CHAPTER 8: REVOLUTION

114 8 1
                                    

"Sepertinya aku datang di waktu yang tepat." Ia berjalan dengan santainya, "Ada tiga inti atom yang bisa kurebut di sini. Benar-benar seperti panen raya saja HAHAHAHA."

"Savo!" semua bersiap menghadapi serangannya.

"Eit eit ... aku ke sini untuk bicara baik-baik. Karena tak ada seorangpun yang bersedia menjadi penerus Kaisar Kronz, maka aku akan mengajukan diri."

"Aku takkan menyerahkan kerajaanku pada orang tamak sepertimu!" seru Kaisar Kronz.

"Ck ck ck ... kau terdengar seperti orang munafik saat mengatakannya," goda Savo, "Bukankah kita sama, Kakak?"

"Apa?!" semua tersentak.

"Menjadi prajurit dengan kekuatan terhebat di seluruh planet ini dan kau hanya menjadikanku jongos manusia separuh robot itu." yang ia maksudkan tentu Xandroid. "Itu sangat menyakiti hatiku, Kakak. Karena itu aku merencanakan pemberontakan ini."

Dari luar jendela, badai pasir tiba-tiba bertiup dan mengubah Telern dan Argento seketika menjadi batu. Tak hanya itu, ia menghamparkan serangan pasirnya di lantai, membuat kaki Gundala dan yang lainnya seperti tersemen pada lantai, tak mampu bergerak.

Mereka tak berkutik.

"Sial! Dia masih hidup!" Dhana geram melihat pusaran angin itu menjelma menjadi lekuk tubuh seorang wanita.

"Kalian terkejut? Tak sulit bagi partikel pasir seperti aku untuk menyusup ke dalam pesawat kalian setelah memalsukan kematianku." Zsa Zsa bersanding di samping Savo dengan mesranya. "Begitu Savo menjadi kaisar galaksi ini, aku akan menjadi permaisurinya."

"Tidak jika kumusnahkan kau sekali lagi!" Dhana langsung melancarkan serangan tsunaminya kembali. Namun kali ini Savo yang turun tangan.

Serangannya seakan membeku di udara. Dhana terkejut. Kristal zirconium di tangannya rupanya adalah sumber kekuatan cryokinesis milik Xandroid.

Savo mengembalikan energi kinetik es itu segera berubah wujud menjadi air kembali. Namun kali ini, ia mengambil keuntungan dari serangan itu.

"Terima kasih atas sumber senjata pamungkasku ini, Nona Manis!" Savo mengeluarkan kekuatannya untuk mengekstrak hidrogen dari air tersebut, melepaskannya menjadi gas. "Kau tahu, jika air ini kuhidrolisis maka ia akan pecah menjadi gas hidrogen dan oksigen. Tentu saja, aku bisa memanipulasi gas hidrogen tersebut untuk serangan bom hidrogen-ku yang segera akan memusnahkan kalian."

Savo memisahkan gas-gas tersebut, menyuling hidrogen yang ia perlukan dan membuang residu gas oksigen yang tak ia perlukan.

"Sayang sekali," terdengar suara lain, "Gas oksigen yang kau buang itu sangatlah mudah terbakar."

"Apa?!" Savo sama sekali tak mengira masih ada satu lagi ksatria yang tersisa.

Tirhapy segera melancarkan serangan pyrokinesis-nya dan membakar semua gas oksigen di udara itu, menimbulkan ledakan dahsyat yang segera melalap tubuh Savo.

"Kurang ajar!" Zsa Zsa segera berubah menjadi pusaran pasir untuk menyerang ksatria berzirah merah itu, namun ia keburu melancarkan serangan apinya lagi ke arahnya, kali ini dalam suhu yang amat tinggi.

"AAAAARGH! APA INI!" tubuh Zsa Zsa serasa mengkristal dan membuatnya tak mampu bergerak.

"Aku tahu benar kelemahan elemen pasirmu itu, Zsa Zsa. Dalam suhu tinggi, kandungan silika dalam pasirmu akan berubah menjadi kaca yang amatlah rapuh." Ia menoleh kepada Gundala, "Sekarang serang dia dengan sengatan petirmu!"

Gundala menuruti perintah Tirhapy dan menghancurleburkan tubuh Zsa Zsa bak sebuah cermin yang pecah.

Segera tubuh mereka kembali seperti semula. Awang segera menyergap Savo yang terluka parah.

"Aku tak tahu di pihak mana sebenarnya kau berada," Gundala berkata pada Tirhapy, "Namun kau bertarung dengan hebat."

"HAHAHA!" terdengar suara tawa Savo menggelegar, walaupun mereka jelas-jelas telah mengalahkannya, "Kau terlambat, Gundala."

"Mau bicara apa lagi kau?" seru Gundala, "Kau jelas-jelas sudah takluk!"

"Kau salah!" ia menyeringai, "Dalam perjalananku ke Bumi, aku menemukan sumber daya yang amat unik yang tak kami temukan di planet kami, namun memiliki kekuatan untuk menjadi senjata pemusnah massal yang bisa menyapu seluruh kehidupan."

"Uranium?" tanya Gundala curiga.

Ia tertawa lagi, "Jauh lebih hebat dari itu. Di Antartika aku menemukan kandungan kobalt yang amat tinggi."

"Kobalt!" seru Gundala, "Kau ingin membuat bom kobalt?"

"Apa itu?" tanya Dhana, "Tak mungkin kan bom itu kekuatannya lebih besar ketimbang bom atom?"

"Kobalt jika digabungkan dengan bom hidrogen akan sangat berbahaya dan seperti katanya, bisa menyapu kehidupan di seluruh Bumi. Kobalt bersifat radioaktif dan waktu paruhnya amat lama, artinya perlu waktu ratusan tahun sebelum radiasinya bisa ternetralisir."

"Tepat sekali! Bom hidrogenku akan menghasilkan suhu tinggi yang kemudian akan melelehkan Kobalt, mengubahnya menjadi isotop radioaktif yang berbahaya. Bom hidrogenku mungkin hanya merusak daerah sekitar dimana ia meledak. Namun radiasi kobalt yang ditimbulkan bisa menyebar ke atmosfer dan memicu kiamat secara global."

"Kita harus menghentikannya!" seru Gundala.

"Kau terlambat, Gundala. Saat kita sedang berbicara sekarang di planet ini, kiloton kobalt di Antartika sedang diekstrak untuk pembuatan bom yang kumaksudkan itu. Bumi akan menjadi kelinci percobaanku dan apabila berhasil, akan kugunakan untuk memusnahkan kehidupan di planet ini!"

"Ia berbohong! Dia ada di sini sekarang. Bagaimana ia akan membuat bom di Bumi?" seru Dhana.

Ia tersenyum licik, "Apa kau benar-benar berpikir pesawatku hancur karena kecelakaan saat mendarat ke Bumi?"

"Ia bisa mengendalikannya menggunakan sistem autopilot! Ia mungkin berkata jujur." sergah Mlaar.

"Astaga!" Gundala berpikir keras. Ia berada 2,5 juta tahun cahaya jauhnya dari Bumi. Bagaimana caranya ia pulang dan mencegah rencana jahat Savo?

Ia hanya berharap superhero lainnya di Bumi mampu menghentikan bencana itu.

BERSAMBUNG

GUNDALA: CLASH OF SUPERNOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang