Kemenangan itu tidak membuat Buana lengah. Kembali ia merasakan kekuatan asing mendekat dan dengan sigap ia menarik tubuh Sancaka, Willy (yang terkapar tak sadarkan diri), serta Dhana menjauh.
Segera, tempat mereka berpijak tadi berubah menjadi padang beku. Jika saja mereka tak segera menyingkir, mereka pastilah sudah berubah menjadi patung es.
Di langit, tampak dua pria berkostum itu, Xandroid dan Savo.
"Uh," Sancaka melenguh melihat tangan Buana yang melar dan kini melilit di tubuhnya bak dekapan ular. "Menjijikkan sekali!"
"Terima kasih kembali!" seru Buana kesal, "Bisakah kau berhenti mengejek kekuatanku!"
Dhana melihat kekacauan yang mereka timbulkan pada desanya dan menatap dua pendatang itu dengan tatapan marah.
"Tak kuduga Zsa Zsa akan dikalahkan semudah itu."
Sancaka sama sekali tak mendengar perasaan mengalir dari suara pria bertopeng yang disebut Xandroid itu. Hanya ada suara robot mengalun tanpa irama.
"Apakah dia yang terlalu bodoh," Savo, prajurit berkostum hijau itu menatap musuh-musuhnya sambil menyilangkan tangan di atas dadanya. "Ataukah mereka yang terlalu hebat?"
"Bagaimana kalian menemukanku secepat ini?" Buana terlihat tak gentar sedikitpun dan cenderung menantang mereka.
"Kau lupa, Pangeran ..." Xandroid memamerkan kristal Zirconium miliknya yang memancar bak perak, "Inti atom akan selalu tarik-menarik, walaupun mereka berasal dari dunia yang berbeda. Mungkin karena Penciptanya sama. Setelah kau memperoleh kembali kristal lithium, semakin mudah bagi kami menemukanmu. Aku lihat juga ada satu lagi kristal di sini."
Mata Xandroid menatap cincin lapis lazuli milik Dhana dari balik topengnya.
"Itu akan menjadi suvenir yang indah bagi Tuan Telern, apalagi jika ditambah kepalamu dan kristal lithium itu."
"Kalian takkan pernah memiliki inti atom planetku!" Buana tampak melindungi kalung Kunzite-nya.
Xandroid tertawa, namun tetap tak ada perasaan terpancar dari tawanya yang datar, "Kau salah. Kami tak mengincar inti atommu. Kami hanya menginginkan nyawamu."
"Biarlah aku bereskan mereka semua, Tuan Xandroid!"
Savo mengulurkan kedua tangannya dan mengumpulkan partikel dari atmosfer.
Sancaka tersentak. Ia bisa merasakannya. Anoda dan katoda yang berterbangan di udara, terlucuti oleh kekuatan Savo. yang memberitahunya.
Ia mengumpukan dua macam isotop hidrogen: deuterium, yakni atom hidrogen dengan satu neutron di tangan kanannya dan tritium dengan dua neutron di tangan kirinya.
Dalam kondisi biasa, keduanya hanyalah gas tak berdosa yang melayang-layang di udara.
Namun jika difusikan, keduanya akan menghasilkan helium dan residu reaksi berupa ledakan energi yang mahadashyat.
Itulah cara kerja bom hidrogen.
Sancaka segera menoleh ke arah Buana, "Kau tak mengatakan kekuatannya adalah mengkatalisis reaksi fusi termonuklir!"
"Kau cerdas bisa menghagai kekuatanku," bisik Savo, "Banyak orang yang tak mengerti, namun kau berbeda. Aku terkesan. Sayang aku terpaksa memusnahkan kalian dari dunia ini."
"Itulah yang kutakutkan, Savo," tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, Xandroid menciptakan pasak es dari tangannya dan menusuk pria itu dari belakang.
"AAAAAARGH!" serunya kesakitan, "Apa yang kau lakukan?!"
"Kekuatanmu tak hanya akan membunuh mereka, namun juga akan melenyapkanku ..." suara robot itu menggema meremangi malam, "Itulah rencanamu, bukan? Merebut kristal Zircon ini dariku."
"Ka ... kau ..." Savo segera ambruk ke atas pasir. Deru ombak menyapu tubuhnya, tenggelam ke dalam lautan.
"Sekarang kalian ..." suara tanpa perasaan itu masih menakuti Sancaka, "Membekulah dalam neraka es ini."
"Aku takkan membiarkannya!" Sancaka dengan secepat kilat berubah wujud menjadi Gundala. Xandroid terkejut melihat perubahan Sancaka yang kini memakai kostum seperti dirinya.
"Kau ..." bisiknya, "Kau salah satu dari kami?"
"Jangan samakan aku denganmu!" Gundala mengerahkan kekuatannya untuk menyetrum tubuh Xandroid, namun percuma. Ia segera membentuk pelindung dari es di sekelilingnya.
"Hahaha ... kau lupa!" serunya dari balik es, "Listrik takkan mengalir melalui es!"
"Bagaimana dengan air laut?" Dhana kembali membangkitkan tsunami, kali ini berukuran raksasa, dan menarik Xandroid ke dalam laut.
Manusia android itu kemudian menghujamkan serangan lainnya: hujan kristal es setajam pisau dari langit. Namun Gundala mengubah dirinya menjadi aliran petir, yang tak hanya berhasil menghindari mereka, namun juga mampu menghancurkannya berkeping-keping.
Xandroid berusaha menggapai permukaan air, namun ia kesulitan untuk bertahan. Kuasa lautan itu terlalu besar, belum lagi tekanan air yang mulai meremukkan tubuh separuh logamnya.
"Buana, angkat aku ke udara!"
Pemuda itu langsung memelarkan tangannya dan mengangkat Gundala cukup tinggi sehingga ia berhasil membidikkan sengatan listriknya ke arah air.
"RASAKAN INI!!!"
Langit bergemuruh dan memancarkan badai halilintar yang segera menghantam lautan dimana Xandroid tenggelam. Partikel ion dalam air laut semakin menguatkan konduktivitasnya dan mengalirkan listrik ke dalam tubuh robot itu hingga akhirnya meledak dalam air.
"BLAAAAR!!!"
Ketiga superhero itu berlindung dari hujan yang tiba-tiba turun dari hempasan air laut akibat ledakan itu. Ketika hujan telah reda, hanya terlihat Buana yang kemudian berlutut ketika melihat kehebatan mereka.
"Namaku Pangeran Mlaar dari Planet Covox yang diasingkan," Buana menunduk di hadapan mereka berdua, membuat Sancaka dan Dhana kebingungan.
"Kumohon bantulah aku kembali ke planetku dan meredam kudeta yang dilakukan Menteri Telern terhadap ayahku, Kaisar Kronz!"
BERSAMBUNG
l
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNDALA: CLASH OF SUPERNOVA
FanfictionSERI KETIGA DARI FANFICTION GUNDALA Sancaka dalam pertarungan terakhirnya tanpa sengaja berteleportasi ke pedalaman Papua. Di sana ia ditolong oleh pemuda misterius. Kembali, kejahatan datang mengancam Bumi. Namun kali ini, asalnya bukan dari planet...