Tatiana duduk bersandar di dalam mobil hitam yang meluncur mulus dijalanan.
"Aku tidak yakin ini akan berhasil." Serunya pelan pada seorang pria paruh baya di belakang kemudi.
Darwin menyempatkan diri menatap Tatiana sekilas, kedut-kedut kecil disekitar matanya terlihat lebih jelas ketika seulas senyum mengembang di bibirnya.
"Tenang saja, semuanya akan berjalan lancar. Kau hanya perlu mengurangi sedikit sikap pendiammu itu." Kata Darwin pelan seraya melemparkan tatapan menenangkan.
Tatiana meremas jari-jari tangannya dengan gugup. Kalau sampai bosnya langsung yang turun tangan seperti ini, artinya misi ini benar-benar penting.
Mobil berhenti tepat didepan sebuah cafe yang tampak tidak begitu ramai. Tatiana bergegas turun setelah sebelumnya menutupi alat komunikasi jarak jauh yang terpasang rapi di telinganya dengan rambut.
Ia mendorong pintu cafe sambil mengeluarkan ponsel dengan sebelah tangannya yang kosong. Tatiana memejamkan mata, bersiap untuk sebuah tabrakan yang hebat.
Dan...
"Kau tidak apa-apa, nona?"
Dimulailah skenarionya.
Tatiana meraih uluran tangan pria itu dan mengatakan ia tidak apa-apa.
"Sepertinya ponselmu rusak parah," gumam pria itu sambil meraih ponsel tatiana yang terpental jauh. "Benda ini pasti terbanting dengan keras."
Salah. Ponsel tatiana tidak terbanting, ia memang sengaja membantingnya dengan posisi layar di bawah. Ponselnya yang rusak akan menjadi alasan untuk pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya.
"Sepertinya begitu, kurasa aku harus segera membeli yang baru." Tatiana tersenyum ramah, berusaha terlihat semanis mungkin.
"Kau mau minum kopi? Atau kau sudah ada janji?"
"Tidak... aku tidak ada janji, tadi aku hanya berkeliling dan memutuskan untuk mampir sebentar."
Tatiana menatap wajah pria dihadapannya lekat -lekat. Mereka sudah menempati salah satu meja di cafe itu.
Jadi ini, sang pangeran yang dipuja seantero negri? Sampai ia harus repot-repot memotong pendek rambutnya hanya untuk memikat pria ini.
Tatiana mendengar pria itu terkekeh pelan ketika pelayan yang mengantar pesanan pergi.
"Kau ini pendiam sekali, marah karena aku merusak ponselmu?"
Tatiana mendongak. "Tidak, aku memang begini sejak dulu."
"Lalu? Kau tidak ingin bertanya siapa namaku?"
"Aku tahu, kau pangeran Carlos, kan? Akhir-akhir ini ada banyak pembicaraan tentangmu dimedia"
Ya, pria ini adalah pangeran. Namun bukan pangeran seperti dalam kebanyakan drama kolosal. Bagaimanapun juga ini adalah kerajaan abad 21. Semua serba canggih disini.
"Hei! Kau termenung lagi. Ngomong-ngomong namamu siapa?"
Dan begitulah. Misi hari ini berjalan lancar, sampai mendadak Tatiana mendengar suara gaduh dari seberang sana.
Ia mendengus kesal, inilah mengapa tadi Tatiana bilang mereka tidak perlu menggunakan alat ini segala.
"Aku tidak parkir! Hanya berhenti sebentar untuk menunggu anakku pulang kerja. Kau tidak berhak menilangku!"
Riuh suara Darwin memenuhi kepala Tatiana. Sekarang ia sudah tidak bisa fokus lagi pada pembicaraannya dengan carlos. Dasar...
Disisi lain, Darwin masih terus berdebat dengan seorang polisi muda yang tampak serba salah.
"Tega sekali kau mengusir seorang pria tua yang hanya ingin menjemput anaknya, apa kau tidak diajari sopan santun oleh orang tuamu?!"
"T-tapi tuan..."
"Pokoknya aku tidak mau pergi!"
Polisi itu memejamkan mata ketika perkataannya dipotong untuk kesekian kalinya oleh darwin.
Namun apa boleh buat? Pada akhirnya Darwin terpaksa pindah juga saat salah seorang polisi lainnya ikut bergabung dalam sesi panas perdebatan itu.
"Bagus! Kau cerdas sekali Darwin!" Ujarnya frustasi. Sekarang ia tidak bisa lagi mengamati pergerakan tatiana dengan posisinya yang seperti ini.
Bukankah seharusnya ia tahu penting mempertimbangkan tempat parkir dalam setiap rencananya. Darwin penasaran bagaimana dirinya bisa menjadi pemimpin organisasi pemberontak kelas atas dengan kapasitas otaknya yang seperti ini.
"Sial-" darwin menelan kembali semua umpatan yang siap meluncur keluar begitu matanya bertemu dengan seorang gadis yang sudah tidak asing lagi baginya.
Tunggu, bukankah tadi Tatiana masih didalam?
Jangan bilang...
***
Titania melangkahkan kakinya sembari mengumpat kesal. Apa-apaan pria tua tadi? Menatapnya dari atas kebawah, seperti belum pernah melihat wanita saja.
Dasar kakek-kakek jaman sekarang!
Namun Titania tetap menelan bulat - bulat semua makiannya tadi, dan tersenyum lebar begitu memasuki panti asuhan.
Kebanyakan anak-anak panti membalas senyuman Titania dengan tatapan takut. Tentu saja, sudah tidak terhitung lagi berapa banyak rumor buruk tentang dirinya.
Tapi siapa peduli?
Titania memasuki kamarnya dengan cepat. Atau lebih tepatnya, sebuah ruangan khusus yang dibangun dibagian belakang panti dengan satu dapur, satu tempat tidur dan satu kamar mandi. Ia hanya boleh keluar dari tempat ini seminggu sekali ketika persediaan makanannya habis untuk berbelanja.
Ia tidak tahu kanapa dirinya terkesan disembunyikan. Memang sudah begini sejak awal paman kim-pemilik panti asuhan ini-memungutnya dari rumah sakit dalam keadaan hilang ingatan.
Ia hanya berharap suatu saat nanti ia akan bebas... hanya itu.
***
Gimana ceritanya?
Jangan lupa vote dan coment ya...

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Romance"Aku tidak mempunyai segalanya, tapi aku berjanji akan memberi segala yang kupunya untukmu" *** Tatiana bersumpah akan kembali melihat adiknya, bahkan bila hanya dengan sepasang mata tanpa kepala. Ia akan melakukan segala cara untuk mengambil kembal...