"Terus, kenapa lo malah ngehubungi gue?'' tanyaku.

"Ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan Abhi, walikota, dan Dominic. Jadi, lo diminta komandan George buat ke markas besok!"

"Oke..."

••••••

181216

010Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang