"Selamat datang."
Sambutan hangat dari pelayan ketika Yuki yang diikuti Maxime datang kesebuah restoran Bintang lima. Seperti restoran Bintang lima pada umumnya, tempat itu didekor dengan tatanan mewah nan elegan. Warna krem pucat dan emas mendominasi suasana. Juga suara yang dihasilkan oleh biola dan piano yang berpadu menjadi satu, terdengar begitu Indah di telinga.
"Pesanan saya sudah selesai?" dengan dingin Yuki bertanya pada pelayan yang menyambutnya barusan.
"Sudah Nona, seperti biasa." dengan sopan pelayan yang di name tag-nya bertuliskan nama Aria itu menjawab.
"Bagus. Langsung masukkan ke mobil. Lo, juga bantu masukin ke mobil."
"Baik."
Maxime dengan sigap membantu memasukan kardus-kardus makanan dengan logo restoran tersebut kedalam mobil. Sedangkan Yuki duduk sambil menyilangkan kaki dan segelas kopi cappuccino espresso ditangannya. Seperti mandor yang tengah mengawasi kinerja buruh bangunan.
Mungkin ada lebih dari seratus kotak makanan yang masuk kedalam mobil van berwarna hitam itu.
Maxime mengernyit. untuk apa makanan sebanyak itu sebenarnya?
"Nona, semua kardus makanan sudah masuk kedalam mobil." lapor Maxime pada Yuki yang masih duduk santai menikmati kopinya.
"Hmm."
Hanya itu tanggapan Yuki. Setelah meletakkan dua lembar uang di atas meja Yuki berdiri, dia melangkah keluar dari restoran itu langsung menuju mobilnya. Yuki duduk di kursi sebelah kemudi. Lamborghini adalah mobil yang hanya diperuntukkan untuk dua orang penumpang. Maxime menyusul setelah memastikan Nona-nya sudah duduk dengan nyaman.
"Kita kemana?"
Yuki tidak menjawab melainkan memberi Maxime selembar kertas dengan sebuah alamat didalamnya. Maxime membaca alamat itu kemudian mengernyit.
Ini kan?
"Jalan aja dan jangan banyak omong." perintah Yuki dingin.
"Baik."
Setelah itu Maxime mulai menjalankan mobil menuju suatu tempat.
***
Daerah perkampungan, rumah-rumah kontrakan dan dekat dengan pabrik-pabrik tekstil dan lainnya. Mobil merah menyala itu tampak begitu mencolok dengan keadaan sekitar. Mobil itu berhenti di sebrang jalan, mengamati mobil van yang membawa kardus-kardus makanan itu masuk kedalam sebuah halaman luas sebuah rumah singgah.
"Kita nggak ikut masuk?" Maxime yang duduk di sebelah Yuki bertanya.
"Nggak." jawab Yuki singkat, jelas dan padat.
"Kenapa?"
Yuki mengalihkan perhatiannya dari pemandangan anak-anak yang menyerbu mobil van pada Maxime yang duduk di sebelahnya.
Matanya yang Indah menyorot tajam. "Gue udah bilang jangan banyak omong kan. Kenapa lo tetep tanya-tanya lagi."
"Ya, cuma tanya."
"Kalo gitu jangan tanya lagi. Berisik tahu." dengus Yuki, kemudian kembali melihat kearah rumah singgah itu.
Maxime tersenyum kecil, meski begitu lesung pipinya yang manis tetap terlihat.
Tiba-tiba Maxime mencabut kunci mobil lalu keluar dari sana, Yuki yang menyadari hal itu melototkan matanya.
"Hei, lo mau kemana. Balikin dulu itu kunci mobil gue! Woi!" Yuki reflek berteriak pada Maxime yang melangkahkan kakinya menyebrangi jalan. Yuki tahu kemana laki-laki itu akan menuju.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Thief Of Kiss (cerpen)
Historia CortaDia anak tunggal dari keluarga kaya raya, sejak kecil apapun yang dia inginkan terpenuhi dengan mudahnya. Dari situ dia mulai menjadi gadis yang keras kepala, sombong dan manja. Tapi seseorang datang, seseorang yang tidak terduga yang membuatnya ber...