Chapter 3

509 10 0
                                    

Prologue

Bruk!

Tubuh Hein membentur dinding keras. Sebagai anak yang masih berumur 10 tahun benturan tadi dirasanya sangat menyakitkan. Sementara tiga anak terpandai di sekolah mereka yang baru saja mendorongnya, tertawa melecehkan.

"Dasar lemah," ejek Errkny.

Anak kedua menarik kerah Hein, namanya adalah Marthimus, "Kamu sadar tidak sih bahwa kamu itu tidak pantas sekolah di sini?" Dengan kasar disentakkannya pegangannya pada kerah Hein.

"Benar sekali," kata Amee-leah si anak ketiga. "Golongan sampah sepertimu seharusnya juga berada di tempat sampah busuk dan menjijikan."

Ketiganya kemudian meninggalkan Hein yang tertunduk lemah. Suara tawa dan langkah mereka menggema di lorong sekolah. Kemudian terdengar langkah lain dari arah yang berlawanan. Langkah tadi berhenti tepat di depan Hein. Hein mengangkat kepalanya. Di depannya seorang gadis menatap dengan sayu. Matanya berkaca-kaca. Kedua tangannya ditangkupkan memegang sebuah batu biru yang diulurkannya kepada Hein. "Tillina, apa ini?" tanya Hein.

Tillina menggeleng, setelah diserahkannya batu tadi kepada Hein dengan lembut dia berkata, "Tolonglah aku..." Lalu Tillina berlari menjauh, meninggalkan Hein yang sangat kebingungan.

Chapter 3 : Cinta dan hasrat

Yusha menutup matanya. Angin laut menyibakkan rambutnya yang berwarna kecoklatan. Pemuda berumur 17 tahun ini berusaha merapikan rambutnya kembali, namun sia-sia saja. Setiap kali Yusha berhasil merapikannya, angin kembali merusak hasilnya. Akhirnya Yusha menyerah, tangannya diturunkan dan dimasukkan ke kantong celananya.

Tak jauh dari dirinya, seorang pemuda lain yang seusia dia, yang bernama Suga, tengah berlarian di tepi pantai seperti anak kecil. Celananya diangkat setinggi lutut dan sesekali dia berpura-pura jatuh terhantam ombak.

Di belakang mereka, pemuda ketiga yang berumur 21 tahun berusaha menghindari percikan air yang ditimbulkan oleh hentakan kaki Suga. Pemuda ini bernama Dynald, tubuhnya yang kekar memanggul sebuah bazooka yang entah kenapa tampak sangat ringan bagi Dynald.

Ketiganya sudah berjalan selama 13 hari dari kota Korvent. Hari-hari yang sangat berat bagi ketiganya karena tiga perempat jalan yang dilalui berupa padang pasir. Mereka seringkali hampir kehabisan persediaan air, untungnya (atau bisa disebut anehnya) setiap kali hal itu terjadi, muncul pemuda berumur 16 tahun dengan nama Hein memberitahukan letak oasis terdekat pada mereka. Setelah itu Hein langsung pergi lagi. Diiringi ucapan terima kasih Yusha, teriakan marah Suga dan dehaman tak jelas Dynald.

Tapi sudahlah, semuanya telah berlalu. Mereka telah mencapai kota yang mereka inginkan. Dan sekali lagi Suga memperlihatkan kepolosannya. Ini memalukan (tentu saja) karena di pantai bukan cuma ada mereka bertiga. Ada orang lain, puluhan malah beserta berbagai jenis kapal. Seperti halnya di Korvent, Suga kembali menjadi bahan tertawaan.

"Dermaganya di situ," kata Dynald. Tangannya menunjuk sebuah dermaga kayu yang menjorok jauh ke laut. "Apa nama kapalnya?" tambahnya lagi.

Suga berhenti berlari. "Kalau tidak salah 'The Carbonet', aku rada-rada lupa namanya."

Yusha memiringkan kepalanya. "Memangnya ada urusan apa kau dengan pemilik kapal itu?" tanyanya.

"Dia kenalan lamaku," Suga berlari kembali menuju dermaga. "Lagipula kita kan perlu kapal untuk sampai di Hovwant. Mungkin dia bisa mengantar kita ke sana."

"Kata 'kita' sepertinya kurang tepat disebutkan, bukannya 'kau' sendiri yang memaksa kami ikut ke Hovwant," Yusha mendelik. "Padahal mendengar nama desa itu saja aku belum pernah!"

Raw-HeistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang