Sejauh ini suka gak?
_______
Mereka saling pandang sebelum akhirnya tertawa bersama di tempatnya masing-masing. Pikiran mereka kembali pada ingatan mereka sore itu. Dalam diam Sia memandang laki-laki yang tubuhnya lebih tinggi darinya. Bila dilihat lebih jelas, alisnya tebal, hidungnya lancip dan bibirnya yang tipis tampak merah. Sepertinya ketika membuat laki-laki ini Tuhan sedang bersiul-siul bahagia. Berkebalikan dari dirinya yang jauh dari kata cantik.
"Um... gu-gue udah nggak sedih lagi kok," jawab Sia gugup. Kenapa bertemu dengan laki-laki ini membuat dirinya merasa gugup?
Laki-laki itu mengusap tengkuknya. "Syukurlah." Kemudian ia memajukan langkahnya. Memotong jarak mereka. Dan ketika jarak diantara mereka hanya sekitar satu meter, laki-laki itu mengulurkan tangan kanannya. "Gue William."
Sia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyadari situasinya. Kemudian pandangan matanya turun pada tangan yang berada di udara itu dan perlahan menyambutnya. Ada gelenyar aneh di dalam dadanya saat kulitnya bersentuhan dengan kulit William.
"Sia."
Dahi laki-laki itu bertautan. "Sia?"
"Iya. Itu nama gue. Ada yang salah?"
"Nggak. Cuma singkat banget," jawab William sambil terkekeh.
Ketika melihat ekspresi wajah laki-laki itu, ada sesuatu yang berdesir di dalam diri Sia. Namun dia sendiri tidak mengerti.
"Sebenarnya nama gue Siana, tapi panggil gue Sia aja," tambahnya.
"Oh..okay. Senang berkenalan denganmu," kata William dengan senyum ramahnya.
Dengan cepat Sia menarik tangannya. Lalu berdeham.
"Gue pamit dulu kalau gitu."
"Okay..." sahut William. "Gue juga harus ke lapangan secepatnya."
Sia mengangguk pelan, lalu mereka pun memutuskan untuk kembali berjalan dengan arah tujuan mereka masing-masing. Namun ketika ingatannya melayang pada payung milik laki-laki itu, Sia memutar tubuhnya dan berteriak. "Tunggu!"
Langkah William terhenti. Ia pun memutar tubuhnya.
"Umm..itu payung lo belum gue balikin," kata Sia ketika pandangan mata mereka bertemu.
Senyum mengembang di wajah William.
"Pakai aja dulu. Nyokap gue masih punya koleksi payung yang lain kok." Lalu takut jika Prakoso marah-marah, tanpa menunggu lebih lama William kembali memutar tubuhnya dan meninggalkan Sia yang masih terpaku di tempatnya. Laki-laki yang sulit dimengerti, pikirnya. Akhirnya dia juga kembali berjalan mencari toilet.
Tanpa terduga, ketika Sia menemukan toilet yang dicarinya sejak tadi. Di dalam ruangan yang terdiri dari enam kamar kecil, Sia menemukan sosok kakaknya sedang mencuci tangan di washtafel.
Dengan terpaksa Sia masuk ke dalam salah satu kamar kecil tanpa memedulikan keberadaan Lia. Setelah selesai, ternyata Lia sedang bersedekap dan sepertinya ia sedang menunggu dirinya. Berusaha menghiraukan tatapan Lia, Sia mencuci tangannya.
"Selama di sekolah ini, aku harap kamu jaga tingkah lakumu," ucapnya dingin. "Jangan sampai mama dibuat susah oleh kelakuanmu yang berandal itu."
Sia mengibaskan tanganny yang basah dengan kesal. Lalu memutar tubuhnya menghadap kakaknya yang selalu sinis padanya.
"Tingkah laku aku yang mana? Selama ini tingkah laku aku selalu dapat nilai B di rapor. Lagipula bukan urusanmu, toh kamu bukan mama." Tanpa menunggu balasan dari Lia, Sia memilih untuk berjalan cepat meninggalkan Lia yang masih terpaku ditempatnya dengan emosi yang terkumpul di dalam dadanya.
"Lama amat sih Si?" protes Maya saat melihat kedatangan Sia.
Tanpa berniat menjawab pertanyaan Maya, dirangkulkannya tangannya ke bahu sahabatnya itu. "Kita sekelas nggak?"
"Sekelas. Senengkan lo bisa sekelas sama gue yang cantik ini?" jawabnya diiringi senyum lebar hingga memamerkan gingsulnya.
"Seneng banget gue, sampai-sampai gue harus mengurut dada." Akhirnya yang didapatkan Sia dari Maya adalah sebuah pukulan yang mendarat di lengannya.
***
Siang ini semua murid-murid baru di ajak untuk mengenal lingkungan sekolah. Di mulai dari mendengar kepala sekolah yang membuka penyambutan dan dilanjutkan oleh ketua OSIS.
Pandangan mata Sia sedikit membesar saat melihat sosok ketua OSIS yang berdiri di depan sana. Ia tidak menyangka jika Willam adalah ketua OSIS di sekolah ini. Dengan senyum ramahnya ia memberikan kata penutup untuk mengakhiri pidatonya. Tanpa disadarinya, pandangan mata Sia terus tertuju kepada William.
"Si bola mata lo udah mau keluar tuh," celetuk Maya sambil menengadahkan kedua tangannya yang terbuka di depan wajah temannya itu.
"Hah?" jawab Sia masih tidak sadar dengan ucapan temannya.
"Mata lo itu terus ngeliatin William."
Mendengar perkataan Maya, sontak pandangan Sia teralihkan dan menatap wajah sahabatnya. Untuk beberapa detik Sia terdiam sebelum menjawab, "Kata siapa gue lagi liatin William? Sok tahu banget sih lo."
Maya berdecak kesal. "Ngaku kok susah banget sih," cibirnya.
"Apa sih? Berisik banget."
Dalam hati Sia mengutuk sikapnya yang baru saja terpesona akibat pesona William. Kenapa ia bisa ceroboh begitu sampai si lemot Maya menyadari sikapnya? Kalau begitu, sebaiknya Sia sedikit menjauhi laki-laki bernama William. Karena laki-laki tampan seperti dirinya pasti memiliki banyak harimau betina di sekitanya. Dan sebelum para harimau itu menggigitnya, lebih baik Sia menjauhinya.
Kegiatan hari ini berakhir jam dua siang. Di bawah teriknya matahari, Sia dan Maya berjalan menuju gerbang sekolah.
"Lo nggak balik bareng kakak lo?" tanya Maya. Padahal jelas-jelas dia tahu kalau hubungan Sia dan Lia tidak baik. Tapi entah kenapa lidahnya terasa gatal jika tidak bertanya.
Langkah Sia berhenti. Ia melirik sinis temannya. "Masih mau hidup kan lo, May?"
"Iya, Si." Dia terkekeh. "Gue salah kasih pertanyaan ya?"
"Udah tau pake nanya lagi. Padahal tadinya gue udah niat mau ngajakin lo makan bakso Pak Ujang. Gara-gara pertanyaan lo, batal deh, batal!"
"Yah kok gitu sih, Si. Gue minta maaf deh, tapi jadi ya makan baksonya. Kebetulan gue lapar," bujuk Maya. Sedangkan Sia memilih berjalan lebih dahulu, meninggalkan Maya.
"Buruan May, atau baksonya batal!"
Teriakan Sia sukses membuat Maya bersorak lalu menyusul sahabatnya.
Tiba-tiba sebuah pemandangan membuat langkah Sia kembali berhenti. Maya yang tidak mengerti menoleh ke arah Sia.
Itukan... Sebuah motor baru saja melewati mereka. Bukan motornya yang membuat Sia terkejut. Tapi sepasang sosok di atasnya. Dengan kedua matanya ia baru saja melihat William dan Lia di atas motor yang sama dengan tangan kakaknya yang melingkari pinggang laki-laki itu. Apakah itu artinya...?
***