Waktu,Badu dan Mug

15 1 0
                                    

Weker Awan berbunyi namun Awan tak peduli Ia hanya melirik malas kearah wekernya yang berbentuk wajah doraemon. Suara serak doraemon terdengar gaduh memanggil-manggil Awan. Akhirnya Ia bangun juga. Namun betapa terkejutnya , ternyata sekarang sudah pukul 6.30, itu artinya Ia hanya punya waktu kurang dari 30 menit untuk bersiap siap, jam 7.00 Ia sudah harus berada di sekolah.

'Argh..., mati aku kali ini," batin Awan. Secepat mungkin Awan bersiap-siap, Ia sangat kesal, kesal dengan dirinya sendiri juga kesal dengan Ibunya. Pikirnya kenapa Ibu tidak membangunkannya?.

Di meja makan roti bakar telah tersedia, Ibu Awan sedang sibuk membersihkan dapur.

"Bu..kenapa Awan ga dibangunin?," tanya Awan terburu-buru sambil mengunyah roti bakarnya. "Mau sampai kapan Wan?, kamu dah besar, tiap hari selalu begini, mau dibangunin juga kamu masih saja terlambat. Makanya kali ini Ibu biarkan, biar kamu nantinya bisa mandiri," Kata Ibunya sambil mengehela nafas.

"Tapi Ibu kan tau.., kalau aku terlambat lagi kali ini Bu guru akan memberikan-ku hukuman?," kata Awan sambil menahan tangisnya.

"Entahlah..", Ibunya berkata putus asa sambil menaikkan bahunya.

"Itu seharusnya sudah menjadi tanggung-jawabmu Nak, lebih baik dihadapi saja," kata Ibunya sambil tersenyum. " Ayo cepat, sudah terlambat, sekolahmu Cuma 500 meter loh dari rumah," kata Ibunya sambil memakaikan tas ke punggung Awan. " Hadapi harimu dengan sabar dan lapang dada ya Nak, dan jangan lupa kuatkan hatimu." kata Ibunya sambil melambaikan tangan.

Awan berlari secepat kilat, namun apa daya, waktu tak bisa bergerak mundur. Sesampai di depan kelas dengan keringat bercucuran Ia mengumpulkan nafas dan keberanian untuk mengetuk pintu kelas.

"Tok tok tok", Awan mengetuk pintu kelas dengan gemetar. Dan Ia bertambah gemetar di kala pintu kelas telah terbuka.

Dengan langkah pelan dan dengan wajah tertunduk Awan memasuki kelas. Ibu guru melihat Awan sambil mengela nafas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Di muka kelas Awan masih tertunduk sambil memejamkan matanya, ada mata iba, mata sinis, mata mengejek dan segala jenis mata mengarah padanya. Ia tak sanggup melihat ke depan. Air matanya hampir jatuh lagi. Ia berharap waktu kembali berputar sehingga ia tak perlu terlambat ke sekolah dan mengalami kejadian ini.

"Aku tidak terlambat, aku tidak terlambat..plissss, waktu mundurlah..," kata Awan berkali kali dalam hati. Awan sudah merasa putus asa. Ia sudah pasrah menerima apapun hukumannya , belum lagi Ia akan diejek oleh teman-temannya. " Yang perlu kulakukan adalah jangan menangis." Kata Awan menguatkan hatinya.

Awan perlahan-lahan membuka matanya, namun betapa kagetnya Ia. Suasana di kelas tampak berbeda dari sebelumnya. Awan masih berdiri di muka kelas. Hanya saja kali ini tidak ada Ibu Guru, hanya ada beberapa teman-teman yang sedang bersenda gurau di meja masing -masing, suasana hening. Ia melirik jam tangannya.

"Jam 6.30??, hah?? Tidak mungkin!" pekik Awan. Teman-teman yang dari tadi sedang asyik bercanda tersadar akan kehadiran Awan. Mereka pun merasa heran dan segera melihat jam tangan masing-masing.

"Awan?" tumben tidak terlambat?" kata Danu.

"Wah gawat.., bakal hujan nih hari," ledek Sadli.

Mereka pun tertawa mengejek Awan. Namun Awan tak peduli. Ia masih heran dengan kejadian pagi ini. Bukan hanya pagi ini, dari kemarin banyak kejadian yang aneh menimpa dirinya. Tapi awan merasa bersyukur Ia tidak perlu mendapat hukuman lagi di hari ini.

Bel istirahat sekolah berbunyi , kebetulan sekali Awan sudah merasa amat lapar. Awan mengeluarkan bekal dari dalam tasnya. Ia penasaran kira-kira bekal apa yang disiapkan Ibu untuknya. Betapa girangnya Awan tiga lembar roti sosis ukuran jumbo tersaji disana, perut Awan semakin terasa lapar.

penguat hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang