"Bagaimana bisa kamu disini?Bukankah selama ini kita terpisah oleh sesuatu yang dapat
menimbulkan percikan rindu karenanya?"
Aku sering bertanya-tanya tentang apa sebenarnya tujuan Tuhan menciptakan mulut pada manusia. Yang pernah ku baca pada sebuah buku, Tuhan pernah mengatakan bahwa benda kecil di atas dagu itu diciptakan untuk mempermudah umat manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Maka dari itu, harusnya ia digunakan untuk membicarakan hal yang bermanfaat meskipun sekedar candaan. Namun sepertinya hal itu tidak begitu dihiraukan oleh teman-teman kelasku. Disaat jam pelajaran kosong seperti ini, suasana kelasku selalu bising oleh kicauan-kicauan yang menurutku tak begitu penting untuk di dengar oleh indera ku. Karena kulihat pesan pada lelaki fajarku tak kunjung dibalas dan daripada mengikuti obrolan tanpa arah bin entah berantah dari mereka, aku lebih memilih meletakkan kepala lalu memejamkan mata menembus alam penuh cerita karangan Tuhan atau mungkin setan. Aku pun terlelap tanpa sadar bahwa akan ada sesuatu yang membuat jantung ku berdegup kencang.
"Selamat pagi anak-anak, salam sejahtera untuk kita semua." Ucap Guru BK yang tiba-tiba masuk ke kelasku. Aku hafal sekali suaranya, guru BK satu itu memang hobby sekali masuk kelas dengan tiba-tiba. Tapi ku pikir beliau guru BK bukan hantu.
"Selamat pagi cikgu". Suara serempak terdengar nyaring, menggema bagai dengungan ribuan lebah sehingga menimbulkan taraf intensitas bunyi yang tinggi. Huft terlalu ilmiah.
"Yah tepat sekali kalian sedang jam kosong ya, ibu kesini bukan membawa tugas atau perintah untuk pergi ke ruang CBT. Ibu membawa teman baru untuk kalian."
"Hah teman baru? Tumben banget ada anak baru di tengah-tengah semester kayak gini". Celetukan Wafaa yang samar-samar aku dengar karena dia duduk di depan ku.
Suara bisikan mulai terdengar di sudut-sudut kelas. Aku tahu mereka pasti penasaran dengan anak baru yang akan menjadi bagian dari kelas kami. Guru BK segera memerintahkan seseorang yang masih malu-malu menyembunyikan diri di belakang pintu. Ketika langkah nya mulai masuk dan gurat wajahnya sudah terlihat sontak semua mata tertegun melihat ke arahnya. Dengan senyuman manis ia berdiri di depan kelas.
"Silahkan perkenalkan dirimu."
"Baiklah nama saya Muhammad Abdullah Gandhi Assegaf. Saya pindahan dari SMA Lab.UM Malang." suaranya lembut terdengar samar di telingaku, aku mengenali suara itu.
"Ya anak-anak mungkin kalian ingin bertanya pada teman baru kalian?"
Semua anak terdiam membisu, menoleh padaku dan aku masih terlelap. Fau, teman sebangku ku mencoba membangunkan ku, ia membisikkan sesuatu ke telingaku namun aku tak percaya dengan apa yang ia katakan. Tidak mungkin, itu pasti hanya mimpi.
"Rel Orel, bangun Rel liat itu siapa anak barunya. Oreell bangun". Wafaa mengguncang-guncang tubuhku, aku tetap terlelap tanpa menghiraukan dia yang kesal.
"Itu nama apa rel kereta kok panjang bener. Siapa nama panggilan nya?" celetuk Norris.
"Kalo nggak Abdol ya Dolah." saut Aris disusul tawa satu kelas.
"Alhamdulillah bisa dipanggil Gandhi."
"Sudah punya pacar atau belum?" pertanyaan Afi yang tentu saja membuat anak-anak serius mendengar jawaban nya.
"Hmm... Alhamdulillah sudah". jawab nya dengan melirik seorang perempuan yang tak sadarkan diri sejak tadi.
"Ciieee Oreliaaaa ciiiieeee". pecahlah suasana kelas saat itu.
"Loh pacarnya disini ta rek?" tanya guru BK penasaran.
"Itu bu itu yang sedang tidur, Orelia namanya."
YOU ARE READING
Senja Yang Hilang
RomansIni pasti hanya mimpi. Bagaimana bisa dia disini? Bukankah kami selama ini terpisahkan? Dia kini bersamaku. Namun bodoh memang, aku buta akan kewibawaan masa laluku. Sedalam apapun aku memohon pada Tuhan, lelaki di penghujung fajar itu tetaplah hila...