''Aku pasti bisa memecahkan rekor itu. Aku sudah latihan setiap sore selama 2 bulan ini, aku pasti lolos seleksi, iya kan ?''
''Ya kau pasti bisa, sampai saat ini belum ada pelari yang memenuhi syarat lomba, jika kau bisa mendapatkan waktu maximal 7 detik dalam lari 100 meter ini aku yakin kau yang akan terpilih sebagai salah satu kontigen atletik tahun ini.''
''Kau benar, aku tidak akan mengalah. Walaupun itu dengan anak club lari sekalipun. Mereka semua tidak pantas mendapatkan posisi berharga itu. Perlombaan atletik tahun ini adalah impianku dari kelas 10, aku tidak akan menyerahkannya secara cuma-cuma kepada siapapun dan ini akan jadi kesempatan terakhirku sebelum lulus''
''Semangat ya, kau pasti bisa. Ini sudah memasuki kloter terakhir, dan lihatlah lawanmu tidak ada yang semumpuni kau.''
''Kau benar''
Tanpa kedua orang itu sadari, ada seseorang yang berdiri tidak jauh dari mereka tengah mendengus geli dengan percakapan yang baru saja didengarnya.
''Thio, Adi, Wira, Dio, dan Juna, silahkan untuk bersiap-siap di garis start!'' pelatih berteriak kencang, ikut bersaing dengan suara bising murid perempuan yang tidak berhenti dengan kehebohannya, padahal ini cuma seleksi untuk mencari kandidat terbaik untuk diikut sertakan dalam sebuah kejuaran atletik yang memang sih, sangat bergengsi.
''Wir, nama mu dipanggil tuh. Jangan lupa, tinggalkan mereka semua di belakang dengan kaki cheetah mu itu ya''
''tentu'' jawab orang yang tadi dipanggil Wira.
Namun prediksi dari 2 orang itu sangatlah meleset jauh. Karena salah satu dari 5 anak yang tadi dipanggil oleh pelatih sudah mulai bersiap untuk memporak-porandakan impian tersebut.
Bodoh, kau hanya mempermalukan bangsa cheetah dengan bualan mu itu.
Orang itu tersenyum culas. Kepercayaan dirinya memang sangat mengerikan. Hanya dia satu-satunya anak yang tidak terlihat tegang dengan seleksi yang satu ini.
''Bersedia''
Semuanya mulai menghembuskan nafas untuk mengurangi tingkat ketengangan, tapi tidak dengan anak yang tersenyum culas itu. Dia malah terlihat sangat menikmati awal dari hobinya ini.
''Siap''
Aba-aba kedua mulai diteriakan. Semuanya mulai mengangkat tubuh bagian belakang sedikit naik. Mereka mulai focus melihat jalur lari mereka masing-masing.
''YAK!!''
Tepat ketika aba-aba terakhir itu diteriakan semua pelari mulai lari dengan kecepatan tinggi. Mereka sedari awal sudah mengerahkan semua kemampuan dan tenaga yang mereka miliki.
Sayang, baru beberapa meter, salah seorang pelari terjatuh, mungkin tersandung kakinya sendiri. Tapi dengan jatuhnya satu pelari itu cukup untuk membuat pelari lainnya terhambat, bahkan ada satu orang lagi yang terjatuh karena tidak sengaja menginjak kaki pelari pertama yang sudah terguling-guling, mengakibatkan keseimbangan tubuhnya jadi goyah dan dia ikut terjatuh.
Tinggal 3 pelari yang masih bertahan, mereka dengan sekuat tenaga mengerahkan seluruh kemampuan untuk mencapai garis finish.
Seseorang yang bernama Wira, yang awalnya sudah memprediksi bahwa ialah yang akan menjadi pelari tercepat dalam kloter ini sekaligus menjadi perwakilan untuk kejuaran atletik yang akan diselenggarakan sebentar lagi, dia sudah mendekati garis finish. Bahkan dia sudah tersenyum dengan bangganya.
Namun disaat itulah hal yang tak terduga itu datang. Seorang pelari dengan wajah santainya malah terlebih dahulu menyentuh tali pada garis finish.
Senyum yang awalnya menghiasi wajah Wira langsung lenyap, digantikan dengan wajah yang mulai memerah. Dia tidak menyangka akan ada orang yang menyalibnya, dan jarak itu hanyalah terpaut 0,5 detik. Hal itu menambah geram dirinya.
Akan lebih baik jika dari awal, waktu tempuh itu terpaut jauh, tapi ini hanya 0,5 detik dan itu membuat seorang Wira yang sudah bekerja keras setiap sorenya dalam 2 bulan terakhir ini hanya untuk mempersiapkan dirinya mengikuti ujian seleksi lomba lari ini begitu merasa kecolongan.
''Aku seperti sedang berkompetisi dengan seekor cheetah yang keseleo''
Nada suara itu terdengar begitu datar, tetapi penggunaan dari setiap kata yang dilontarkannya benar-benar menusuk hati.
Wira yang awalnya menunduk untuk menahan rasa kesalnya karena sudah kalah dengan jarak waktu yang memalukan baginya, seketika mendongak wajah itu kini sudah berubah menjadi merah padam. Orang ini benar-benar tak takut mati dengan tingkahnya yang menyiram minyak kedalam kobaran api yang sedang panas-panasnya.
Orang itu tersenyum miring, sebelum membuat sekujur tubuh Wira bergetar karena menahan amarahnya.
''mem-bo-san-kan'' katanya patah-patah di dekat telinga Wira, sebelum mulai melangkah pergi meninggalkan lapangan itu.
Wira hanya bisa mengepalkan tangannya, sampai buku-buku jarinya memutih saking kencangnya Wira meremat tangannya sendiri. Dia tidak bisa marah dengan orang itu, mau bagaimanapun dia lah yang akan menjadi perwakilan sekolah ini untuk mengikuti ajang kejuaran atletik tahun ini. Jika dia marah padanya bisa-bisa dia yang akan dikeluarkan dari sekolah ini, dengan pelanggaran mencoba melukai seorang 'perwakilan'.
^^
Kenalkan dialah Juna. Orang yang dengan enteng nya melukai hati orang lain, wajah manisnya hanyalah pemanis dari setiap tingkah lakunya. Dia tidak pernah peduli dengan nasib orang lain. Karena menurutnya setiap orang mempunyai resiko, dan orang itulah yang seharusnya menyelesaikan resikonya sendiri. Disini Junalah yang berperan menjadi 'resiko' akhir bagi orang-orang yang mempunyai impian.
Dialah Juna, dengan senyum miring khasnya yang selalu terpampang diwajahnya jika merasa sesutu mulai menarik perhatiannya.
Tempat favoritnya adalah atap sekolah, makanan kesukaannya adalah keripik kentang, minuman kesukaannya sekotak susu strawberry, dia paling suka pelajaran kosong, dengan begitu ia bisa rusuh masuk ke kelas lain. Menyelinap disana selama berjam-jam, mengikuti pelajaran yang bukan jadwalnya, mendegarkan ocehan guru yang bukan guru kelasnya, dan bertanya apapun sampai si guru keluar dengan wajah kesal, setelah itu pelajaran guru tersebut berubah menjadi jam kosong.
Keahliannya adalah membuat orang lain kesal. Paling beruntung jika orang itu hanya meninggalkan sekolah, pindah kesekolah lain tapi hal itu bisa berubah jadi parah jika orang tersebut memutuskan untuk bunuh diri. Dan Juna tidak akan pernah peduli akan hal itu, sekalipun ia yang menjadi penyebab utamanya.
Tapi, dari sekian banyak hal yang dia sukai, hobinya adalah merusak mimpi orang lain. Katanya, ia merasakan sensasi tersendiri dari setiap ekspresi yang dibuat oleh orang-orang dengan mimpi yang sudah rusak itu.
Maka dari itu jangan sekali-kali memberitahu impian atau ambisi yang kau punya jika disana ada seorang Juna. Sekali dia mendengarnya, maka kau sendirilah yang harus menghadapi resikonya.
>.<
KAMU SEDANG MEMBACA
Breaker Dream
Teen FictionDia adalah Juna, remaja laki-laki berwajah manis, tapi wajah itu hanyalah pemanis dari setiap tingkah lakunya. Tempat favoritnya adalah atap sekolah, makanan favoritnya keripik kentang, minuman favoritnya sekotak susu rasa strawberry. Dia paling suk...