Pesawat carteran itu mendarat dan mereka turun, menatap pesawat-pesawat komersil yang lalu lalang di antara mereka. Mereka menunggu di jejeran kursi-kursi di lantai dua, sementara sebuah kaca jendela luas di depan mereka memperlihatkan pesawat-pesawat komersial berjejer di luar.
"Sebentar, aku ke kamar mandi dulu."
Pemuda itu beranjak pergi dan Sancaka hanya memandanginya dari belakang.
***
Pemuda itu menutup pintu kamar mandinya dan bersandar di sana.
Sosok hologram muncul di depannya.
"Bagaimana mungkin aku bisa bertemu Gundala di sini!" pemuda itu tak lagi bisa membendung rasa ingin tahunya.
"Takdir yang membawa kalian berjumpa lagi. Kurasa itulah yang Takdir inginkan ..."
"Persetan dengan takdir! Keberadaannya justru akan menambah beban bagiku!"
"Kalau ia adalah beban, kenapa kau malah membawanya ke sini? Kau bisa meninggalkannya begitu saja di puncak bersalju Kartenz bukan?"
Buana menoleh agar tak melihat mata ayahnya, "Ayah tahu aku tak bisa melakukannya. Ia takkan tahu jalan pulang."
"Kenapa kau ingin membawanya pulang?"
"Karena ia begitu jauh dari rumah dan keluarganya," pemuda itu meratap sejenak, "Dan aku tahu bagaimana rasanya."
"Kalau begitu Anakku, kau harus ..."
Tiba-tiba hologram itu mengalami interferensi. Gambarnya terkoyak menjadi garis-garis terpisah. Suara ayahnya pun terdengar seperti lolongan rekaman rusak.
"Kau ... ha...rus..."
"Ayah!" seru Buana. ia paham benar apa artinya jika hologram itu terganggu.
"Sial!" bisiknya geram, "Mereka datang!"
***
"Apa itu?" Sancaka keheranan melihat cahaya yang jatuh dari langit.
"Apa itu meteor?" pikirnya. Namun cahayanya terlalu terang bagi sebuah meteor untuk nampak di tengah siang bolong begini. Gesekan atmosfer takkan menghasilkan energi cahaya sekuat itu.
Kecuali benda itu menghasilkan cahayanya sendiri.
Sancaka mendekat ke jendela kaca ketika di langit, cahaya itu memecah menjadi tiga bagian.
"Tiba-tiba, "BLAAAAAR!!!" cahaya itu jatuh dan menyambar sebuah pesawat yang tengah terparkir di landasaan, meledakkannya dalam bola api. tubuh Sancaka dan orang-orang lain yang berkerumun di jendela untuk menyaksikannya langsung terlontar, diikuti hamburan pecahan kaca.
Sancaka mencoba bangkit, namun matanya membelalak melihat tiga figur tengah terbang di depannya, di luar jendela yang kini tak berkaca. Satu jelas seorang pria dengan wajah sangar, satunya lagi seorang wanita dengan senyum bengis, dan yang terakhir mengenakan topeng metalik.
Yang mengejutkan, ketiga sosok tersebut memakai seragam Gundala, namun dengan warna yang berbeda. Jika zirah Gundalanya berwarna biru, maka tiga sosok itu memakai seragam putih, hijau, dan pink.
Ketiga simbol di dada mereka pun berbeda. Pria bertopeng itu memiliki seragam putih berlambang kristal salju di dadanya. Pria satunya mengenakan seragam hijau dengan lambang atom di dadanya. Dan yang wanita mengenakan seragam merah jambu bersimbol "terra" atau bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNDALA: CLASH OF SUPERNOVA
FanfictionSERI KETIGA DARI FANFICTION GUNDALA Sancaka dalam pertarungan terakhirnya tanpa sengaja berteleportasi ke pedalaman Papua. Di sana ia ditolong oleh pemuda misterius. Kembali, kejahatan datang mengancam Bumi. Namun kali ini, asalnya bukan dari planet...